Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Tagihan Deadline" Pekerjaan Datang Berbarengan, Hadapi dengan Jurus Jitu

13 Desember 2019   16:45 Diperbarui: 14 Desember 2019   00:00 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak perlu stress ketika tagihan deadline pekerjaan datang berbarengan. Siapkan jurus jitu menghadapinya.Foto: Kompas.com

Ketika memutuskan pensiun sebagai pekerja kantoran demi bisa bekerja "lepas" pada akhir tahun 2017 silam, saya paham bahwa keputusan itu pasti ada konsekuensinya. Pasti ada keuntungannya. Tapi, pasti juga ada risikonya. Namanya pilihan hidup pasti ada dinamikanya.

Bekerja lepas sebagai "tukang menulis", bila dibandingkan bekerja di kantor yang harus patuh pada aturan jam masuk dan pulang kerja, tentu lebih menguntungkan secara waktu. Kita bisa menjadi "manusia bebas".

Saat pagi masih bisa mengantar anak ke sekolah. Tak perlu bergegas berangkat ke kantor dan bermacet-macetan di jalan raya bersama ratusan pekerja kantoran yang ingin segera tiba di tempat kerjanya.

Bila kebetulan tidak ada jadwal bertemu mitra kerja di luar rumah, ya bisa bekerja menulis di rumah. Kadang bila longgar, bisa sejenak menikmati film di channel TV "yang ada kabelnya". 

Pendek kata, setelah hampir 13 tahun merasakan suka dukanya bekerja kantoran yang berangkat pagi pulang bisa larut malam, akhinya saya bisa mengatur sendiri waktu bekerja. 

Ternyata, bekerja model begini tidak melulu menyenangkan. Malah, lumayan banyak risikonya. Dari risiko yang receh. Hingga yang paling mengkhawatirkan. Meski, risiko tersebut sejatinya bergantung pola pikir kita menghadapinya.

Risiko recehnya, sampean (Anda) harus siap mental ketika ada tetangga yang mulai bertanya curiga. Semisal bertanya "ndak kerja pak?" karena melihat kita sering berada di rumah. Mereka tidak salah. Lha wong dulu melihat sampean rutin berangkat pagi tapi kini masih bersantai, tentu akan timbul pertanyaan.

Apalagi, meski zamannya serba digital, meski eranya sudah 4.0, tetapi banyak orang yang masih menganut pola pikir lama. Banyak yang masih beranggapan bahwa yang namanya bekerja ya beraktivitas di luar rumah. Namanya bekerja ya sejak awal pekan berangkat pagi atau siang dari rumah lantas kembali ke rumah (pulang) sore atau malam. Lalu libur setiap akhir pekan.

Sementara bila kita hampir seharian di rumah saja atau bila ketika banyak orang sibuk berangkat ngantor di pagi hari, sementara kita masih sempat mengantar anak ke sekolah dengan pakaian santai, ada yang menganggap kita tidak bekerja.

Itu baru risiko receh. Receh karena sebenarnya mudah saja menghadapinya. Kalaupun ada tetangga yang rajin bertanya penuh curiga, tak perlu dibawa perasaan. Toh lama-lama, para tetangga yang super kepo itu kelak bakalan bosan bertanya dan tidak akan lagi bertanya. Toh, kita juga tidak menumpang makan darinya.

Risiko yang lebih berat sebagai penulis lepas adalah tentang batas waktu kerjaan alias deadline. Ketika bekerja kantoran, terlebih ritme kerjanya sekadar mengikuti jadwal harian atau mengalir mengikuti target bulanan, itu mungkin tinggal dijalani saja.

Namun, beda cerita bila bekerja menulis dengan target deadline yang lumayan ketat. Apalagi bila garapan menulisnya tidak hanya satu. Tapi tiga atau empat. Bukannya serakah bila menerima semuanya. Tapi, terkadang tidak tega menolak ajakan dan permintaan kawan. Toh, sejatinya waktu penyelesaiannya bisa diatur.

Ambil contoh mengerjakan majalah sebuah instansi pemerintah atau rumah sakit dengan durasi cetak bulanan. Lalu ada yang dua bulanan atau tiga bulanan. Belum lagi bila ada orderan menulis buku dari sebuah instansi ataupun menulis buku biografi.

Bayangkan bila deadlinenya datang berbarengan. Itu rasanya sungguh luar biasa bikin pusing kepala. Seperti di masa akhir tahun seperti sekarang. Sebab, instansi pemerintah umumnya "tutup buku" jelang akhir tahun sehingga pekerjaan harus selesai sebelum tutup tahun.

Situasi seperti itu yang sempat saya rasakan sejak akhir November lalu. Ketika tagihan deadline pekerjaan, seolah mulai menyapa berbarengan. Ada yang memang waktunya harus segera selesai. Ada yang karena molor dari seharusnya bisa selesai lebih awal, karena situasi tak terduga, jadi ikut-ikutan meramaikan tagihan deadline jelang akhir tahun. 

Situasi yang tidak mudah. Butuh fokus dan gerak cepat untuk segera menyelesaikannya. Bahkan terkadang perlu begadang hingga tengah malam. Salah satu imbasnya, jadi kurang punya waktu untuk menulis di rumah ini (baca Kompasiana). Meski, terkadang masih "nekad" menulis untuk Kompasiana karena menganggap sebagai "pelarian yang menyenangkan".

Untunglah, setelah berjuang selama beberapa pekan, satu demi satu tagihan deadline pekerjaan itu bisa diberesi. Setelah melakoni episode melawan tagihan deadline itu, saya jadi paham jurus jitu menghadapiya. Apa saja?

Jangan mengeluh, kerjakan satu-satu
Ditagih banyak orang yang sama-sama ingin pekerjaannya segera diselesaikan, tentunya tidak menyenangkan. Bisa cepat naik darah dan gampang marah. Pikiran bisa stres. Tidur bisa kurang nyenyak. Makan bisa kurang tenang. Atau apalah.

Namun, yang paling penting adalah bersikap tenang. Jangan pernah mengeluh dengan situasi seperti itu. Sebab, mengeluh tidak akan menyelesaikan tagihan pekerjaan itu. Andai dengan mengeluh semua pekerjaan bisa segera selesai, ya silahkan mengeluh dengan gaya paling mellow. Tapi kenyataannya kan tidak seperti itu.

Seberapa tidak nyamannya situasinya, ya harus dihadapi. Seberapa banyakpun pekerjaan yang ada, ya harus dikerjakan. Ya, jurus jitu pertama menghadapi tagihan batas waktu pekerjaan yang mendadak datang berbarengan adalah dikerjakan. Bukan malah mengeluh.

Dengan dikerjakan satu demi satu, toh pada akhirnya akan selesai juga. Kita hanya perlu menyediakan waktu atau lebih tepatnya mencari waktu yang tepat untuk memberesinya. Bisa malam hari ketika anak-anak sudah pulas tidurnya. Bisa pagi hari ketika pikiran masih segar dan anak-anak berada di sekolah.

Terpenting, menyediakan waktu sembari tetap berpikir positif. Bahwa pekerjaan serumit apapun, bila dikerjakan ya akan selesai pada waktunya. Tak perlu mengeluh.

Kalaupun harus "mengeluh", silahkan mengeluh dengan cara benar. Dengan curhat ke Yang Maha Memudahkan Urusan. Minimal, setelah curhat, kita bisa menemukan ketenangan jiwa dan punya semangat baru untuk menyelesaikan semua pekerjaan.

Ingat, banyak kerjaan masih lebih menyenangkan daripada tak punya kerjaan
Ya, penting untuk tidak mengeluh ketika tagihan deadline pekerjaan datang berbarengan. Sebab, seberapapun banyaknya tagihan pekerjaan yang harus diselesaikan, bukankah itu masih kabar menyenangkan?

Meski memang terasa berat harus mengerjakan banyak pekerjaan dalam waktu berdekatan. Meski memang terkadang bikin baper mendengar suara-suara yang mengingatkan waktu deadline dan meminta hasilnya segera dikirim. Toh, semua itu sejatinya menyenangkan.

Bukankah masih jauh lebih menyenangkan memberesi banyak pekerjaan daripada ketika tidak mendapati ada pekerjaan yang bisa diselesaikan? Ya, di luar sana, masih banyak kawan yang masih kesulitan mencari pekerjaan. Ataupun mereka yang sudah bekerja tapi karena kebutuhan yang bertambah besar, berharap pindah bekerja di tempat lainnya yang menjanjikan penghasilan lebih besar.

Jadi, "jurus jitu" lainnya, jangan menganggap tagihan deadline pekerjaan sebagai beban. Anggaplah ia sebagai pekerjaan rumah yang menyenangkan. Karena memang sejatinya menyenangkan. Tetapi memang, seperti kata pepatah, untuk sampai pada fase yang menyenangkan, ya harus mau bersusah payah dulu. 

Segera diselesaikan, tapi jangan mengerjakan asal-asalan
Minimal, banyaknya tagihan deadline pekerjaan yang datang itu pertanda, bahwa Anda sejatinya dipercaya banyak orang. Bahwa Anda dipercaya punya kemampuan untuk bisa menyelesaikan pekerjaan itu. Karenanya, penting untuk menjaga kualitas hasil pekerjaan kita meskipun sedang "dikejar deadline".

Ya, jangan mengerjakannya asal-asalan karena sudah ditagih. Jangan karena hanya ingin semua pekerjaannya segera selesai, lantas menomorduakan kualitas. 

Sebab, hasil kerja kita itu bagian dari personal branding kita. Kelak, ada atau tidaknya pekerjaan yang ditawarkan kepada kita, akan banyak bergantung dari sikap, komitmen kita dan juga hasil dari pekerjaan kita.

Toh, berat atau tidak berat, itu sejatinya bergantung bagaimana cara kita mengondisikan pikiran kita saja. Bila kita menganggapnya santai saja, ya akan terasa santai. Bila merasa berat, ya jadinya berat sungguhan. 

Kalaupun terasa berat, cobalah membayangkan apa yang akan kita dapatkan ketika satu demi satu pekerjaan telah selesai. Cobalah membayangkan fee yang akan berdatangan satu demi satu. Lantas, saatnya mengajak keluarga untuk relaksasi pikiran. Refreshing. Mumpung anak-anak libur sekolah. 

Namun, sebelum itu, bagi saya, salah satu bentuk refreshing setelah tagihan deadline pekerjaan bisa diberesi adalah ketika bisa kembali menulis di rumah ini. Rasanya menyenangkan. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun