Mohon tunggu...
Habsul Nurhadi
Habsul Nurhadi Mohon Tunggu... Wartawan dan Konsultan -

Konsultan, mantan peneliti LP3ES Jakarta, mantan Tenaga Ahli Puskaji MPR-RI, yang juga Wartawan Kompeten Jenjang Utama Sertifikasi Dewan Pers 1513, tinggal di Kota Bekasi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

BS Serang BW, Soal BW

6 Maret 2015   17:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:04 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BS Serang BW, Soal BW

Oleh : Habsul Nurhadi

(Dimuat pada Harian RADAR BEKASI, Bekasi, Senin 2 Maret 2015, halaman 3)

Terkait serial kisah POLRI versus KPK, dalam minggu-minggu terakhir ini sering muncul nama beberapa orang berinisial huruf awal B, dimulai dari mantan Calon Kapolri yang batal dilantik BG (Budi Gunawan), Pimpinan KPK non aktif BW (Bambang Widjojanto), Calon Kapolri yang baru BH (Badrodin Haiti), kemudian Kabareskrim BW (Budi Waseso), dan terakhir adalah Kepala Bidang Penyelesaian Laporan Pengaduan Ombudsman Republik Indonesia BS (Budi Santoso).

Secara kebetulan ada dua orang yang berinisial sama BW, yakni Bambang Widjojanto dan Budi Waseso. Juga terdapat tiga orang yang bernama depan Budi, yakni Budi Gunawan, Budi Waseso, dan Budi Santoso.

Tetapi yang sedang menarik pemberitaan akhir-akhir ini adalah kisah "serangan" BS terhadap BW, terkait kasus BW. Maksudnya, serangan anggota Ombudsman RI Budi Santoso kepada Kepolisian Negara RI (POLRI), terkait praktek "mal-administrasi" dalam penangkapan dan pemeriksaan Wakil Ketua KPK (non aktif) Bambang Widjojanto.

POLRI direkomendasikan oleh Budi Santoso untuk memeriksa dan memberikan sanksi kepada jajaran POLRI yang melakukan mal-administrasi tersebut. Sebagaimana diketahui, penangkapan dan pemeriksaan tersangka BW (Bambang Widjojanto) ini dilakukan oleh para penyidik Bareskrim POLRI, yang merupakan anak buah BW (Budi Waseso).

Rekomendasi tertulis dari Budi Santoso itu konon telah dikirimkan secara resmi kepada Kapolri, kepada Presiden, dan kepada kuasa hukum Bambang Widjojanto sebagai pelapor, serta ditembuskan kepada DPR.

Menurut Budi Santoso, tercatat ada sembilan mal-administrasi yang dilakukan POLRI saat menangkap BW pada 23 Januari 2015. Di antaranya penangkapan tersebut dilakukan tanpa disertai surat penangkapan. Dalam penangkapan itu, polisi menunjukkan surat berkop penahanan, tapi isinya merupakan permintaan supaya BW menghadiri pemeriksaan.

Selain itu, pimpinan tim yang menangkap BW adalah Kombes Viktor Simanjuntak yang tercatat sebagai anggota Lemdikpol - lembaga yang dipimpin Budi Gunawan, bukan penyidik Bareskrim. Penyidik juga ditengarai tidak memberikan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada tersangka BW.

Kontroversi Budi Waseso

Dalam sebulan terakhir ini kiprah Budi Waseso - kelahiran Februari 1960 dan merupakan lulusan Akpol tahun 1984 - memang agak kontroversial. Pertama, pada saat Budi Gunawan - kelahiran 11 Desember 1959 dan lulusan Akpol 1983 - mengikuti acara "Fit and Proper Test" sebagai Calon Kapolri di DPR pada 15 Januari 2015, Budi Waseso terlihat juga ikut hadir dan duduk di belakang Budi Gunawan. Ketika ditanya para wartawan perihal kehadirannya, ia mengaku sebagai anak buah Budi Gunawan.

Memang pada tanggal tersebut Budi Waseso masih tercatat menjabat sebagai Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan POLRI, yang merupakan bawahan dari Kepala Lembaga Pendidikan POLRI Budi Gunawan.

Kedua, sehari kemudian, pada tanggal 16 Januari 2015, Presiden Jokowi memberhentikan Kapolri Sutarman - kelahiran 5 Oktober 1957 dan lulusan Akpol 1981 - dan mengangkat Badrodin Haiti - kelahiran 24 Juli 1958 dan lulusan terbaik Akpol 1982 - sebagai Pelaksana Tugas Kapolri. Pada hari itu juga Budi Waseso diangkat menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal POLRI, menggantikan Suhardi Alius - kelahiran 10 Mei 1962 dan lulusan Akpol 1985 - yang kini menjabat Sekretaris Utama Lembaga Pertahanan Nasional, di luar struktur POLRI.

Begitu Budi Waseso diangkat sebagai Kabareskrim POLRI, ia langsung bergerak kontroversial "membidik" beberapa pimpinan KPK sebagai tersangka, padahal pada beberapa hari sebelumnya para pimpinan KPK itu baru saja "membidik" Budi Gunawan - mantan atasannya - sebagai tersangka tindak korupsi. Langkah Budi Waseso ini terkesan sangat emosional, seakan hanya sebagai balas dendam demi membela korsa POLRI semata.

Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri pada awalnya agak kaget dengan langkah Budi Waseso yang seakan di luar kendali Badrodin ini. Setelah Budi Waseso kemudian naik pangkat sebagai Komjen, sama seperti Badrodin, ia seakan semakin merajalela dalam "menembak" KPK.

Selain para pimpinan KPK akan dijadikan tersangka atas dugaan kasus yang terjadi sebelum mereka menjabat pimpinan KPK, Budi Waseso juga mengancam 21 penyidik KPK untuk dijadikan tersangka atas dugaan kepemilikan senjata api yang izinnya sudah kadaluwarsa. Padahal Presiden Jokowi pada 23 Januari 2015 sudah mewanti-wanti agar POLRI dan KPK dapat bersikap obyektif dan saling menghindari gesekan.

Sepertinya Budi Waseso lebih loyal dan patuh kepada Budi Gunawan daripada kepada Badrodin. Barangkali karena - waktu itu - Budi Gunawan adalah Calon Kapolri yang sudah disetujui DPR sehingga tinggal dilantik sebagai Kapolri oleh Presiden, sedangkan Badrodin hanyalah sama-sama berpangkat Komjen saja.

Geram Buya Ma'arif

Buya Ahmad Syafi'i Ma'arif merasa tidak tahan lagi melihat KPK terus dikriminalisasi POLRI. Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah yang pernah diminta menjadi Tim Independen oleh Presiden Jokowi ini meminta agar Kabareskrim Budi Waseso dicopot atau diganti dari jabatannya.

Menurutnya, Budi Waseso sudah terlihat motifnya, karena selalu mempermasalahkan kasus kecil namun mengarah pada pejabat negara. Yang dituduhkan kepada KPK dan pimpinannya adalah kasus kecil, sehingga mengesankan ada maksud dan motif tertentu, karena semestinya kasus kecil seperti itu tidak perlu dikasuskan.

Buya meminta kepada Presiden Jokowi agar bersikap tegas atas kriminalisasi yang ditujukan kepada KPK. Ia berharap, jangan sampai ada unsur pelemahan terhadap instansi penegak hukum, karena sesama penegak hukum seharusnya bisa bersinergi untuk memberantas kasus yang besar-besar, yang sekarang ini justru relatif dilupakan.

Bekasi, 26 Februari 2015

Penulis adalah Wartawan Sertifikasi Kompeten Utama Dewan Pers 1513, tinggal di Kota Bekasi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun