Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menangkap Pesan dari Sukses Manchester City Kembali ke Puncak Liga Inggris

8 Februari 2019   14:23 Diperbarui: 8 Februari 2019   14:45 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Man.City kembali ke puncak Liga Inggris/Foto: Twitter Mancity


Apa sih nikmatnya menjadi penyuka sepak bola, pengamat dan penulis sepak bola?

Pertanyaan itu pernah disampaikan istri saya. Dulu, di awal-awal menikah setelah berumah sendiri, dia pernah berujar begini: "tidak bisa ya, kalau Sabtu malam itu tidak melihat tayangan sepak bola?".

Dia protes karena ketika Sabtu malam, televisi di ruang tamu kami seringkali 'berwarna hijau'. Istri saya memang bukan perempuan penyuka bola. Dia lebih suka acara talk show macam Opera Winfrey, Dr.OZ atau kompetisi memasak macam Master Chef. Tapi, karena tiap Sabtu malam, dulu acara di TV tidak ada yang bagus, jadilah nonton bola itu bentuk kepasrahannya.

Saya memang termasuk bagian dari ratusan juta atau bahkan miliaran warga bumi yang gila bola. Seperti halnya kerumunan orang yang setiap akhir pekan nongkrong di warung kopi untuk nonton bareng liga sepak bola Eropa yang tayang di TV. Mereka merasa punya ikatan emosional dengan klub idola. Klub-klub Eropa itu sudah jadi penyaluran kesenangan dan representasi kebanggaan. 

Kita tak perlu bicara proximity (kedekatan) lha wong mereka ketemu pemainnya saja tidak pernah, apalagi punya hubungan famili. Jangan ngomong fanatisme daerah karena mereka tidak ada yang lahir di Manchester, Liverpool, Madrid, Milan, atau Barcelona.

Apa sih nikmatnya menjadi penyuka sepak bola, pengamat dan penulis sepak bola?


Apakah sekadar hiburan atau kepuasan. Malah, dulu ketika bekerja di "pabrik koran" dan menulis sepak bola, banyak orang yang memanfaatkan kecintaan saya pada sepak bola demi taruhan. 

Ya, bila ada laga big match, beberapa orang lantas menghampiri meja kerja saya lantas bertanya tentang tim mana yang lebih berpeluang menang dan bagaimana prediksi hasil akhir. Bila sudah seperti itu, saya hanya bilang "tunggu nanti malam, (tim) yang menang ya yang menang".

Padahal, sepak bola bukan sebatas tontonan. Apalagi sekadar taruhan. Ia bukan hanya soal menang kalah. Lebih dari itu, ia membungkus kisah kehidupan. Apa-apa yang dialami manusia, juga terjadi di sepak bola.

Mantan penyerang Timnas Inggris, Gary Lineker pernah menyebut sepak bola itu contoh nyata betapa kehidupan kadang berada di atas dan sebentar saja ia sudah di bawah. "Football is the glorious example of the ups and down of life," ujarnya.

Di sepak bola juga terselip pesan nilai-nilai kehidupan yang tak semua orang mau melihat dan menangkap pesan itu. Tentang hal ini, filsuf Prancis, Albert Camus pernah berujar, dirinya belajar dari sepak bola dalam hal tanggung jawab akan tugas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun