Di San Siro di kota Milan pada 16 Mei 2004, kala itulah momen paling mengharukan dalam sejarah sepak bola Italia terjadi. Ketika pemain idola Italia, Roberto Baggio, melakoni pertandingan terakhirnya. Sungguh tidak pernah terjadi, pertandingan yang belum usai, seperti terhenti sementara demi menghormati Baggio yang meninggalkan lapangan di menit ke-84, saat tim terakhir yang masuk daftar kariernya, Brescia, menghadapi AC Milan di laga terakhir Serie A Italia musim 2003/04. Diiringi standing ovation dan riuh tepuk tangan sekitar 83.000 tifosi yang meneriakkan namanya, Baggio keluar dengan mata sembab. Bak tayangan telenovela, di episode inilah, Calcio Italia membuat emosi penontonnya meluap-luap. Tangisan haru dan senyum bangga bercampur jadi satu demi melepas salah satu pemain terbaik yang pernah dilahirkan di bumi Italia. [caption id="attachment_89675" align="aligncenter" width="300" caption="Roberto Baggio, pemain kesayangan Brescia dan Italia"]
[/caption] Baggio adalah cerita lengkap dari kisah hidup pesepak bola. Kehidupannya laksana siklus bulan. Masa kecil laksana sabit yang terlahir di keluarga sulit, anak keenam dari delapan bersaudara, masa remaja penuh perjuangan, masa gemilangnya yang bagai purnama, tahun-tahun karirnya menurun, lantas kembali menjadi sabit. Kepadanya pesepak bola bisa belajar banyak hal. Mengawali karier di klub Serie C1 (tiga level di abah Serie A), Vicenza di tahun 1982,Bbaggio langsung mencuri perhatian klub besar kala itu, Fiorentina yang memboyongnya pada 1985. Di klub ungu inilah, bakat besarnya terlihat yang lantas membuatnya dijual ke Juventus pada 1990 dengan rekor transfer termahal dunia kala itu. Kepindahan yang membuat Italia dilanda prahara. Kalau suporter Liverpool membakar kaos Fernando Torres saat pindah ke Chelsea akhir Januari lalu, itu tidak ada apa-apanya. Ketika Baggio pindah karena dipaksa manajemen Fiorentina demi mendapat cash, jalan-jalan di kota Florence mencekam karena protes yang berujung lima tifosi luka parah. Insiden yang tak terlupakan adalah saat Baggio menolak mengambil penalti ketika Juventus melawan Fiorentina pada 1990. Ketika diganti, saat keluar lapangan, ia mengambil syal Fiorentina yang dilempar fans dan menciumnya sembari berkata " Di hati terdalam, saya selalu Ungu". [caption id="attachment_89677" align="aligncenter" width="300" caption="Baggio dengan trofi Pemain Terbaik Eropa 1993"]
[/caption] Di Juventus, kebintangan Baggio, tak hanya diakui di Italia, tetapi juga seantero Eropa dan dunia.
Il Divin Codino alias si rambut kuncir kuda, terpilih jadi Pemain Terbaik Eropa dan Dunia 1993. Namun, di tahun 1994, kepahlawanan Baggio berubah jadi pesakitan ketika gagal mengeksekusi penalti di final Piala Dunia 1994 melawan Brasil yang lantas menjadi juara. Toh, ia lantas bangkit dengan meraih Scudetto di musim 1994/95. [caption id="attachment_89679" align="aligncenter" width="300" caption="Baggio hanay bisa tertunduk ketika tendangan penaltinya melambung di atas gawang Claudio Taffarel"]
[/caption] Ia lantas bergabung dengan AC Milan, Bologna, Inter Milan dan terakhir Brescia yang mem-pensiunkan kostum nomor 10 sebagai penghormatan terhadap Baggio. Di Brescia, Baggio menurunkan sebagian ilmuanya kepada Andrea Pirlo yang lantas menjadi dirijen permainan Italia saat memenangi Piala Dunia 2010. Lintasan panjang telah dilalui Baggio dengan kisah membumi, baik sebagai bintang sekaligus manusia biasa. Baggio, dia tidak hidup hanya dalam khayalan indah, tetapi juga masa-masa sulit untuk kembali meraih kecintaan publik. Dia berjaya, terpuruk, dan kembali bangkit lewat siklus yang alamiah. Dia mengajarkan bahwa seorang bintang tak selalu hidup dalam fantasi-fantasi indah. [caption id="attachment_89681" align="aligncenter" width="300" caption="Andrea Pirlo (kanan), belajar langsung dari sang maestro "]
[/caption] Baggio-lah bintang utama Serie A dengan peran trequartista yang belum ada duanya. Tendangan-tendangan bebas yang membuat ngeri kiper lawan, presisi umpan mengagumkan, juga produktivitas gol yang oke punya. Dia legenda yang “membumi” tetapi dengan ironi hingga akhir kariernya: belum merasakan bahagianya memeluk trofi Piala Eropa, apalagi Piala Dunia. Entah, berapa tahun lagi, Italia akan kembali memiliki maestro seperti Baggio… Italia mungkin akan terus menempatkan Alessandro Mazzola, Gigi Riva, Paolo Rossi, dan Franco Baresi sebagai legenda. Namun, jangan tanyakan kecintaan Italia pada Baggio. Baggio-lah pemenang "Most Loved Player" Award yang digelar lewat polling internet pada 2001. Juga “Most Loved Player di ajang Oscar Sepak
Bola Italia pada 2002.
Jumat, 18 Februari 2011, Baggio yang memiliki satu putra dan dua putri, akan merayakan ulang tahunnya ke-44. Selamat ulang tahun Baggio. Buon Compleano mestro. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Lihat Olahraga Selengkapnya