Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tak Dinyana Kita Banyak Mengekor Ungkapan Bahasa Belanda

12 Agustus 2013   18:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:24 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Ada banyak ungkapan dalam bahasa Indonesia yang sering kita ucapkan ternyata mengekor dari ungkapan (idiom) bahasa Belanda yang khas. Saya katakan ‘khas’ karena idiom ini praktis cuma dimiliki orang Belanda dan tidak pernah kita jumpai pada idiom bahasa Inggris. Kita sering mengungkapkan kalimat berikut ini: Dia adalah darah dagingku sendiri. Dalam bahasa Belanda disebut dengan ‘Dat is mijn vlees en bloed’ (vlees = daging, bloed = darah). Maknanya persis sama yaitu ‘dia adalah anak/keturunan saya sendiri’.

Orang yang meninggal kita katakan dengan ‘menghembuskan napas penghabisan’ yang dalam idiom Belanda disebut dengan ‘de laatste adem uitblazen’ (laatste = terakhir, adem = napas, uitblazen = menghembuskan). ‘Menerima seseorang dengan tangan terbuka’ disebut dengan ‘iemand met open armen ontvangen’ (arm =lengan, ontvangen = menerima). Ungkapan ‘menepuk dada’ dengan permaknaan ‘membanggakan diri’, dalam kiasan Belanda disebut dengan ‘zichzelf op de borst slaan’ (zichzelf = sendiri, borst = dada, slaan = menepuk/memukul).

Ungkapan ‘satunya kata dan perbuatan’ yang bermakna ‘konsekuen’ dalam ungkapan Belanda diucapkan dengan ‘de daad bij het woord voegen’ (daad = perbuatan, woord= perkataan, voegen = menyatukan). Ungkapan ‘seperti petir di siang hari bolong’ juga menyadur dari ungkapan Belanda ‘Als een donderslag bij heldere hemel’ (donderslag = petir, helder = cerah, hemel = langit). Kiasan ‘benang merah’ juga mengutip dari perumpamaan Belanda ‘de rode draad’ (rood = merah, draad = benang), pun demikian dengan istilah ‘panjang lebar’ meniru dari kata majemuk ‘wijd en zijd’.

Para politisi sering mengucapkan kalimat ‘itu cuma isapan jempol’ yang dalam bahasa Belanda dikatakan dengan ‘Uit zijn duim gezogen (duim = jempol, zogen = mengisap). Ucapan menista ‘otak udang’ juga berpadanan dengan ‘Een garnaal heeft ook een hoofd’ (garnaal = udang, hoofd = kepala). Kalau kita mau mengatakan ‘sulit untuk mengetahui seberapa kaya seseorang’ biasanya akan berucap ‘uang itu tidak ada baunya’ dan dalam bahasa Belanda disebut dengan ‘geld stinkt niet’ (yang bahkan ada peribahasa dalam bahasa Latinnya yaitu ‘pecunia non olet’).

Orang yang besar mulut disebut dengan ‘een grote mond hebben’ dan ‘makan angin’ disebut dengan ‘naar lucht happen’ (lucht = angin, happen = melahap). Orang yang gampang naik pitam kita sebut dengan ‘sumbu pendek’ dan dalam bahasa Belanda diujarkan dengan ‘een kort lontje hebben’ (kort = pendek, lont = sumbu, hebben = mempunyai). Bahkan ada sejumlah kata majemuk yang persis dipetik dari bahasa Belanda seperti ‘jiwa raga’ (ziel en lichaam), kurang lebih (min of meer), pulang pergi (terug en vooruit).

Ya, nampaknya benang merah bahasa Melayu dan bahasa Belanda masih tetap terjalin meskipun kita sekarang tidak menyadarinya lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun