Mohon tunggu...
Sholahuddin
Sholahuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Pekerja Media

Laki-laki pencari Tuhan. Lahir di Boyolali, Jateng. Bekerja di sebuah penerbitan pers di Solo.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

UU Pers, "Lex Specialis" Setengah Hati

9 Januari 2019   12:04 Diperbarui: 11 Januari 2019   02:12 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
merdeka.com/luthfi rahman

Karena itu bila terjadi sengketa terkait pemberitaan masyarakat atau pihak yang dirugikan bisa menggunakan UU lain, seperti KUHP maupun UU ITE.  Dalam UU pers tidak mengatur, misalnya, kasus pencemaan nama baik, berita palsu, dan sebagainya. 

Di UU tentang Pers tidak mengatur persoalan yang terkait delik pers seperti di KUHP maupun UU ITE. UU Pers lebih banyak mengatur soal kehidupan pers secara umum.

Di UU itu hanya ada satu pasal yang ada ancaman hukuman, dalam hal ini pidana, yakni BAB VIII tentang Ketentuan Pidana. Pasal itu menyangkut ancaman tindakan orang yang menghalang-halangi wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik, serta sanksi hukum bagi perusahaan yang terkait pemberitaan dan opini yang melanggar norma-norma agama, rasa kesusilaan dan asas praduga tak bersalah, serta pers yang tidak melayani hak jawab serta larangan memuat iklan yang melanggaran ketentuan.

Kemudian perusahaan pers yang melanggaran ketentuan pendirian badan hukum serta tidak transparan dalam mencantumkan alamat, pengelola secara terbuka melalui media yang bersangkutan serta percetakan bagi penerbitan pers. 

UU Pers ini tidak memadai sebagai lex specialis. Menurut Sirikit Syah (2011), perlunya UU Pers dalam kasus sengketa media (media disputes), bukannya KUHP karena UU Pers dianggap lex specialis sebagai pernyataan itu dianggap tidak jujur kepada masyarakat.

Menurut dia, ada satu syarat aturan hukum dianggap khusus hanya bila ada pasal yang sama di dua aturan yang berbeda  (lex specialis dan lex generalis).

Sementara aturan tentang pencemaran tidak diatur dalam UU Pers, maka desakan agar kasus-kasus pencemaran nama baik, dst tidak dapat diselesaikan melalui UU ini. Publik atau objek berita bisa dirugikan karena tidak terakomodasi dalam UU itu.

Selama ini hanya ada nota kesepakatan antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia agar setiap sengketa terkait pemberitaan diselesaikan melalui mekanisme UU Pers lebih dulu. MoU tersebut adalah No : 2/DP/MoU/II/2017 dan No : B/15/II/2017 tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. 

MoU

Salah satu klausul dari MoU tersebut mengatakan setiap menerima laporan tindak pidana terkait tugas wartawan maka masalah tersebut maka penyeledikan polisi akan mengarahkan pihak yang berselisih utnuk melakuikan tahap-tahap mulai menggunakan hak jawab, hak koreksi serta pengaduan ke Dewan Pers maupun proses perdata.

Ini sesuai mekanisme di UU Pers. Bila pihak pengadu tidak bisa menerima, maka baru bisa menempuh jalur hukum lainnya, tapi dengan mengisi formulir pernyataan di atas kertas bermaterai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun