Mohon tunggu...
Selesai
Selesai Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Sudah dihapus

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Strategi Tepat Pemerintah Mendorong Publikasi Ilmiah

9 Maret 2012   07:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:19 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan terakhir, dunia pendidikan di Indonesia dihebohkan oleh kebijakan pemerintah yang mensyaratkan publikasi jurnal ilmiah dalam kelulusan mahasiswa S1, S2, S3. Sontak kebijakan ini mendapat tanggapan miring berbagai pihak mengingat riset belum menjadi kultur pendidikan akademis di Indonesia. Pemerintah ibarat hendak menyulap situasi ini dalam semalam. Ada sebuah tulisan yang cukup bisa menjelaskan hambatan pelaksanaan kebijakan ini.

Kalau menurut saya, strategi paling tepat dalam membenahi masalah seretnya publikasi ilmiah mirip dengan strategi yang digunakan oleh mantan Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, saat membangun kekuatan SMK. Strategi yang dipakai yaitu mensosialisasikan kepada masyarakat kenapa harus masuk SMK sambil membangun SMK-nya sendiri. Di jaman Bambang Sudibyo dulu, Kemendiknas sering mengiklankan manfaat sekolah di SMK, dan bahkan, kalau saya tidak salah ingat, sampai punya acara sendiri di Metro TV.

Langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah sosialisasi manfaat publikasi ilmiah bagi para calon peneliti. Pemerintah harus memberikan alasan yang jelas kenapa kita meneliti. Apakah pemerintah akan mendanainya? Apakah peneliti akan diganjar beasiswa keluar negeri? Apakah penulis akan diminta menjadi pengajar di perguruan tinggi? Atau manfaat yang seperti apa? Meneliti itu tidak murah. Dengan rata-rata gaji di Indonesia yang sangat ngepress, benar-benar mepet dengan kebutuhan pribadi, tentu kita akan memilih memanfaatkan waktu luang untuk mencari penghasilan tambahan. Kalau waktu dihabiskan meneliti, maka hilanglah potensi pendapatan seseorang dari aktivitas sambilannya. Belum termasuk bagi para peneliti sains yang seringkali percobaannya membutuhkan perlatan dan bahan-bahan yang harganya tidak murah.

Pemerintah juga harus mensosialisasikan cara-cara publikasi ilmiah. Hasil tanya jawab saya secara acak kepada beberapa teman saya, sejauh ini 100% tidak tahu bagaimana membuat publikasi ilmiah termasuk saya. Yang tidak kita ketahui di sini adalah siapa saja penerbit publikasi ilmiah dan cara menghubunginya. Bagaimana kita mau berinisiatif membuat jurnal ilmiah, kalau bagaimana menerbitkan jurnal ilmiah saja kita tidak tahu.

Langkah terakhir adalah pemerintah juga harus membangun penerbit publikasi ilmiahnya sendiri. Pemerintah harus melihat berapa kapasitas penerbit dalam mempublikasi saat ini dan berapa proyeksi pertumbuhannya. Harus dilihat berapa banyak orang yang siap mereviu jurnal ilmiah yang masuk. Kalau penerbitnya saja tidak siap menampung, bagaimana bicara peningkatan kapasitas produksi.

Tiga langkah di atas bagi saya adalah strategi yang paling pas apabila pemerintah memang ingin menggenjot publikasi ilmiah. Jika pemerintah bisa dengan jelas mensosialisasikan apa manfaat publikasi ilmiah, saya rasa minimal pemerintah sudah memiliki satu orang yang berminat, yaitu saya sendiri, dan saya yakin saya bukan satu-satunya. Daripada nanti jurnal ilmiah di Indonesia dipenuhi dengan tulisan yang penuh keterpaksaan dari penulisnya dan toleransi dari pereviunya atas nama kelulusan mahasiswa, akan jauh lebih baik apabila jurnal ilmiah diisi tulisan-tulisan orang yang berinisiatif. Bagaimanapun, saya pikir akan ada perbedaan besar antara jurnal ilmiah yang disusun atas dasar inisiatif dengan jurnal ilmiah yang disusun dengan keterpaksaan.

Kunjungi blog saya di untaianmakna.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun