Mohon tunggu...
Habibah
Habibah Mohon Tunggu... Orang biasa

Suka nulis dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "GJLS: Ibuku Ibu-Ibu", Gambaran Sampah Masyarakat di Indonesia

19 Juni 2025   18:00 Diperbarui: 19 Juni 2025   18:00 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thumbnail trailer film "GJLS: Ibuku Ibu-Ibu" (Sumber: YouTube Cinema 21)

Kamu tidak salah baca. Film "GJLS: Ibuku Ibu-Ibu" benar-benar menggambarkan bagaimana kehidupan sampah masyarakat di Indonesia. Hifdzi si penyanyi dangdut dari panggung ke panggung, Rigen si pawang hujan, dan Rispo si pemain judol dan super mesum. Bukan. Ini bukan Hifdzi, Rigen, dan Rispo di kehidupan nyata. Tapi peran mereka di film ini. Nama peran mereka di film benar-benar disamakan dengan nama aslinya, entah apa alasannya.

Secara tak langsung, film besutan Monty Tiwa ini menyampaikan kritik sosial yang sangat dalam kepada penonton. Betapa menyusahkannya pelaku judol dinasihati, betapa mudahnya perempuan dijadikan objek pelecehan seksual, betapa mudahnya seseorang terfitnah karena teknologi AI, dan betapa masih percayanya masyarakat Indonesia kepada hal-hal tidak masuk akal seperti profesi pawang hujan. Semua ini dihadirkan dalam peran kakak beradik Hifdzi, Rigen, dan Rispo.

Bisa dibilang, ketiga bersaudara itu merupakan orang-orang terbelakang yang sama sekali tidak bisa mengurus diri. Mereka hanya bergantung pada bapaknya, Tio (Bucek Depp), yang masih memiliki peninggalan indekos dari istrinya. Itu pun akhirnya tidak terurus karena sang istri, Kartini, diceritakan meninggal dunia di awal film. Bahkan, indekos itu pun diambil alih oleh Sumi (Luna Maya), adik kelas Tio semasa sekolah, yang membuat alur cerita makin ruwet.

Meski begitu, film ini tetap layak ditonton sebagai hiburan bagi mereka yang sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Agar bisa diambil hikmahnya, dan dibuang segala buruknya dari film ini. Karena film ini memang menceritakan orang-orang "nakal", sehingga banyak ucapan, sumpah serapah, dan perbuatan tidak pantas yang dilakukan para pemainnya. Jadi jangan deh bawa anak kecil untuk nonton film ini, yang ada malah ditiru lagi.

Tapi di balik itu, alur ceritanya memang cukup seru. Penonton banyak dihibur dengan segala kelakuan lucu dalam film ini. Misalnya seperti adegan Mulyo (Benidictus Siregar) yang bertingkah seperti orang gila ketika merayu Feni (Nadya Arina)-atas perintah dari ketiga bersaudara, Rigen yang melumuri wajahnya dengan cairan merah milik Sumi, sampai ketika Rispo digebukkin rame-rame atas ide Feni karena otaknya yang mesum itu. Ah, itu paling puas sih!

Oh ya, ada satu adegan yang masih menyisakan tanda tanya bagi saya, yaitu ketika dokter (Umay Shahab) tiba-tiba memukul ketiga bersaudara di lorong rumah sakit setelah keluar dari kamar bapak ketiga bersaudara itu. Sebelumnya, di dalam ruangan, si dokter hanya bertanya, "Jadi, kalian tidak tahu bapak sedang mengidap penyakit?" (kalau tidak salah seperti itu). Dan adegan itu pun masih tanda tanya karena isinya hanya bloopers tanpa adegan yang sebenarnya.

Akhir kata, buat kamu yang mau nonton, film "GJLS: Ibuku Ibu-Ibu" masih tayang di banyak bioskop Indonesia. Ingat, jangan bawa anak kecil meski ini film komedi. Selamat menonton dan sampai jumpa di review film selanjutnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun