[caption id="attachment_316793" align="aligncenter" width="620" caption="ayam dan lapeh (ilust kompas epaper)"][/caption]
Typo yang merupakan pemendekan dari typographical error (salah ketik atau salah cetak) memang selalu terjadi pada media cetak betapa pun sang editor atau sang penyelaras kata sudah berbuat semaksimal mungkin memelototi draft sebelum turun cetak. Istilah typo ini disebut juga dengan literal (literal error) dalam bahasa Inggris British. Memang sekarang ada sarana autocorrect yang memberi warning alias lampu kuning manakala sebuah kata ditengarai “salah ketik”, namun ironisnya justru autocorrect ini yang setempo membuat koran yang tadinya sudah mengeja benar malah jadi “salah tulis”.
Di koran Kompas Minggu kemarin (23 Maret 2014) di halaman “Nama & Peristiwa” pada artikel berjudul “Rasa Minang” diberitakan bahwa kelompok BE3 yang terdiri dari Nola, Cynthia Lamusu dan Widi Mulia akan membawakan serangkaian lagu-lagu Minang pada acara Sabana Rancak Sumateraku di Grand Indonesia, Jakarta. Dituliskan di situ “Mereka akan membawakan lagu-lagu Minang seperti “Ayam dan Lapeh” sampai “Bareh Solok” yang pernah dipopulerkan Elly Kasim”. Sedari kecil dulu, setahu saya nama lagu ini adalah “Ayam den Lapeh” yang bermakna harfiah “ayamku lepas”. Secara simbolis lirik lagu ini menggambarkan sesuatu yang amat berharga terlepas dari genggaman kita. Nah, kalau ditulis menjadi “Ayam dan Lapeh” tentu akan menimbulkan gelak tawa bagi yang memahami bahasa Minang ini.
[caption id="attachment_316833" align="aligncenter" width="604" caption="rumah sakti (ilust kompas epaper)"]
Di koran Kompas hari ini (24 Maret 2014) saya juga bersua dengan typo yang tak kalah menggelikan. Pada berita yang berjudul “Ada Harapan Wilfrida Bebas” diwartakan tentang kasus Wilfrida Soik, TKI asal NTT yang divonis hukuman mati karena didakwa membunuh majikannya di Singapura. Dari bukti baru di pengadilan yang menyatakan bahwa Wilfrida terganggu kejiwaannya, maka ada harapan dia akan dibebaskan. Inilah kutipan “Menurut dia, ada tiga kemungkinan keputusan hakim pekan depan, yaitu kasus Wilfrida dilanjutkan dengan pembacaan pembelaan sesuai jadwal, Wifrida dibebaskan dari segala tuntutan, atau ia divonis bebas karena sakit jiwa. Kalau yang terakhir, berarti Wilfrida harus masuk rumah sakti jiwa dulu.”
Kita memang mafhum bahwa semestinya frasa di atas tertulis “masuk rumah sakit” dan bukan “masuk rumah sakti”, namun tak ayal typo ini menimbulkan kelucuan yang tak disangka-sangka. Pernah ada tulisan tentang obituari Oom Liem (Liem Sioe Liong) yang disebutkan berjiwa sosial dan pada salah satu paragrafnya tertulis “Ia suka membatu siapa saja tanpa melihat latar belakang mereka”. Memang kelupaan satu huruf “n” saja, namun efek yang ditimbulkan karena typo ini cukup menggelikan. Pasalnya, “ia suka membantu” dan “ia suka membatu” adalah dua keadaan yang sama sekali berlainan.
“Typo” memang embarrassing (bikin malu) sang editor, tapi kiranya janganlah dia “diseneni” (digerutui), karena semua dari kita selalu liable (berkemungkinan) membuat kekeliruan tulis. Jadi artikel ini saya buat hanya sekadar untuk membuat kita tersenyum, bukan untuk tunjuk hidung apalagi tonjok hidung sang editor. Just take it easy.