Mohon tunggu...
Syabar Suwardiman
Syabar Suwardiman Mohon Tunggu... Guru - Bekerjalah dengan sepenuh hatimu

Saya Guru di BBS, lulusan Antrop UNPAD tinggal di Bogor. Mari berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sayang Anak Didik, Ayo Divaksin!

11 Maret 2021   18:18 Diperbarui: 11 Maret 2021   20:17 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Pribadi dan Dikreasi Sendiri

Namun yang paling berat dari persoalan tadi adalah tidak ada motivator yang terus menerus mengingatkan sebaik guru.

"Pak bagaimana ya, anak saya di semester kemarin masih semangat, tugasnya semua dikerjakan, nilainya juga tetap bagus. Namun saat ini tak ada satu pun tugas yang dikerjakan, perilakunya berubah drastis setelah terselang liburan.  Penyebabnya keranjingan permainan dalam jaringan.  HPnya tak pernah lepas, makan pun sambil tetap menatap layar.  Menjadi agresif, kalau diingatkan marah. Diajak ke psikolog,  dia berkata memang adik sakit dengan nada tinggi. Saya khawatir Pak.  Ibu/Bapak Guru jangan kunjungan rumah ya.  Dia ngancam akan tambah marah. Saya bingung Bu". Demikian keluh seorang Ibu.  Oleh karena itu kalau sayang anak didik, ayo divaksin.  Jangan sampai kehilangan generasi masa depan.

Stress saat Mau Divaksin

Cerita negatif tentang lika-liku vaksin ternyata sangat berpengaruh pada mental pendidik dan tenaga kependidikan yang akan divaksin.  Saya sendiri mengalami itu, mimpi saya di malam sebelum divaksin, adalah ruangan yang penuh dengan orang berbaju putih dan siap dengan jarum suntik. Namun saya untungnya sejak habis sholat Isya, memang berniat langsung tidur, cukup istirahat, meskipun diselingi mimpi tadi.

Beberapa teman pendidik  yang saya kenal tensi darahnya banyak yang tiba tiba naik.  Tensinya naik tadi ada beberapa kemungkinan, terpengaruh cerita negatif vaksin, kurang tidur karena akan divaksin, tidak terbiasa melihat jarum suntik.  Tetapi faktor cerita negatif karena pemberitaan menurut penulis paling berpengaruh terhadap naiknya tensi darah. Beberapa akhirnya tetap tidak bisa divaksin.

Ada cerita teman guru lelaki, saat tensi pertama tekanan darahnya 180,  ia harus istirahat sebentar. Namun teman tadi tidak kembali ke meja pertama saat ia ditensi, ia memilih meja lain yang petugasnya perempuan dan hasilnya turun ke 160, dan itu menjadi cerita yang seru ketika ada teman yang gagal menurunkan tensi darahnya. "Makanya cari yang petugasnya perempuan", demikian kata teman saya.

Namun hal ini terbantahkan, ada teman satu lagi yang tensi darahnya tetap di atas 180, padahal sejak awal petugas yang melakukan cek tensinya adalah perempuan. Oh ya saat divaksin tensi darah memang harus di bawah 180, kalau sama atau lebih disarankan untuk istirahat, tetapi kalau selama istirahat tidak juga turun, artinya ditunda program vaksinasinya.

Berterimakasihlah pada Guru Cerewet

Berterima kasihlah pada guru yang tiap hari terus memberikan motivasi, meski kadang beberapa murid merasa diomelin.

Saya dulu kalau sedang mengajar sering menyampaikan berterimakasihlah pada Guru atau Ibu yang cerewet.  Cerewet itu tanda sayang dan hanya dilakukan pada orang yang dikenal, cenderung disayang. Dalam cerewet itu ada kekhawatiran, ada rasa sayang meskipun terkesan berlebihan.

Penulis sepakat bahwa pembelajaran tatap muka harus dipercepat.  Meskipun nanti pada pelaksanaannya prosedur kesehatan harus tetap dijalankan dengan ketat namun nyaman. Masalah kemudian nantinya menjadi blended learning, tetapi anak-anak akan bergembira karena diberikan ruang untuk berekspresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun