Di era digital yang dibanjiri informasi ini, hoaks (informasi palsu yang menyesatkan) menyebar dengan sangat cepat. Ironisnya, masyarakat modern yang seharusnya berpikir kritis justru mudah mempercayainya (Hakim, 2022). Jawaban atas kerentanan ini terletak pada kegagalan menerapkan Filsafat Ilmu dengan tiga pilar utamanya: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi, yang berfungsi sebagai kerangka logis dan etis untuk menyaring disinformasi.
Tiga pilar utama tersebut adalah :
1. Ontologi
Pilar ini memaksa kita bertanya tentang kebenaran dan realitas yang sesungguhnya. Hoaks berhasil menipu karena publik gagal membedakan fakta terverifikasi dengan "realitas viral" atau simulasi di media sosial (Syaifullah & Prasetiawan, 2022). Sikap ontologis menuntut adanya verifikasi empiris apakah informasi itu benar-benar ada di dunia nyata, terlepas dari intensitas penyebarannya.
2. Epistemologi
Epistemologi menguji bagaimana kita mengetahui sesuatu. Hoaks didefinisikan sebagai usaha menipu (Ratnawati, 2021) dan berhasil karena kita mengabaikan proses pengecekan kebenaran. Pilar ini mengajarkan bahwa klaim harus melalui metode logis dan teruji. Prinsip korespondensi (sesuai fakta) dan koherensi (konsisten dengan pengetahuan yang sudah diterima) adalah filter ketat untuk memastikan validitas (Nasution, 2020).
3. Aksiologi
Aksiologi membahas nilai dan etika pemanfaatan pengetahuan. Kerentanan terhadap hoaks diperparah oleh kelemahan aksiologis---kebiasaan menyebarkan informasi tanpa tanggung jawab. Etika digital menyoroti bahwa setiap individu memikul tanggung jawab moral dalam menggunakan teknologi (Dewi et al., 2024). Penggunaan pengetahuan untuk manipulasi atau provokasi melanggar prinsip Aksiologi, yang menuntut pertanggungjawaban moral atas informasi yang disebarkan (Zainuddin dalam Fatma et al., 2024). Tanpa kontrol ini, informasi menjadi senjata destruktif.
Kegagalan menerapkan ketiga pilar ini (gagal menguji hakikat, gagal menuntut bukti, dan gagal memegang tanggung jawab etis) menjadikan masyarakat rentan secara filosofis terhadap hoaks. Menerapkan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi adalah senjata utama untuk menjadi individu yang cerdas sekaligus bertanggung jawab di era digital.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, F., Yassi, A. H., & Gusnawaty, G. (2020). Modalitas dalam teks berita hoaks: Kajian linguistik sistemik-fungsional. Jurnal Ilmu Budaya, 8(1), 37--45. https://doi.org/10.34050/jib.v8i1.8831
Baudrillard, J. (1994). Simulacra and Simulation (S. F. Glaser, Trans.). University of Michigan Press.
Dewi, L., Hasanah, N., & Ramadhani, D. (2024). Pentingnya pendidikan etika digital dalam konteks SDGs 2030. Perspektif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 7(1), 55--67. https://journal.staiypiqbaubau.ac.id/index.php/Perspektif/article/download/1259/1324/5354
Fatma, A., Ramadhani, R., & Yuliani, S. (2024). Etika dan moral dalam ilmu pengetahuan. Diklat Review: Jurnal Manajemen Pendidikan dan Pelatihan, 2(1), 77--89. https://ejournal.kompetif.com/index.php/diklatreview/article/download/1761/1220/6919
Hakim, L., Rochim, A. I., & Prasetyo, B. (2022). Hoax dalam ilustrasi Jean Baudrillard. RELASI: Jurnal Penelitian Komunikasi, 2(2), 40--48. https://doi.org/10.69957/relasi.v2i02.410
Nasution, H. (1986). Filsafat Ilmu dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Ratnawati, E. T. R. (2021). Perlindungan hukum bagi korban yang dirugikan akibat penyebaran berita bohong. Pranata Hukum, 3(1), 93--110. https://ejournal.widyamataram.ac.id/index.php/pranata/article/view/271/185
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI