Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Jujur di Lapak Tukang Sayur

2 Juni 2020   11:13 Diperbarui: 2 Juni 2020   11:16 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berjualan sayur dan lauk pauk di lapak yang permanen itu ternyata seru dinamika nya. Bukan hanya tentang bagaimana mengemas lapak dan menata barang dagangannya. Bukan hanya tentang cara menarik pembeli di tengah persaingan usaha sesama penjual sayur.

Tetapi juga tentang tingkah polah pembeli. Sebab, pembeli yang belanja sayur itu ternyata banyak jenisnya. Ada yang senang belanja dalam jumlah besar. Ada yang belanja "receh".

Malah ada yang senang datang ke tukang sayur bukan untuk belanja, tapi untuk mengambil barang belanjaan orang lain. Termasuk datang untuk mengambil barang dagangan tanpa perlu membayar alias mencuri. Ada yang seperti itu?

Rutin mengantar istri belanja untuk "kebutuhan meja makan" di penjual sayur setiap pagi, membuat saya bisa melihat langsung beragam karakter pembeli. Ada pembeli yang royal. Sampai pembeli yang oportunis.

Lantas, saya sampai pada kesimpulan. Bahwa, lapak tukang sayur itu bukan hanya tentang transaksi perputaran uang. Tapi juga tempat untuk menguji kejujuran sebagai pembeli.  Kok begitu?

Bayangkan, seandainya sampean (Anda) berbelanja ke minimarket yang berbeda dari tampilan minimarket selama ini. Dengan banyak jenis barang yang ditata sedemikian rupa. Sementara di sebelah pintu keluarnya, tidak ada tempat kasir untuk membayar seperti yang terlihat di minimarket kebanyakan.

Artinya, pembeli yang membeli kebutuhannya, transaksinya dilayani secara manual. Dihitung manual dengan kalkulator oleh pemilik tokonya yang merupakan pasangans uami istri,

Bayangkan bila pembelinya puluhan orang. Dan mereka berbarengan ingin segera dilayani untuk membayar. Tentunya, fokus si pemilik toko hanya melayani pembeli yang akan membayar. Selebihnya, untuk barang dagangan lainnya, dia percaya pada pembelinya.

Sementara untuk pembeli lainnya yang masih berada di tokonya dan membeli barang, tidak terpantau. Sehingga, sangat mungkin terjadi praktek nyolong alias mencuri dengan membawa pulang barang yang dicari tanpa harus membeli.

Gambaran seperti itu pula yang terjadi di tukang sayur langganan istri. Setiap pagi, toko/bangunan yang ditempati untuk berdagang sayur mayur yang berada di seberang jalan itu, diserbu pembeli.

Meski tidak sampai berdesak-desakan. Pembelinya pun memakai masker. Penjual sayur juga menyediakan air dan sabun untuk cuci tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun