Kabut tipis dan hawa dingin mengiringi perjalananku pagi itu, namun tak sedikitpun menyurutkan niatku untuk mengunjungi sebuah desa yang cukup jauh dari tempat tinggalku. Mungkin tak banyak orang yang tau tentang sebuah desa kecil di selatan Kabupaten Sidoarjo ini. Desa Kedung cangkring, yang masih menjadi bagian dari Kabupaten Sidoarjo namun dipisahkan oleh sungai Porong  dari daratan utamanya. Desa ini masuk kedalam kecamatan Jabon dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Pasuruan di bagian selatannya.
        Tak hanya sendiri aku mengunjungi desa tersebut, kebetulan aku bergabung dengan salah satu acara walkingtour sejarah yang diselenggarakan oleh Het.Oudegebouw dan pecinta sejarah Sidoarjo. Sebetulnya aku sering melewati desa ini jika akan pergi ke Pasuruan, jika dilihat sekilas suasananya seperti desa-desa pada umumnya yang sepi dengan suasana syahdu,  namun baru aku tau ternyata disini adalah daerah yang pertama kali menikmati gemerlapnya listrik saat era kolonial.
        Acara dimulai pukul 8 pagi, dinginnya pagi itu perlahan menghilang seiring meningginya sang Fajar kala itu. Acara dibuka oleh panitia dengan didampingi oleh beberapa warga dan sesepuh desa yang bersedia menemani kami menyusuri perkampungan ini. Memang jika dilihat sekilas dari jalan raya akan tampak biasa saja dengan desa ini, namun saat memasuki salah satu jalan desa kami dibuat terkagum dengan deretan rumah tua megah yang berdiri di sepanjang jalan desa ini.
        Bagaimana kami tidak terkagum melihat berbagai bangunan dengan angka tahun yang cukup tua tersebut tersembunyi jauh dari pusat kota Sidoarjo. Usut punya usut ternyata wilayah ini sudah didiami oleh para saudagar kaya mulai abad ke 19, hal ini dibuktikan dengan beberapa rumah tua dan salah satunya tertera angka tahun pembuatan yaitu 1818 yang mungkin kami duga sebagai rumah tertua di wilayah ini, atau mungkin di kabupaten Sidoarjo.
        Kegiatan yang aku ikuti nampaknya mengundang rasa penasaran warga sekitar dan mulai berbondong-bondong melihat apa yang sedang kami lakukan saat itu, bahkan beberapa warga memperbolehkan kami untuk memasuki rumah megahnya kala itu. Bahkan mempersilahkan kami untuk memotret sudut-sudut unik di dalam rumahnya, kekaguman tak berhenti disitu bahkan kami menjumpai berbagai perabotan kuno yang masih digunakan hingga hari ini, mulai dari cermin besar, ranjang tempat tidur hingga berbagai furnitur lawas terpajang dengan rapi diberbagai rumah warga
        Komoditas utama yang diperdagangkan oleh para saudagar di desa ini pada jaman dahulu yaitu berupa Kain batik, banyak rumah bekas tempat produksi batik, dan ada juga yang masih berjualan kain batik namun tidak seramai jaman dahulu. dari beberapa rumah kuno ini ada yang masih dihuni oleh pemiliknya dan ada pula yang berubah menjada rumah walet bahkan beberapa rumah kuno yang masih dihuni memiliki lantai 2 yang kemungkinan dahulu digunakan untuk menjemur kain batiknya