Mohon tunggu...
Gusblero Free
Gusblero Free Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Freelance

Ketika semua informasi tak beda Fiksi, hanya Kita menjadi Kisah Nyata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Doa Ini Akan Menguji Iman Anda

4 Maret 2018   14:19 Diperbarui: 4 Maret 2018   15:25 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doa Ini Akan Menguji Iman Anda

"Allahumma ahyinii miskiinan, wa amitnii miskiinan, wahsyurnii fii jumratil masaakiin".

Doa di atas adalah satu dari sekian banyak doa yang diajarkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW untuk umatnya. Hadits tersebut derajatnya hasan.Artinya tidak berisi informasi yang bohong, tidak bertentangan dengan hadits lain dan Al-Qur'an dan informasinya kabur, serta memiliki lebih dari satu Sanaddan disetujui keakuratannya oleh sebagian besar pakar hadits.

Tetapi, bisa jadi hadits yang berisi ajaran Nabi tersebut menjadi doa yang paling tidak populer, bahkan cenderung tidak dipilih (otomatis paling jarang dipraktekkan) oleh kebanyakan kaum muslimin, berkaitan dengan lafadz 'miskin' yang terkandung dalam doa itu.

Bukan saja oleh muslim Indonesia. Saya mengkonfirmasi pada teman yang memiliki keluarga di Arab, paham bahasa Arab, sehari-hari menggunakan bahasa Arab pun, doa itu menjadi doa warisan Nabi yang bisa dibilang paling tidak populer diamalkan. Dalam istilah sekarang, secara rating kalah jauh dengan misalnya, doa minta kenaikan derajat, doa minta kaya, doa minta jodoh, doa minta anak, dan sebagainya.

Padahal dalam diri Nabi, Allah telah menyampaikan "laqad kana fi rasulillahi uswatun hasanah" [QS Al-Ahzab: 21].Dalam diri Rasulullah SAW itu ada teladan yang baik. Dari tutur kata Beliau, akhlak Beliau, kecerdasan Beliau, gaya hidup Beliau, hingga tata cara ibadah secara totalitas terbaik. Begitupun termasuk yang Rasulullah SAW contohkan dalam hal berdoa.

Akan halnya demikian, benarkah lafadz "miskin" dalam doa tersebut dimaksudkan sebagai "orang-orang yang tidak berkecukupan di dalam hidupnya atau orang-orang yang kekurangan harta"?

Sebagai seorang muslim yang taat, yang ingin menjalankan apa yang sudah diajarkan Kanjeng Nabi secara kaffah,tak urung doa di atas memaksa kita berhenti sejenak. Inilah doa dari ajaran Rasulullah SAW yang bisa dibilang paling menguji iman.

Saya bertanya pada banyak orang, termasuk juga mencari literasi terjemahan paling "aman dan nyaman" untuk dipraktekkan. Anda silakan juga berselancar menemukan rujukan melalui mesin pencari. Hampir semuanya menyampaikan tentang "kandungan lafadz", tetapi bukan "makna lafadz". Asbabundoa, history,riwayat atau riwayatnya, tetapi bukan dari lafadz "miskin" itu sendiri.

Penterjemahan terbanyak berisi tentang penafsiran. Bahwa lafadz "miskin" yang dimaksud dalam doa tersebut adalah "Orang yang khusyu' dan mutawaadli (orang yang tunduk dan merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala)".

Akan tetapi, bisakah doa di atas yang secara umum terjemahannya: Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang miskin", digantikan dengan "Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadhu', dan matikanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadhu', dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yang khusyu' dan tawadhu"?

Dalam literasi budaya Jawa ada dikenal hidup secara sederhana. Miskin tidak apa-apa asalkan setiap kali membutuhkan sesuatu ada dan tersedia. Ini maknanya juga bukan miskin, atau kondisi paling krusial, yang menumbuhkan tindakan yang terbaik yang kemudian kita sebut sebagai kondisi tawakkal. Miskin jelas juga tidak sama dengan pas. Pas butuh pas ada.

Kalaupun lafadz "miskin" diartikan "pas-pasan", misalnya begitu. Beranikah Anda memanjatkan doa dengan pemahaman makna seperti itu? "Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan pas-pasan, dan matikanlah aku dalam keadaan pas-pasan, dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yang pas-pasan"?

"Allahumma ahyinii miskiinan, wa amitnii miskiinan, wahsyurnii fii jumratil masaakiin".

Saya menghabiskan banyak waktu untuk merenungkan doa ini, mengkaji kandungan di dalamnya. Pada akhirnya saya meyakini formulasi pemahaman yang bisa jadi butuh banyak penyempurnaan, namun satu hal pasti membuat saya tidak canggung lagi dalam pengamalan.

Menurut saya, lafadz "miskiinan"tidaklah akan bisa diganti dengan lafadz "dhaif" sekalipun, meskipun secara konotasi sama, namun makna harafiahnya berbeda. Lafadz "miskiinan"dalam doa tu adalah makna semantik, makna kata menurut maksud dari subyek itu sendiri. Dan inilah mengapa sebuah doa menjadi personal. Keseimbangan pemahaman yang hanya bisa dipahami oleh Obyek dan subyek itu sendiri. Wallahu 'Aliimun Khabir.

"Allahumma ahyinii miskiinan, wa amitnii miskiinan, wahsyurnii fii jumratil masaakiin", bagi saya berarti "Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan tidak memberati (diberati) apa-apa, dan matikanlah aku dalam keadaan tidak memberati (diberati) apa-apa, dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yang tidak memberati (diberati) apa-apa."

Hidup tidak memberati (diberati) apa-apa, menjalani hidup sebagai sebentuk amanah dengan menyerahkan hasil sepenuhnya pada Kehendak Allah. Mati dalam keadaan tidak memberati (diberati) apa-apa, hilangnya keresahan atas apa yang telah dicapai sepanjang menjalankan amanahnya hidup.

Dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yang tidak memberati (diberati) apa-apa. Tidak diberati perasaan bersalah yang itu maknanya dosa di hadapan Allah. Juga tidak memberati amalan yang kita pikir akan jadi sebentuk pahala yang akan menyelamatkan diyaumill akhir. 

Karena, berapapun pahala dari amalan bisa engkau kumpulkan, semuanya kembali pada Allah,fafirru ilallah,bergantung pada Kehendak Allah. Dalam mahligai amal serupa apapun engkau akan tetap miskin di hadapan Allah.

Shallu 'ala Muhammad.

 

Wonosobo, 4 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun