Mohon tunggu...
Henki Kwee
Henki Kwee Mohon Tunggu... -

Belajar memahami apa yang terjadi di sekitar dan menulis untuk berbagi pendapat.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Keadilan Bagi Cina Benteng

31 Mei 2010   03:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:51 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cina Benteng menjadi topik ulasan di berbagai media belakangan ini karena adanya penggusuran yang dilakukan oleh pemda Tangerang di kawasan pemukiman mereka. Liputan tentang kehidupan Cina Benteng di harian Kompas kemarin semakin melengkapi gambaran tentang kelompok masyarakat ini. Semoga ulasan kemarin juga dibaca oleh para pembuat kebijakan yang mempengaruhi kehidupan kelompok ini. Masalah penggusuran di kawasan pemukiman kelompok ini memiliki beberapa persoalan yang perlu diselesaikan dengan bijaksana, tidak bisa hanya berdasarkan salah satu peraturan kemudian dipaksakan untuk dilakukan penggusuran. Apakah tidak ada jalan kompromi agar tercapai solusi yang memuaskan semua pihak? Cobalah kita lihat dari beberapa hal berikut. Dari sisi sejarah, Cina Benteng sudah bermukim di tempat tersebut jauh sebelum republik ini terbentuk sehingga mereka bisa dianggap sebagai salah satu stakeholder dalam membentuk kebudayaan setempat dan memperkaya kebudayaan nasional dengan berprinsip pada NKRI. Keberadaan mereka harus dihargai dengan segala permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Sebagai warga negara sudah selayaknya mereka juga diperhatikan dan dibantu sebagaimana negara memperhatikan kehidupan kelompok yang kurang beruntung. Mereka jauh lebih baik karena tidak merugikan orang lain dan tidak merepotkan pemerintah karena mereka sendiri sudah repot memikirkan diri mereka untuk dapat hidup layak. Masalah aktual yang dihadapi kelompok ini adalah wilayah pemukiman mereka yang melanggar peraturan yang berlaku sekarang sehingga harus digusur demi tegaknya peraturan tersebut. Apa persoalan yang dihadapi peraturan tersebut? Kalau boleh bertanya, selain penggusuran adakah cara lain yang dapat dilakukan agar komunitas mereka tidak tercerai-berai sehingga kebudayaan mereka tetap dapat dipertahankan dan tujuan pemda Tangerang juga tercapai? Apakah kebersihan/ketertiban yang terjadi setelah penggusuran memiliki nilai yang lebih tinggi dari hilangnya kebudayaan mereka? Mungkinkah ide Romo Mangun yang menata kali Code di Jogja dapat dijadikan inspirasi dalam menata pemukiman kelompok ini? Di sisi lain, pemerintah berupaya agar warisan kebudayaan yang masih ada dapat dipertahankan. Terbukti tidak sedikit upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mengembangkan dan mempertahankan warisan budaya. Mengapa dalam hal ini pemerintah terkesan tidak memperhitungkan sumbangan budaya kelompok ini terhadap budaya nasional saat memutuskan penggusuran? Meski tidak terlau persis namun memiliki kesamaan dalam esensi, analogi perdagangan karbon (carbon trade) dapat dijadikan contoh dalam pelestarian budaya. Pemerintah berkepentingan supaya warisan budaya tidak hilang tapi di sisi lain kemajuan jaman memaksa suatu kelompok budaya untuk menghilangkan sebagian kebudayaan aslinya agar bisa beradapatasi dengan perubahan jaman. Jika pemerintah tetap ingin mereka mempertahankan keaslian budayanya dengan risiko mereka akan tertinggal dan kesulitan mempertahankan hidup maka sudah selayaknya pemerintah memberikan insentif/kompensasi agar mereka dapat hidup layak dengan tetap mempertahankan keasliannya. Insentif yang sama diberikan oleh pemerintah beberapa negara Eropa agar rakyatnya mau memiliki anak banyak untuk mengatasi berkurangnya jumlah penduduk. Di sisi lain, banyak anak membuat keluarga kesulitan membiaya kehidupan anak-anak mereka. Pemerintah campur tangan dengan memberikan insentif berupa jaminan kesejahteraan agar mereka mau dan sebagai kompensasi atas kesulitan yang akan mereka hadapi. Masalah penggusuran pemukiman Cina Benteng tidak bisa dilihat hanya dengan modal payung hukum yang ada. Ada unsur warisan budaya yang harus diperhitungkan dalam mengambil keputusan. Bukankah pelestarian budaya juga memiliki payung hukum? Seandainya nilai budaya bisa dinilai dengan uang mungkin kita baru bisa melihat untung ruginya penggusuran paksa ini. Penataan kota penting tapi akan lebih bernilai bila penataan tersebut dilakukan dengan mempertahankan budaya setempat sehingga kota bukan hanya sekedar kumpulan bangunan yang tertata rapi. Peraturan hendaknya tidak dibaca secara harafiah karena pada dasarnya hukum adalah alat untuk menata kehidupan sosial berdasarkan rasa keadilan  bukan berdasarkan pemahaman yang membuat atau yang mendapat perintah untuk menjalankan. Salam. [caption id="attachment_154090" align="alignnone" width="272" caption="diunduh dari google"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun