Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Tak Pernah Juara, Benarkah Minions Terkena "Kutukan" di Korea Open?

29 September 2019   06:40 Diperbarui: 16 Oktober 2019   07:25 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganda putra Indonesia, Marcus Gideon (kanan) dan Kevin Sanjaya, disebut gagal di Korea Open 2019 karena 'kutukan'/Foto: badmintonplanet.com


Apakah sampean (Anda) percaya ada kutukan dalam olahraga?

Percaya atau tidak percaya, sebenarnya ada beberapa 'pamali' dalam olahraga. Pamali  yang sudah menjadi 'rahasia umum'. Pamali alias pantangan yang bila dilanggar, si pelanggar ataupun timnya, akan terkena sial.

Ambil contoh di sepak bola. Ada pantangan bila sebelum pertandingan final dimulai/belum selesai, jangan sekali-kali menyentuh trofi/piala yang biasanya dipajang di tepi lapangan. Siapa yang memegang trofi, maka akan sial. Benarkah? Percaya atau tidak percaya ya monggo.

Pemain Timnas Prancis, Dimitri Payet pernah mengalaminya. Tahun 2018 lalu, timnya, Olympique Marseille tampil di final Europa League melawan Atletico Madrid. 

Payet cedera ketika pertandingan. Ia pun diganti. Nah, ketika berjalan menuju bench, ia menyentuh trofi. Maka, ketika Marseille lantas kalah 0-3 via perpanjangan waktu, Payet pun jadi sorotan. Bahkan, CNN ikut memberika ulasan.

Tapi yang jelas, 'kutukan menyentuh trofi' ini terkenal. Ia bahkan masuk dalam "top 10 infamous curses in football".  Silahkan menuliskan kata "trophy touch curse" di laman pencarian wikipedia, sampean (Anda) akan menemukan jawabannya.

Dulu, juga ada kepercayaan di sepak bola antar kampung. Bahwa, ketika tendangan seorang pemain menghantam tiang atau mistar gawang, maka akan sial. 

Lucunya, ada yang meyakini, untuk menghilangkan sial itu, gawangnya harus dikencingi. Entah benar atau tidak. Namanya juga kepercayaan. Bisa percaya. Bisa tidak.

Ada 'kutukan' untuk Marcus/Kevin di Korea Open ?

Tapi itu di sepak bola. Bagaimana bila di bulutangkis. Apa iya ada kutukan seperti itu? Apa iya, bila shuttlecock menyangkut di net, jadi pertanda sial. Kalau itu sih bukan pertanda sial. Tapi pertanda kalah. 

Lha wong bila pengembalian ke lawan, shutlecocknya terus-menerus menyangkut di net, tentunya akan berbuah poin untuk lawan.

Nah, wujud 'kutukan' di bulutangkis--bila dikait-kaitkan---ada pada ketidakmampuan seorang pemain untuk juara di sebuah turnamen. Apalagi bila pemain itu merupakan pemain top dunia yang bolak-balik juara di banyak turnamen. 

Namun, mereka tak pernah mampu juara di sebuah turnamen dari tahun ke tahun.

Analogi gatuk adanya kutukan itulah yang disematkan pada ganda putra andalan Indonesia, Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya dalam penampilan mereka di Korea Open. Penyebabnya, sejak tampil di turnamen tersebut pada tahun 2015 silam, Marcus/Kevin memang tak pernah mampu juara.

Padahal, di All England Open, Indonesia Open, dan China Open yang merupakan turnamen BWF World Tour level tertinggi (Super 1000), Marcus/Kevin sudah beberapa kali juara. Lalu, mengapa di Korea Open yang 'hanya' Super 500, mereka tak pernah mampu juara?  

Cerita 'kutukan' Minion, julukan Marcus/Kevin--di Korea Open, bermula di tahun 2015. Kala itu, Marcus/Kevin masih merupakan pasangan yang baru dipasangkan oleh PBSI. 

Sialnya, mereka sudah langsung bertemu unggulan 1 yang juga juara bertahan, Lee Yong-dae/Yoo Yeon-seong. Hasilnya, Marcus/Kevin langsung kalah, 11-21, 12-21 dari ganda tuan rumah tersebut.

Setahun kemudian, mereka tidak ikut serta di Korea Open. Mereka kembali tampil di tahun 2017. Kali ini sebagai unggulan 2. Marcus/Kevin tampil apik. 

Di antaranya meraih kemenangan atas Liu Cheng/Zhang Nan (Tiongkok) di perempat final dan mengalahkan Takeshi Kamura/Keigo Sonoda (Jepang) di semifinal. 

Sayangnya, di final, mereka kalah dari pasangan Denmark, Mathias Boe/Carsten Mogensen yang waktu itu sedang bagus-bagusnya. Minions kalah dari unggulan 1 itu lewat rubber game ketat, 19-21, 21-19, 15-21. Kekalahan itu juga menjadi awal rivalitas panas Minions melawan duo Denmark tersebut. 

Di tahun 2018, mereka kembali absen di Korea Open. Mereka diistirahatkan, imbas jadwal padat. Sebab, sebelum Korea Open 2018 digelar, Minions tampil beruntun di Asian Games, Japan Open dan China Open. Mereka perlu istirahat. Mereka juga disiapkan tampil di tur Eropa.

Dan tahun ini, 2019, Marcus/Kevin kembali tampil. Mereka jadi unggulan 1. Mereka juga sedang on fire. Akhir pekan lalu, Minions baru juara di China Open yang levelnya lebih berat dibanding Korea Open. 

Yang terjadi, Minions ternyata kembali gagal membawa pulang trofi dari Korea Open. Langkah Marcus/Kevin terhenti di perempat final setelah kalah dari rekan senegaranya, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto.

Cerita itulah yang membuat pecinta bulutangkis lantas menyebut Marcus/Kevin memang terkena kutukan di Korea Open. Kata 'kutukan' itupun dijadikan media sebagai 'bumbu' untuk mengabarkan kekalahan Minions di Korea Open tahun ini. Salah satunya berita ini.

Benarkah ada kutukan bagi Marcus/Kevin di Korea Open? 

Saya termasuk orang yang tidak percaya adanya kutukan bagi atlet di olahraga. Terlebih di bulutangkis. Apalagi bagi atlet rangking 1 dunia dengan prestasi segudang seperti Marcus/Kevin di bulutangkis.

Kalaupun mereka gagal, pasti ada penyebabnya. Bukan karena kutukan. Seperti di tahun 2015 silam, mereka gagal karena memang baru memulai pengalaman pertama. Apalagi, lawannya sang juara bertahan. 

Di tahun 2017, Marcus/Kevin hanya kurang beruntung ketika kalah dari Boe/Mogensen. Anggap saja itu belum rezeki mereka.Lha wong di turnamen lainnya di tahun itu, mereka bisa mengalahkan Boe/Mogensen.

Lalu, bagaimana dengan kegagalan di tahun ini?

Kekalahan di Korea Open 2019 pun ada penyebabnya. Meski, ketika mereka kalah dari Fajar/Rian di perempat final, Jumat (27/9), ada badminton lover (BL) yang berkomentar 'lucu' di lama komentar akun Instagram yang mengabarkan bulutangkis. 

Mereka menyebut Marcus/Kevin kalah karena 'main sabun' di pertandingan itu. Maknanya, mereka memang 'sengaja mengalah' dari Fajar/Rian.

Padahal, yang terjadi tidak begitu. Memang, Marcus/Kevin kurang tampil bagus saat melawan Fajar/Rian. Karenanya, mereka kalah straight game, 20-22, 17-21. Namun, itu bukan karena sandiwara. Namun, lebih karena kondisi mereka kurang bugar.

Sebab, Marcus ternyata mengalami masalah pada leher dan pinggangnya. itu terbaca dari postingan di akun Instagram istrinya. Sementara Kevin terserang demam dan flu. 

Karenanya, keduanya tidak tampil seperti biasanya. Sementara, Fajar dan Rian memang sedang tampil bagus-bagusnya. Karenanya, wajar bila mereka menang.

Bagi saya, bila Marcus/Kevin tidak mampu juara di Korea Open tahun ini, itu bukan karena kutukan. Menurut saya, itu hanya soal waktu. Karenanya, saya berharap. 

Kalaupun pemain rangking top 10 'tidak wajib tampil' di turnamen Super 500 seperti Korea Open, tidak apalah Minions memasukkan turnamen ini dalam daftar " a must win tournament" di tahun depan. Supaya mereka tidak penasaran. Juga, mitos kutukan itu lenyap.

Fajar/Rian bisa akhiri 'paceklik gelar' ganda putra di Korea Open

Ah ya, kembali pada kalahnya Minios di perempat final, Fajar/Rian yang mengalahkan mereka, akhirnya lolos ke final. Fajar/Rian bisa membuktikan, bahwa mereka tidak hanya garang saat melawan Minions.

Sebelumnya, beberapa BL memang khawatir bila Fajar/Rian malah akan tampil antiklimaks setelah mengalahkan Marcus/Kevin. Toh, kekhawatiran itu tidak terbukti. Mereka bisa lolos ke final usai mengalahkan ganda andalan Tiongkok, Li Junhui/Liu Yuchen dua game langsung 27-25, 22-20.

Kini, Fajar/Rian berpeluang mengukir sejarah untuk ganda putra Indonesia di Korea Open. Lebih tepatnya, mereka berpeluang mengakhiri paceklik gelar ganda putra Indonesia di Korea Open. Sejak pasangan Candra Wijaya/Tony Gunawan jadi juara di tahun 2006, tidak ada lagi ganda putra Indonesia yang mampu juara di turnamen ini.

Di final yang akan digelar Minggu (29/9), Fajar/Rian akan menghadapi pasangan Jepang, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda. Bila merujuk pada pertemuan terakhir dengan Kamura/Sonoda, Fajar/Rian berpeluang juara. 

Ya, di pertemuan terakhir di China Open pada pekan lalu, Fajar/Rian menang straight game dengan skor ketat, 23-21-22-20 di perempat final.

Ah, semoga Fajar/Rian bisa juara. Sebab, andai mereka gagal, mitos kutukan ini bisa panjang. 

Bisa-bisa, anggapan adanya kutukan bagi Minions di Korea Open itu, skalanya bisa berubah jadi lebih besar. Bahwa, bukan hanya Minions, tetapi ganda putra Indonesia terkena kutukan di Korea Open. Semoga tidak. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun