Mohon tunggu...
Cak Kartolo
Cak Kartolo Mohon Tunggu... -

Iklan rokok membuat masyarakat kita permisif terhadap asap rokok. Pendukung gerakan anti-JPL (Jaringan Perokok Liberal). Penggagas hash tag #buangsajarokokmu

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Terbongkarnya Dukungan Kamar Dagang Amerika kepada Industri Rokok

4 Juli 2015   15:32 Diperbarui: 4 Juli 2015   20:21 3506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Indonesia ditunggangi kepentingan lobbyist industri rokok asing"][/caption]

Sudah baca artikel New York Times tentang terbongkarnya kolusi Kamar Dagang Amerika (KADAM) atau US Chamber of Commerce (USCC) yang mendukung industri rokok global dan menghambat gerakan pengendalian tembakau di berbagai belahan dunia? Artikel tersebut ditulis oleh wartawan NYT, Danny Hakim. Anda bisa baca lengkap di sini "US Chamber Works Globally to Fight Anti-Smoking Measures".

Intinya, artikel tersebut membongkar kelakuan lobbyist dari KADAM/USCC ke negara-negara berkembang yang akan menerapkan kebijakan pengendalian tembakau. Misalnya ada negara yang mau menaikkan tarif cukai rokok, maka dengan gesit dan agresif lobbyist dari KADAM ini beraksi, kirim email/surat setengah ngancem negara-negara tsb. Lucunya, Indonesia negara dengan jumlah perokok 1/3 populasi sebiji pun kaga disebut-sebut di artikel tsb. Heran deh! Mungkin karena pejabat-pejabatnya lebih mudah 'ditekuk dan dielus' daripada dikerasin atau diancam-ancam kayak negara-negara lain.

Padahal kalau kita telisik dan baca dengan seksama berita-berita di media, tampak jelas posisi pandangan pejabat birokrasi (minus Kementerian Kesehatan tentu saja) yang sangat pro industri rokok global. Upaya pengendalian rokok melalui usulan kenaikan tarif cukai pun tidak lagi terdengar suaranya di Kementerian Keuangan. Yang jelas justru pejabat Kementerian Perdagangan yang sudah terang-terangan mendukung gugatan Indonesia terhadap kebijakan plain package Australia dengan alasan yang tidak logis dan kontradiktif.

Patut diduga KADAM melakukan pendekatan ke pejabat-pejabat tersebut sehingga kebijakan pengendalian tembakau jadi berlarut-larut dan berkepanjangan. Ini salah satu taktik industri rokok di dunia dalam melawan penerapan kebijakan pengendalian rokok. Juga tidaklah mengherankan jika ternyata gugatan Indonesia ke Australia di WTO pun besar kemungkinan didukung oleh KADAM. Kemungkinan aksi-aksi KADAM di dalam negeri AS jugalah yang membuat negara raksasa tersebut belum menandatangani FCTC sampai saat ini sementara negara-negara maju lainnya sudah.

Kenapa bisa demikian? Baca artikel opini ini "Thomas Donohue Sells US Chamber Of Commerce To Big Tobacco". Di artikel ini ternyata disebutkan bahwa Ketua KADAM saat ini, Thomas J. Donohue, sudah lama berinteraksi sebagai sohib alias kamerad industri rokok. Boleh dikata kamerad Thomas ini antek pendukung industri rokok (Philip Morris) yang dipasang di dalam KADAM. Tugasnya membela kepentingan industri rokok. Tentu saja banyak yang protes karena KADAM ini tidak hanya berisi industri rokok, tapi juga industri-industri lainnya, termasuk yang bergerak di bidang kesehatan seperti rumah sakit, asuransi, yang notabene berlawanan dengan kepentingan industri rokok.

Lihatlah, KADAM di bawah Thomas ini cukup agresif 'mendatangi' negara-negara berkembang yang hendak membuat aturan ketat pengendalian rokok. Maka tidak heran jika industri rokok di negara-negara berkembang 'maju pesat' karena pemerintah negara di mana industri ini direlokasi sudah 'ditekan' oleh KADAM dan bisa jadi juga didukung oleh konsul dagang dan kedutaan besar Amerika. Di era Bill Clinton, sempat ada kebijakan yang melarang kedubes Amerika memberikan dukungan bagi industri rokok di luar negeri. Sekarang tampaknya tidak ada lagi kebijakan tersebut.

Hubungan-hubungan semacam ini di Indonesia harusnya bisa menjadi bahan investigasi oleh media Indonesia, untuk kemudian diurai agar supaya jelas bahwa gerakan-gerakan anti pengendalian rokok di Indonesia ini sebenarnya adalah salah satu proxy dalam perang nikotin yang didukung industri tembakau secara global. Bentuknya bisa macam-macam: lobby pejabat tinggi, pressure groups dan frontliners seperti komtek, dll. Contohnya adalah pemanggilan pejabat Biro Hukum DKI oleh Menkopolhukam yang keberatan terhadap Pergub DKI nomer 01/2015 yang bakal melarang semua iklan rokok luar ruang di wilayah DKI. Di belakang pemanggilan itu adalah kepentingan industri rokok melalui underbouw-nya, AMTI. Contoh lain adalah adanya gerakan-gerakan liar penyelundupan RUU Pertembakauan di DPR juga melibatkan lobbyist-lobbyist yang membagikan dokumen-dokumen pro posisi industri kepada para anggota DPR yang baru dilantik beberapa bulan yang lalu untuk dibacakan dalam hearing-session.

Dalam beberapa opini yang saya tulis, Amerika - dan Inggris - 'berkepentingan' dengan keberadaan industri-industrinya termasuk industri rokok. KADAM memang bukan bagian dari pemerintah AS, tapi dalam banyak hal KADAM juga menyuarakan kepentingan AS di luar negeri. Apa kepentingan pemerintah AS? Pajak korporasi dan pajak atas dividen yang diterima baik oleh korporasi atau individu warga negara AS. Dengan berkembangnya industri rokok seperti Philip Morris di luar negeri, pemerintah AS memperoleh pemasukan berupa pajak dan dividen bagi warganya. Dan dengan prospek penduduk seperti di Indonesia, India dan RRC, pemerintah AS baik melalui kedubes maupun KADAM-nya agresif melakukan intervensi dari berbagai saluran agar kepentingan bisnis swastanya bisa masuk dan syukur-syukur menguasai pasar dalam negeri negara-negara tersebut. Indonesia saja, bisnis rokok saat ini mayoritas dikuasai oleh Sampoerna a.k.a. Philip Morris.

Keuntungan bagi pemerintah AS dari relokasi industri rokok ke negara-negara berkembang adalah mereka bisa melakukan pengendalian demi kesehatan warga tanpa harus kehilangan pendapatan. Warga AS bisa terlindung dari bahaya asap rokok melalui pembatasan impor via plain package misalnya, dan terlindung dari industri racun yang kerjaannya impor tembakau menghabiskan devisa (bikin defisit neraca perdagangan). Dengan demikian warga AS bisa lebih produktif dan tidak membuat tinggi anggaran kesehatan. Dari sudut pandang ketenagakerjaan, pemerintah AS juga tidak rugi wong industri rokok juga sudah full mesin. Dan yang tidak kalah penting, pemerintah AS tetap bisa memperoleh benefit dari pendapatan pajak dan dividen.

Indonesia saat ini sedang menggugat kebijakan kemasan polos Australia di WTO. Tidak tertutup kemungkinan Philip Morris meminta bantuan KADAM utk menekan (atau lebih tepat menagih janji Pemilu?, pen.) pemerintah Indonesia agar mau menggugat Australia. Posisi ini akan membuat Indonesia - jika kalah - susah dalam menerapkan kebijakan serupa di masa depan. Ini karena pejabat Kemendag tidak memiliki posisi pendirian yang tegas dalam mengartikan apa itu 'kepentingan Indonesia', tapi tegas dalam mendukung dan mengartikan 'kepentingan Philip Morris'. Jika Kemendag memang pro kepentingan Indonesia, seperti yang sudah saya opinikan berkali-kali, seharusnya mereka membatasi impor tembakau yang sudah makan porsi 49% dari total produksi tembakau. Lalu ikut mendorong KADIN untuk mempromosikan secara agresif tembakau Indonesia ke luar negeri. Dengan demikian, defisit neraca perdagangan tembakau Indonesia dengan negara-negara lain tidak lagi negatif seperti yang selama ini terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun