Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Tontowi, PBSI, dan Momentum untuk Lebih Menghargai "Pahlawan Olahraga"

20 Mei 2020   14:28 Diperbarui: 21 Mei 2020   09:51 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tontowi Ahmad (Kanan) ketika berpasangan dengan Winny Octavina. Senin kemarin, Tontowi menyatakan mundur dari Pelatnas. Dia memilih gantung raket demi bisa lebih dekat dengan keluarganya. Mundurnya Tontowi menjadi momentum untuk bisa lebih menghargai atlet.| Foto: Badminton Indonesia

Memang, Winny ketika berpasangan dengan Akbar Bintang Cahyono, mereka sudah ada chemistry-nya. Sudah pernah juara. Bahkan, Winny bisa dibilang seorang rising star. Namun, ketika berpasangan dengan Tontowi, Winny harus beradaptasi lagi. Termasuk Owi. Belum lagi beban mental anak muda yang berpasangan dengan seniornya.

Jadi, tidak bisa sekadar menyalahkan "Owi tidak bisa membimbing Winny". Atau menyebut "Owi tanpa Liliyana tidak bisa apa-apa". Lha wong Liliyana sendiri, di akun IG nya menyebut Owi sebagai "partner yang sudah membawa saya menaiki puncak prestasi tertinggi di bulu tangkis".

Padahal, ketika baru dipasangkan dengan Liliyana, Owi waktu itu juga masih minim jam terbang sementara Liliyana sudah juara dunia bersama Nova Widianto. Toh, mereka akhirnya bisa nyetel.

Pertanyaan saya, bila boleh membandingkan, mengapa China bisa langsung berhasil ketika 'menceraikan' pasangan top Zheng Siwei/Chen Qingchen lantas memasangkan Siwei dengan Huang Yaqiong. Bukankah itu kehebatan pelatihnya yang punya insting tajam dalam memasangkan atletnya.

Kita tahu, Siwei/Qingchen pernah jadi ranking 1 dunia dan mendominasi turnamen. Namun, mereka sering kesulitan kala melawan Tontowi/Liliyana. Termasuk kekalahan mereka dari Owi/Liliyana di final Kejuaraan Dunia 2017.

Lantas, Siwei dipasangkan dengan Yaqiong yang dulunya berpasangan dengan Lu Kai dan sempat jadi juara All England. Karena Lu Kai cedera, maka Yaqiong dipasangkan dengan Siwei. Sementara Qingchen difokuskan di ganda putri bersama Jia Yifan. Mereka sempat jadi ranking 1 dunia dan juara dunia 2018.

Yang terjadi kemudian, Siwei/Yaqiong langsung menjelma jadi pasangan yang mendominasi ganda campuran. Bahkan, Tontowi/Liliyana kesulitan "menemukan obat" untuk mengatasi mereka. Hingga kini, Siwei/Yaqiong masih jadi ranking 1 dunia.

Mengapa kok Siwei/Yaqiong bisa langsung nyetel sementara Owi/Winny justru tidak bisa seperti mereka?

Tentu saja ada banyak faktornya. Tapi yang jelas, bermain ganda bukan tentang kehebatan orang per orang. Tapi bagaimana mereka dibentuk menjadi pasangan yang "sehati". Dan itu terkadang butuh waktu lama. Ya, bukan tugas mudah menyatukan dua orang menjadi pasangan hebat di lapangan.

Mengutip ucapan Owi, dirinya baru dipasangkan dengan satu pasangan dan seolah langsung divonis. Padahal, PBSI juga punya beberapa pilihan pemain yang bisa dipasangkan dengan Owi seperti juga disuarakan beberapa badminton lovers (BL) Indonesia.

Semisal, mengapa tidak dari dulu mencoba memainkan Tontowi dengan Apriani yang meski masih muda, tapi punya jam terbang lebih dari Winny karena sering juara di turnamen BWF World Tour bersama Greysia Polii di ganda putri. Ada juga nama Ni Ketut Mahadewi yang juga berpengalaman main di ganda putri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun