Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Balada Pekerja Media, Pengangguran Dadakan, dan Asa dari RUU Cipta Kerja

1 September 2020   23:25 Diperbarui: 1 September 2020   23:22 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para jurnalis mengikuti aksi demonstrasi pada Peringatan Hari Buruh Internasional di Jakarta (foto: ilustrasi). Nasib para pekerja media terancam akibat pandemi Covid-19/Foto: .https://www.voaindonesia.com/

Jurnalis alias wartawan menjadi salah satu profesi yang rentan terpapar Covid-19. Silahkan mencari kebenaran kabar itu di mesin pencari Google. Sampean (Anda) akan menemukan ada banyak tautan berita yang mengabarkan wartawan rentan terpapar Covid-19 saat melakukan pekerjaannya.

Tugas yang mengharuskan mereka turun ke lapangan untuk melihat situasi sebenarnya dari dekat, bertemu banyak orang, lalu melakukan wawancara dengan berbagai narasumber dari beragam latar belakang, menjadi pemicunya.

Melansir dari Kompas.com. dalam diskusi yang digelar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di BNPB, Senin (31/8/2020), Kepala Bidang Kerja Sama dan Multimedia Direktorat Program dan Produksi LPP RRI Johanes Eko Prayitno menyebut reporter adalah kelompok yang rentan terhadap Covid-19 karena mobilitasnya tinggi.

Dia menyampaikan gambaran, ketika ada banyak instansi yang menerapkan work from home (WFH), RRI lebih memilih memberikan perlindungan kesehatan kepada para reporternya. Perlindungan itu antara lain dengan memfasilitasi masker, suplemen kesehatan, dan tes Covid-19.

"Ketika ada kebijakan WFH, RRI tidak melakukannya karena kebijakannya operasional, studio harus tetap jalan, siaran," ujar Johanes seperti dikutip dari https://nasional.kompas.com/read/2020/09/01/09065241/cerita-perusahaan-media-yang-tak-bisa-wfh-dan-curhat-wartawan-di-tengah?page=1.

Perusahaan media terseok, pekerja media jadi korban

Kabar terbaru, profesi wartawan ternyata tidak hanya rentan terpapar Covid-19. Para awak media juga ikut terdampak secara ekonomi seiring industri media yang terseok-seok di tengah pandemi. Ada banyak media yang tengah 'sakit' kondisi finansialnya.

Pekan kemarin, karena hadir di acara yang dihadiri beberapa jurnalis, saya bisa bertemu dan berbincang dengan beberapa kawan lama.

Beberapa dari mereka lantas berkisah tentang situasi yang mereka alami. Dari liputan di masa pandemi, hingga perusahaan mereka yang kena dampak pandemi sehingga berdampak pada penghasilan mereka.

Ada kawan yang berkeluh kesah perihal upah mereka yang dipotong alias tidak lagi dibayarkan penuh seperti dulu. Malah ada yang dirumahkan. Mereka tidak lagi bekerja sehingga terpaksa "banting setir" dengan berjualan nasi bungkus ataupun membuka warung kopi kecil-kecilan.

Kabar pekerja media banyak yang menjadi pengangguran itu menambah daftar panjang jumlah orang-orang tunakerja yang muncul akibat adanya pandemi di negeri ini. Sebelumnya, sudah ada jutaan orang yang mendadak menganggur alias tidak punya pekerjaan tetap.

Pada akhir Juli lalu, pemerintah melalui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memaparkan, jumlah angka pengangguran di Indonesia meningkat 3,7 juta orang akibat pandemi.

"Angka pengangguran hari ini lumayan kenaikannya, sekitar 3,7 juta orang perhitungan Bappenas, ini sebuah angka yang relatif besar," jelas Suharso seperti dikutip dari https://money.kompas.com/read/2020/07/28/144900726/akibat-covid-19-jumlah-pengangguran-ri-bertambah-3-7-juta.

Menyoal tingginya angka pengangguran tersebut, saya jadi teringat dengan Omnibus Law Cipta Kerja alias RUU Cipta Kerja yang hingga kini masih ramai menjadi pro kontra. Hingga pekan lalu, ribuan buruh melakukan aksi menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang sedang dibahas oleh DPR RI dan pemerintah.

Sejak masuk Program Legislasi Nasional atau Prolegnas pada Desember tahun 2019 lalu, Omnibus Law memang memicu perbedaan pandangan di kalangan masyarakat. Tak sedikit yang menolak, terutama dari kalangan buruh dan aktivis.

Sebenarnya, dalam Omnibus Law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan. Yakni RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Namun, RUU Cipta Kerja menjadi paling banyak disorot.

Poin-poin di RUU Cipta Kerja bisa menjadi solusi percepatan pengurangan pengangguran

Sebagai orang awam yang kurang paham 'jeroannya' rancangan undang-undang tersebut, saya tidak ingin ikut masuk ke dalam pusaran pro dan kontra yang muncul dalam menyikapi RUU ini.

Namun, berkorelasi dengan tingginya angka pengangguran yang muncul, saya ingin mengutip Naskah Akademik Omnibus Law RUU Cipta Kerja di mana, ada 11 klaster yang masuk dalam undang-undang ini.

Apa saja?

Mengutip dari Tirto.id, ke-11 klaster tersebut yakni Penyederhanaan Perizinan; Persyaratan Investasi; Ketenagakerjaan; Kemudahan Berusaha; Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM; Dukungan Riset dan Inovasi; Administrasi Pemerintahan; Pengenaan Sanksi; Pengadaan Lahan; Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah; serta Kawasan Ekonomi Khusus.

Bila boleh menyebut ke-11 klaster tersebut sebagai 'pemanis' dari RUU Cipta Kerja, saya tertarik menyoroti poin kemudahan berusaha, pemberdayaan dan perlindungan UMKM, serta kemudahan investasi.

Di masa sulit seperti sekarang, andai tiga poin itu saja benar-benar bisa diwujudkan oleh pemerintah, maka akan bagus pengaruhnya bagi stabilitas ekonomi masyarakat. Utamanya mereka yang mencoba survive di masa pandemi.

Bagi mereka para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dengan adanya pemberdayaan dan perlindungan UMKM, usaha yang mereka jalankan akan bisa tetap bergerak. Mereka akan terhindar dari kemungkinan menjadi pengangguran baru.

Sementara dengan adanya kemudahan berusaha dan kemudahan investasi, diharapkan akan bisa membuka lapangan kerja baru di berbagai sektor. Harapannya, lapangan kerja baru itu menjadi solusi untuk mengatasi pengangguran.

Melansir dari Tribunnews.com, pada akhir Juli lalu, dalam acara webinar bertajuk Memadankan RUU Cipta Kerja: Antisipasi -- Solusi Ketenagakerjaan, Pengamat ekonomi, Santo Dewatmoko menilai RUU Cipta Kerja dapat menjadi solusi percepatan pengurangan pengangguran jika disahkan menjadi Undang-Undang.

Menurutnya, saat ini masih terdapat 7,05 juta jumlah pengangguran. Sedangkan penciptaan lapangan kerja masih berkisar 2 sampai 2,5 juta per-tahunnya. Pandemi Covid-19 membuat situasi semakin parah karena sebagian besar pengusaha melakukan PHK pekerjanya.

Santo memandang kejadian ini bisa menjadi bahan pertimbangan/kajian untuk Pengusaha dan Serikat Pekerja, agar dapat duduk bersama dalam mencari titik temu untuk segera menuntaskan RUU Cipta Kerja bersama DPR dan Pemerintah.

Pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR

Lalu, bagaimana kabar terbaru dari pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut di legislatif?

Kabar terbaru yang saya baca dari beberapa media, DPR RI melalui Badan Legislasi (Bales) tengah berupaya mencari titik temu antara kepentingan pengusaha dan serikat buruh dalam pembahasan RUU Cipta Kerja.

Akhir pekan kemarin, DPR menggelar pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (28/8), usai sebelumnya disebut telah mencapai kesepahaman dengan serikat buruh.

Dikutip dari Liputan6.com, Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas menyebut pertemuan dengan Apindo merupakan jembatan untuk menyamakan kepentingan antara serikat buruh dan pengusaha dalam RUU Cipta Kerja.

Menurutnya, pihaknya (baleg) memang diminta pimpinan DPR untuk menjembatani hubungan antara kepentingan serikat pekerja dan kepentingan pengusaha. Kata dia, buruh dan pengusaha memiliki kepentingan dalam RUU Cipta Kerja.

Dia menyebut, semangat dari pembentukan payung hukum sapu jagat ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya di Indonesia. Dia optimistis komunikasi yang dijalin DPR dengan buruh dan pengusaha bisa menghasilkan rumusan terbaik untuk RUU Cipta Kerja.

"Mudah-mudahan kepentingan kedua belah pihak yang sulit bertemu ini, lewat fasilitasi DPR saya kira akan mendapatkan hasil rumusan yang lebih optimal," kata Supratman dikutip dari https://www.liputan6.com/news/read/3639475/dpr-cari-titik-temu-kepentingan-buruh-pengusaha-di-ruu-cipta-kerja.

Pada akhirnya, merujuk pada tingginya angka pengangguran, utamanya dari kalangan pekerja media, membuat saya hanya bisa berharap segera ada kabar baik dari pemerintah. Tentunya juga berharap pandemi ini segera berlalu.

Dan dalam kaitanya dengan RUU Cipta Kerja, meminjam ucapan para pakar, semoga saja RUU tersebut memang dapat menjadi solusi percepatan pengurangan pengangguran di negeri ini. Semoga asa itu bisa menjadi kenyataan. Salam.

Referensi:

https://nasional.kompas.com/read/2020/09/01/09065241/cerita-perusahaan-media-yang-tak-bisa-wfh-dan-curhat-wartawan-di-tengah?

https://money.kompas.com/read/2020/07/28/144900726/akibat-covid-19-jumlah-pengangguran-ri-bertambah-3-7-juta

https://www.liputan6.com/news/read/3639475/dpr-cari-titik-temu-kepentingan-buruh-pengusaha-di-ruu-cipta-kerja

https://www.tribunnews.com/bisnis/2020/07/24/ruu-cipta-kerja-dinilai-bisa-jadi-solusi-percepatan-mengurangi-angka-pengangguran

https://tirto.id/arti-omnibus-law-dan-isi-ruu-cipta-kerja-pemicu-demo-buruh-aktivis-f1uf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun