Mohon tunggu...
Yoyok Suharto SE MM
Yoyok Suharto SE MM Mohon Tunggu... Motivator dan Life Coach -

Yoyok Suharto adalah seorang motivator yang mengkhususkan pada bidang Harmonisasi Kerja para pegawai dan persiapan Pensiun Bahagia, Selain sebagai Motivator, Yoyok Suharto adalah seorang Master of Spiritual Life serta pengusaha Batik Kumoro Joyo yang beralamatkan di jalan lowanu No. 8 Yogyakarta. Yoyok Suharto juga merupakan seorang pengasuh Majelis Ta'lim Al Furqon Yogyakarta serta sebagai pengasuh komunitas Suluk Sastra Gending Mataram. Disela sela kesibukannya selalu menyempatkan waktu untuk menulis artikel yang berkaitan dengan pembentukan karakter Manusia untuk menjadi pribadi yang lebih mulia. Yang saat ini dapat diakases melalui website www.yoyoksuharto.com .

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyadari Kedudukan untuk Meningkatkan Kualitas Maqom

4 Mei 2018   07:00 Diperbarui: 4 Mei 2018   08:07 3478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     Arti maqom adalah kedudukan manusia di hadapan Allah, Makna maqom adalah untuk mengetahui posisi dan tanggung jawab yang harus di lakukan atau di af'al-kan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya maqom Hamba Allah, maka kita haruslah benar-benar taat dengan segala perintah dari perintah dan larangan Allah, karena sebagai hamba tentu kita harus taat kepada Allah. Misalnya Maqom Wali Allah, maka seseorang tersebut atau Wali (utusan) tersebut akan melakukan perintah Allah untuk menyelamatkan dan membimbing manusia kepada jalan Allah dengan diiringi sifat kasih sayang yang bersumber dari Allah Azza Wa Jalla.

     Banyak para ahli sufi dan tasawuf yang menjelaskan tentang beberapa tingkatan Maqom, seperti yang di jelaskan oleh Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, menjelaskan beberapa maqom seperti Maqom Taubat, Maqom Sabar, Maqom Faqir, Maqom Zuhud, Maqom Tawakal, Maqom Mahabah, Maqom Ma'rifat dan Maqom Ridho. Sedangkan tokoh sufi lainnya seperti Ibn Atha'illah menjelaskan beberapa tingkatan maqom seperti, Maqom Taubat, Maqom zuhud, Maqom Sabar, Maqom syukur, Maqom khauf, Maqom ridha dan tawakal, Maqom mahabah. Selain para sufi diatas masih banyak yang menjelaskan beberapa tingkatan maqom bagi seorang salik dalam bersuluk-nya.

     Merujuk dari arti dan makna maqom serta perjalanan spiritual dari seorang guru yang saya hormati beliau menjelaskan kepada saya bahwa ada beberapa tingatan maqom yaitu:

     Maqom yang paling tinggi dan sempurna yaitu Nabi Muhammad SAW dengan kedudukan sebagai Rasullullah. kemudian ada  Maqom Nabiyullah,  Maqom Khalifatullah,  Maqom Kholillullah, Maqom Dabiatullah, Maqom Ruhullullah, ada pula Maqom Kalamullah (Nabi Musa). Selanjutnya ada Maqom Salammullah, Maqom Rahmatullah,  Maqom Habibbullah, Maqom Karimullah, Maqom Waliyyullah, Maqom Radhiallah, Maqom Sidiqullah, Maqom Hamba Allah, Maqom Kufurullah (orang-orang yang kufur nikmat di hadapan Allah), Maqom Fasikullah, Maqom Munafikullah, Maqom Kafirullah (maqom terendah seorang manusia di hadapan Allah, yaitu kafirullah).

     Sebagai seorang salik tentunya kita harusnya mengetahui kedudukan kita di hadapan Allah atau yang sering di sebut MAQOM, dengan mengetahui maqom kita, tentu akan memudahkan cara berpikir kita untuk mengaplikasikan kehidupan sesuai dengan maqom yang kita sandang atau kita duduki, atau yang ingin kita raih. Selain itu, bila kita mengetahui tentang kedudukan maqom tentunya akan membuat kita semangat untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita di hadapan Allah Azza Wa Jalla.

     Ada hal penting yang harus kita garis bawahi, yaitu jangan sampai  terjebak pada maqom kufurullah, fasikullah atau munafikullah apalagi sampai pada maqom kafirullah. Sebagai seorang salik kita harus waspada pada kondisi diri kita, oleh sebab itu marilah kita tingkatkan kewaspadaan kita, agar  benar-benar bisa menduduki maqom minimal HAMBA ALLAH yaitu seorang manusia yang taat akan perintah Allah.  Seorang hamba Allah tentunya memiliki komitmen yang kuat untuk tidak merugikan orang lain, tentu selalu jujur diri dalam kehidupannya (yaitu selalu memperbaiki diri), dan selalu istiqomah dalam menjalankan perintah Allah.

     Dalam realitas kehidupan tingkatan kedudukan itu merupakan hukum yang pasti, sepertinya adanya kedudukan yang paling rendah, ada kedudukan yang selevel, ada kedudukan yang tinggi dan ada kedudukan paling tinggi baik itu hubungan manusia dengan Allah ataupun hubungan manusia dengan manusia.

     Disini saya akan mencoba  mengambil contoh dalam lingkungan keluarga untuk memberikan inspirasi tentang memahami kedudukan serta aplikasinya. Seorang suami tentunya memilki kedudukan yang paling tinggi dalam rumah tangga dan sebagai imam, kemudian seorang istiri memiliki kedudukan di tengah dalam keluarganya, serta seorang anak memiliki kedudukan paling bawah dalam susunan sebuah keluarga. Biasanya seorang suami yang merasa dirinya paling tinggi dalam keluarga serta merasa menjadi imam dalam keluarga, maka segala pendapatnya harus dipatuhi oleh istri dan anak-anaknya, hal inilah yang sering menjadi penyebab konflik dalam keluarga, karena ada kalanya sang istri tidak sependapat dengan suaminya.   Begitu pula dengan cara berpikir anak dan tindakan anak, terkadang kita sebagai orang tua sangat berharap dengan sekuat mungkin apa yang menjadi keinginan kita sebagai orang tua dituruti oleh anak-anak, kondisi ini juga sering menjadi sebab terjadinya konflik keluarga antar orang tua dan anak.

     Apabila kita memang memiliki KEDUDUKAN yang paling tinggi, bila selalu memaksakan kehendak terhadap orang yang memiliki kedudukan di bawah kita, biasanya akan sering terjadi konflik, oleh sebab itu ada hal yang perlu di garis bawahi yaitu SADARILAH bahwa kedudukan yang paling tinggi semestinya memiliki ilmu kemampuan untuk bersabar agar dapat mendengar, menimbang, dan merundingkan dengan lingkunganya baik itu keluarga ataupun lingkungan pekerjaan.

     Akan terasa lebih indah bila kita mampu menjadi pendamping yang sangat menyadari tentang kemampuan orang di lingkungan kita, sehingga mereka mampu mencapai apa yang mereka harapkan dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip keselamatan di dunia maupun akhirat.

     Bila kita MERASA PALING pandai, paling atas dalam kedudukan, paling hebat diantara orang-orang lain, maka biasanya akan terjebak pada EGO dan KESOMBONGAN, oleh sebab itu berhati-hatilah dalam menyadari tentang KEDUDUKAN yang kita peroleh ataupun yang kita duduki. Orang yang mengerti tentang ILMU SABAR, tentu akan mampu mendengar aspirasi dari bawah atau orang lain, baik itu tentang kehidupan, pekerjaan, spiritual, cinta dan lain-lain. Orang yang SABAR tentunya akan dapat mengolah kondisi lingkungannya dengan baik dan benar, tanpa harus merusak keadaan, melainkan memperbaiki keadaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun