Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Tall Poppy Syndrome' alias 'Sirik Pertanda Tak Mampu'

4 Oktober 2012   06:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:17 2281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1349367915751495812

[caption id="attachment_209768" align="aligncenter" width="600" caption="(ilust herbusinessmagazine.com)"][/caption] Saya baru menemukan istilah bahasa Inggris padanan dari cibiran ‘Sirik pertanda tak mampu’ yaitu ‘Tall poppy syndrome’. Istilah ini banyak dipakai khususnya oleh orang Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru untuk melukiskan fenomena sosial di mana orang dengan keunggulan menonjol (genuine merit) ramai-ramai ‘dikeroyok, dijegal, dimusuhi’ karena bakat dan prestasi mereka yang jauh melampaui rekan-rekan dalam kelompoknya (peers).

Konon istilah ‘tall poppy syndrome’ ini diilhami dari legenda raja Romawi yang lalim bernama Tarquin Sang Pongah (Tarquin the Proud). Pada suatu hari, dia kedatangan utusan dari anaknya Sextus Tarquinius, yang meminta petunjuk kepada ayahnya berkenaan dengan tugasnya sebagai penguasa tunggal di Gabii. Alih-alih menjawab pertanyaan itu, raja Tarquin malah beranjak ke kebun bunga dan di sana dengan tongkatnya dia membabati perdu bunga poppy yang paling tinggi tumbuhnya. Jemu menunggu jawaban sang raja, akhirnya utusan ini pulang kembali ke Gabii dan menuturkan apa yang dilihatnya kepada Sextus. Perlambang ini ditangkap dengan jitu oleh Sextus yang menafsirkan agar dia ‘menghabisi’ semua orang menonjol di Gabii demi mengamankan kedudukannya. Dan itulah yang dilakukannya.

Kiasan ‘tall poppy syndrome’ ini sudah ada di Australia semenjak tahun 1864 dan umumnya ditujukan pada para politisi. Politisi yang beruntung mendapat gelar kebangsawanan dari kerajaan Inggris, namun (oleh sementara orang) dipandang tak layak, disebut dengan ‘tall poppy’. Tall poppy dalam peradaban manusia memang sering menimbulkan rasa iri dan dengki. Mereka sangat menonjol prestasinya (apakah dalam intelektualitasnya, kekayaannya, atau bakatnya) yang sesungguhnya merupakan aset yang bernilai bagi masyarakat atau bangsanya. Tak kurang dari Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher pernah menyampaikan filosofinya pada pidato di depan publik Amerika Serikat dengan ucapan “Let your poppies grow tall.” Kiasan ini mungkin kurang begitu dipahami oleh masyarakat Amerika pada masa itu yang memang tidak familiar dengan perumpamaan seperti ini.

Dari kiasan ‘tall poppy syndrome’ kemudian terlahir istilah ‘crab mentality’ (mentalitas kepiting). Kalau kita amati perilaku sekawanan kepiting yang disimpan di dalam ember, maka akan terlihat pemandangan yang menarik. Semua kepiting berupaya untuk memanjat keluar dari ember. Tetapi alih-alih mereka saling mendukung dengan bergotong-royong, justru kepiting yang berada di posisi paling bawah akan menarik rekannya yang sudah hampir mencapai puncak tepi ember hingga jatuh kembali. Dan begitu seterusnya. Inilah yang disebut dalam bahasa slang kita dengan ‘ancur-ancuran’ (if I can't have it, neither can you).

‘Sirik pertanda tak mampu’ nampaknya bukan karakter eksklusif bangsa kita. Dalam bahasa Skandinavia ada istilah ‘javenloven’ (Javen Law), dalam bahasa Belanda ada istilah ‘maaiveldcultuur’ (maaiveld = permukaan tanah, cultuur = budaya). Jadi kurang lebih dapat dimaknai dengan ‘budaya mencium tanah’, di mana orang yang berdiri tegak akan dijegal, disorong agar terjerembab mencium tanah. Bahkan seorang presiden dari United States Steel Corporation bernama Benjamin Franklin Fairless, dengan pedas pernah mengeritik mentalitas ini dengan berkata: "You cannot strengthen one by weakening another; and you cannot add to the stature of a dwarf by cutting off the leg of a giant.” (Anda tak mungkin memperkuat diri dengan cara melemahkan orang lain, dan Anda tak mungkin menambah tinggi badan orang cebol dengan cara memotong kaki raksasa).

Berkaitan dengan istilah ‘tall poppy syndrome’, juga dikenal pepatah bahasa Jerman Schadenfreude’ yang berasal dari kata Schaden (musibah) and Freude (kegirangan). Jadi maknanya ‘kita senang kalau melihat orang lain mendapat musibah’. Dalam bahasa gaul, sering dinamakan dengan 4S (Senang kalau melihat orang susah, susah kalau melihat orang senang). Kata ‘schadenfreude’ ini sudah terserap dalam kosakata bahasa Inggris dengan makna yang persis sama. Ada juga istilah Inggris ‘morose delectation’ yang secara bebas dapat diterjemahkan dengan ‘mendoakan orang supaya celaka’. Dalam ajaran gereja zaman dahulu, ‘morose delectation’ termasuk dalam dosa besar. Dalam bahasa internet ternyata juga ada istilah ‘lulz’ yang bermakna ‘ketawa puas melihat orang lain mendapat celaka’.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun