Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dari Kamar Tidur, Kami Berpartisipasi Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

3 Agustus 2019   22:04 Diperbarui: 3 Agustus 2019   22:28 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan mengatur keuangan keluarga tetap stabil, kita ikut menjaga stabilitas sistem keuangan/Foto: Sahabat Pegadaian

Dalam survei yang dilakukan pada 500 anak usia 3-8 tahun di Inggris pada tahun 2012 silam, terungkap bahwa hampir 2/3 anak menginginkan orang tuanya mau meluangkan waktu untuk membacakan cerita di kamar sebelum tidur.

Bercerita sebelum tidur akan menstimulasi anak-anak belajar dari karakter dalam cerita dan membantu mereka menghubungkan situasinya dengan kehidupan mereka. Melalui cerita, anak-anak ditunjukkan bagaimana cara memiliki pandangan positif di tengah-tengah kecemasan dan masalah dalam hidup. Ini juga mengajarkan mereka keterampilan berpikir kritis.

Bercerita sebelum tidur punya banyak manfaat. Tetapi memang, bagi orang tua, tidak mudah mendongeng setelah lelah seharian bekerja. Namun, bila tahu betapa nikmatnya mendongeng sembari melihat ekspresi dan respons anak-anak ketika bertanya, lelah itu bakal hilang. Saya sudah membuktikannya.

Sejak dua anak saya berusia 2-4 tahun, saya terbiasa mendongeng sebelum tidur. Meski tidak setiap malam. Saya merasakan, mendongeng itu tidak mudah. Sebab, anak-anak tidak mau bila ceritanya diulang. Karenanya, saya harus cerdik mencari tema cerita yang belum pernah diceritakan. Apalagi, saya juga ingin cerita yang ada pesan baik untuk mereka.

Salah satu cerita yang menjadi favorit mereka adalah kisah Nabi Yusuf. Tentang ketampanan, saudara yang jahat, kasih sayang ayahnya, hingga ketika Nabi Yusuf menjadi pejabat penting di kerajaan. Dikisahkan, Nabi Yusuf mengartikan mimpi raja bahwa ada tujuh ekor sapi betina gemuk yang dimakan tujuh ekor sapi yang kurus serta tujuh tangkai gandum yang hijau dan tujuh tangkai lainnya kering. 

Maknanya, akan datang tujuh tahun yang sangat sulit, yang menghabiskan simpanan dan bisa membuat rakyat kelaparan. Sebagai solusi, Nabi Yusuf lantas menyarankan sang raja agar rakyatnya menyimpan bahan pangan saat masa panen. Pada akhirnya, rakyat Mesir bisa selamat menghadapi tujuh musim paceklik karena sebelumnya sudah memiliki persiapan 'tabungan' saat panen.

Lalu, apa kaitan cerita Nabi Yusuf itu dengan upaya menjaga Sistem Stabilitas Keuangan ?

Dari cerita Nabi Yusuf yang saya sampaikan dengan bahasa sederhana kepada anak-anak, terselip beberapa pesan penting perihal urgensi mengantisipasi kejadian tak terduga di masa depan. Termasuk pentingnya membekali diri dengan wawasan cukup sehingga bisa menyiapkan antisipasi bila masa sulit itu akan datang. Sebab, periode enak tidak berlangsung selamanya.

Menabung, Menanamkan Trust pada Perbankan
Bila di zaman Nabi Yusuf, paceklik menjadi sumber kekhawatiran masyarakat karena menyebabkan kelaparan bahkan mengancam stabilitas negara. Kini, tantangan bagi masyarakat adalah menjaga stabilitas keuangan keluarga agar tak sampai terjadi krisis ekonomi keluarga. Dalam lingkup lebih besar, krisis itu bisa berwujud krisis ekonomi negara.

Bedanya, bila pacelik tidak bisa dicegah dan hanya bisa diprediksi karena itu gejala alam, terjadinya krisis ekonomi sejatinya bisa dicegah dengan menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Kabar bagusnya, kita bisa ikut berpartisipasi menjaga SSK melalui beberapa cara.

Belajar dari kisah Nabi Yusuf ketika mengajak masyarakat menyimpan hasil panen untuk menghadapi musim sulit, di era kekinian, solusi itu bisa berwujud bagaimana mengantisipasi "paceklik keuangan" tak terduga yang bisa terjadi pada setiap keluarga. Bisa karena usaha bangkrut ataupun pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan. 

Bentuk antisipasi itu bisa dilakukan dengan menabung di saat berkecukupan. Semisal sekian persen dari penghasilan yang diperoleh setiap bulan, dialokasikan untuk tabungan ataupun investasi yang tepat. Dengan menabung, kita akan memiliki 'bahan makanan cadangan' yang cukup seandainya kelak muncul kebutuhan mendadak atau bila terjadi defisit keuangan tak terduga.

Menabung sebagai solusi mengantisipasi bila terjadi 'paceklik' tak terduga/Foto: Farah Magazine
Menabung sebagai solusi mengantisipasi bila terjadi 'paceklik' tak terduga/Foto: Farah Magazine
Berkorelasi dengan cerita Nabi Yusuf tersebut, saya lantas menjelaskan kepada anak-anak tentang manfaat menabung agar mereka paham perihal pentingnya menabung di bank. Sejak beberapa tahun lalu, saya membukakan rekening tabungan di bank atas nama anak-anak.

Dari beberapa referensi yang saya baca, menabung ternyata menjadi salah satu cara yang bisa kita lakukan sebagai keluarga/masyarakat untuk ikut berpartisipasi menjaga Sistem Stabilitas Keuangan negara. Mengapa?

Dengan rutin menyisihkan sebagian penghasilan di tabungan dan membiasakan anak-anak  menabung di bank nasional, kita telah menanamkan kepada mereka tentang trust kepada perbankan kita. Ini penting karena keberlangsungan pembangunan bersumber dari rasa percaya kepada bank. Dengan percaya kepada bank nasional, maka modal/uang kita tidak akan lari ke luar negeri seperti yang pernah terjadi pada tahun 1998 silam sehingga menyebabkan krisis moneter.

Lewat ajakan cinta menabung yang dikemas melalui dongeng sebelum tidur, anak-anak juga dikenalkan kebanggaan dengan mata uang rupiah. Mungkin mereka belum mengerti alasan dan manfaatnya. Tetapi, dengan terbiasa menggunakan rupiah ketika menabung maupun bertransaksi, mereka telah ikut berpartisipasi menghindarkan bangsa ini dari ancaman krisis moneter.

Mengatur Keuangan Keluarga agar Tetap Stabil Menghadapi 'Paceklik Panjang' 
Tidak hanya untuk anak-anak, pesan dari kisah Nabi Yusuf perihal pentingnya mengantisipasi 'paceklik panjang' ternyata juga relevan dengan apa yang kami hadapi sebagai orang tua. Utamanya berkaitan dengan bagaimana menata manajemen keuangan rumah tangga.

Bahwa, kita perlu memiliki rencana jelas, penghasilan yang kita dapatkan akan digunakan untuk apa saja. Contohnya untuk pemenuhan kebutuhan bulanan, simpanan (tabungan), hingga pembayaran tagihan bulanan.

Dulu, di tahun-tahun awal menikah, kami memiliki kewajiban mencicil Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) setiap bulan. Lalu, muncul keinginan untuk kredit kendaraan bermotor, hingga godaan memiliki kartu kredit. Semuanya harus dipikirkan matang. 

Perencanaan keuangan keluarga harus dipikirkan matang/Foto: mrizky
Perencanaan keuangan keluarga harus dipikirkan matang/Foto: mrizky
Dari referensi yang saya baca, ternyata catatan hutang maupun cicilan kita tersebut, langsung terintegrasi dengan Bank Indonesia (BI) yang bertugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Urusan pembayaran angsuran rumah ini ternyata juga berkaitan dengan SSK.

Kita tahu, pinjaman dengan jangka waktu pelunasan panjang seperti KPR, punya risiko tersendiri. Bisa saja terjadi hal-hal tak terduga yang menyebabkan nasabah terlambat dalam pembayaran, bahkan mengalami gagal bayar (failure to settle). Apalagi, bila tak pandai memilih bank dengan suku bunga tetap (fixed), kita bisa 'terjebak' dengan bank bersuku bunga mengambang (floating) yang bunga kreditnya dapat berubah setiap saat selama jangka waktu kredit, mengikuti kondisi pasar bunga.

Ternyata, bila kita sering terlambat dalam pembayaran angsuran KPR, dampaknya bisa besar. Dulu, saya tahunya risikonya hanyalah berupa denda ataupun risiko penyitaan barang jaminan yang dijadikan sebagai agunan di bank penjamin. Kenyataannya, bisa lebih dari itu.

Bila kita macet beberapa bulan dalam pembayaran, besaran suku bunga pinjaman kian hari kian melambung, utamanya suku bunga KPR, bisa memicu tingginya angka kredit macet atau non performing loan (NPL). Bila itu terjadi, akan timbul risiko cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Terlebih jika kegagalan itu berisiko menular (contagion risk) hingga menimbulkan gangguan bersifat sistemik. Ujung-ujungnya, sistem keuangan kita bisa tidak stabil serta perlu biaya tinggi untuk menyelamatkannya. Karenanya, dengan rutin membayar angsuran KPR tepat waktu, kita telah ikut berpartisipasi dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan.

Dalam hal ini, lagi-lagi, kamar tidur mengambil peran penting bagi kami. Saya dan istri terbiasa mengobrol di kamar sebelum tidur perihal urusan mengatur dan menjaga stabilitas keuangan keluarga agar tetap sehat serta terhindar dari ancaman 'paceklik tak terduga'. Termasuk alokasi untuk pembayaran KPR rumah tiap bulannya, hingga akhirnya lunas.

Bijak Memakai Kartu Kredit, Jauhi Gaya Hidup Boros
Menabung di bank nasional, mengatur keuangan keluarga dan melunasi pembayaran KPR tepat waktu menjadi contoh bentuk partisipasi kita sebagai masyarakat untuk berpartisipasi membantu agar SSK negara kita aman.

Termasuk bagi sampean (Anda) yang terbiasa menggunakan kartu kredit. Agar pembayaran kartu kredit tak sampai membuat pusing karena suku bunga majemuk yang dikenakan setiap hari atau setiap bulan, penting untuk bijak menggunakannya. 

Bijak dalam artian menggunakan kartu kredit hanya jika benar-benar diperlukan. Jangan berpikiran karena tinggal gesek kartu, lantas tergoda membeli banyak barang demi menuruti keinginan. Imbasnya, tingkat utang masyarakat menjadi tinggi.

Padahal, kondisi enak tidak berlangsung terus-menerus. Bisa saja tiba-tiba datang masa sulit. Karenanya, penting mendidik diri sendiri maupun keluarga agar tidak boros ketika enak. Jauhi gaya hidup boros karena merasa sedang dalam kondisi 'panen'. 

Membuka Wawasan, Mengambil Keputusan dengan Melihat ke Depan
Semangat kita sebagai masyarakat untuk ikut berpartisipasi menjaga Stabilitas Sistem Keuangan negara, tentunya tak cukup bermodal semangat. Namun, penting untuk membekali diri dengan informasi cukup perihal cara pengelolaan keuangan.

Semisal mencari tahu apa itu sistem keuangan, stabilitas sistem keuangan dan bagaimana cara menjaganya agar tetap stabil. Atau juga informasi peraturan yang dikeluarkan BI. Toh, semua informasi itu bisa kita diketahui mudah hanya dengan mengakses www.bi.go.id lewat ponsel pintar yang kita miliki.

Dengan memiliki informasi yang cukup, kita akan mampu mengambil keputusan keuangan keluarga dengan melihat ke depan (forward looking). Merujuk pada kisah Nabi Yusuf yang bisa memberikan solusi menghadapi krisis karena mengartikan 'mimpi di masa depan', kita juga akan mendapatkan gambaran ketika berhubungan dengan jasa keuangan.

Lalu, apa tujuan yang ingin dicapai dengan adanya Stabilitas Sistem Keuangan?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata stabilitas bermakna kemantapan; kestabilan; keseimbangan. Bila dijelaskan dengan kalimat, stabilitas adalah kondisi di mana sebuah sistem dalam keadaan mantap, stabil, dan seimbang.

Kita tahu, Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang terkena dampak krisis keuangan Asia dan global di tahun 1998 dan 2008. Bercermin dari peristiwa kelam itu, pemerintah kini berusaha menjaga kestabilan sistem keuangan agar hal-hal buruk di masa lalu, tidak terulang.

Menjaga SSK menjadi kewenangan institusi negara seperti Otoritas Jasa keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan pemerintah (Kementerian Keuangan). Sebagai masyarakat, kita juga bisa ikut berpartisipasi dengan cara masing-masing.

Kita bisa ikut berpartisipasi menjaga Stabilitas Sistem Keuangan melalui pengelolaan keuangan keluarga yang benar. Bila ada puluhan juta masyarakat Indonesia mampu menstabilkan keuangan keluarganya dan mengatur pengeluaran dengan benar, rasanya kita tidak perlu cemas dengan Stabilitas Sistem Keuangan kita. Salam SSK.

Referensi:
https://www.bi.go.id/id/perbankan/Content/default.aspx

https://money.kompas.com/read/2014/12/11/090450426/Bersama.Kita.Menjaga.Stabilitas.Sistem.Keuangan?page=all.

https://nepeantutoring.com.au/the-benefits-of-fairy-tales/76256_8.htm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun