Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Keajaiban Doa Ibu dan Pendidikan Anak Tapanuli

29 Juli 2022   05:19 Diperbarui: 29 Juli 2022   05:27 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.ntt-news.com

Pagi-pagi benar Rolung mencuci mobil  istri saya dan langsung  berkata dengan semangat, "lae, ada orang kampung kami  dari  Tapanuli  Tengah (Tapteng)   ingin sekali kuliah tapi  orang tuanya tidak punya uang.  

Apakah  bisa  lae  membantu  mendapatkan beasiswa?   Rolung menanyakan itu karena dia mengetahui  kedekatan saya dengan Profesor Yohanes Surya  yang senang membantu anak-anak Indonesia yang ingin kuliah tetapi kesulitan ekonomi.  

Rolung  yang seorang duda itu sedang kasmaran dengan seorang gadis  dari  Tapteng.  Saya menduga Rolung semangat karena anak yang butuh beasiswa itu adalah   saudara gadis yang sedang didekatinya.

Rolung adalah  sopir yang  mengantar istri saya kemana dia perlu.  Rolung menjadi duda karena  ditinggalkan istrinya karena alasan ekonomi.  

Di masa  lajangnya  Rolung  adalah  pemain gitar dan berbagai alat  music untuk mengiringi lagu-lagui rohani di gerejanya.  Rolung pemain musik yang hebat.   Rolung pernah bergabung  dengan sebuah group  band  tetapi  mereka tidak sanggup menaikkan popularitasnya ke publik.

Ketika  bermain musik di gereja,   seorang gadis    bernama Lingling (nama samaran)   yang menjadi song leader dalam  acara kebaktian jatuh hati padanya yang kemudian menjadi   pacarnya.    Sang gadis  yang putri  orang kaya itu meyakinkan  Rolung untuk membentuk keluarga. Kita adalah keluarga bahagia nantinya  karena kita melayani Tuhan dengan   cara abang bermain musik dan saya menjadi song leader.  

Kita akan melayani Tuhan secara optimal.  Mereka pun menikah.  Tetapi dalam perjalanan pernikahannya, mereka  mengalami kesulitan karena si Rolung  gagal menjadi pemain musik terkenal dan menjadi buruh pabrik yang gajinya kurang untuk kebutuhan mereka dan dua anaknya.  Mereka pun berpisah.

Saya meminta Rolung agar anak yang bersangkutan menghubungi saya. Tetapi beberapa hari kemudian saya tidak dihubungi.   Karena tidak dihubungi  maka  saya  minta nomor telepon  anak yang dimaksud. 

Setelah saya telepon ternyata  mereka anggap  saya seorang penipu.  Prof. Yohanes Surya memang sedang mencari anak-anak negeri yang ingin kuliah  tapi  orang tuanya tidak mampu ekonominya.   Kaget juga  ketika disebut  saya penipu.

Saya berpikir agar saya  memutuskan komunikasi saja, tetapi saya mencari akal agar dia percaya bahwa saya bukan penipu.  Sebuah tantangan bagi saya.   

Kemudian, saya   tanya agamanya apa?  Pertanyaan saya agak diskriminatif tetapi saya pikir  pertanyaan itu lebih gampang meyakinkan agar  saya bicara  dengan tokoh agama mereka untuk rasionalisasi  keadaan. Anak itu kita sebutlah  namanya  si Dome.  Dome mengatakan agamanya Kristen.   Dimana kamu gereja?  Dome mengatakan gereja di HKBP.

Ketika Dome menyebut  HKBP maka saya meminta dia   untuk mengatur jadwal   saya bertelepon dengan pendetanya.  Dome mengatakan bahwa rumah pendetanya  cukup dekat dengan  rumahnya.  Kemudian saya minta Dome untuk mengantar telpon itu agar saya berbicara langsung. 

Sekira 5 menit saya bertelepon dengan pendeta perempuan yang marganya sama dengan istri saya.   Saya ajak pendeta itu berbincang tentang  darimana pendeta itu kuliah teologia. Pendeta itu menyatakan  lulus dari Sekolah Tinggi Teologia  STT di Siantar.

Ketika pendeta perempuan itu menyebut STT Siantara maka dalam rangka meyakinkan bahwa saya bukan penipu maka saya sebutlah nama-nama dosennya yang saya kenal di Siantar.  Pendetapun masih  ragu. Saya melanjutkan  sederet nama-nama pendeta HKBP yang terkenal mislanya Pdt. Einar Sitompul,  Pdt. Daniel Taruliasi Harahap,  dan cukup banyak pendeta HKBP yang saya kenal cukup dekat.  

Karena pendetapun masih tetap ragu maka saya  minta  agar minta tolong agar  gereja kami ditelpon.  Tidak mungkin saya penipu jika  ibu pendeta menelpon gereja kami.  Mendengar  tawaran saya agar menelpon gereja kami maka pendeta itupun yakin.

Pasca pendeta mereka memberikan sinyal bahwa saya bukan penipu,   beberapa hari kemudian,  Dome tak juga ada informasi. Saya menelpon Dome agar segera datang tetapi alasanya tidak ada ongkos.  Kalau alasanya ongkos maka saya anjurkan naik bus ALS saja dari Sibolga dan saya akan kirim  ongkosnya.  

Persoalan  Dome tidak hanya ongkos, tetapi  dia masih ingin membantu ibunya panen padi. Tidak ada kawan mamaku  panen padi.  Loh, katanya  mau serius  kuliah . Serius ngak sih?  Kalau tidak niat, kasih keputusan dong.  Oke, saya tunggu keputusanmu, susah bangat? Kalau serius telpon saya ya kataku sambil menutup telpon.  Saya agak emosi ketika itu.

Tidak lama kemudian dia menelpon saya bahwa  dia serius tapi tidak punya ongkos.  Kemudian  minta nomor rekeningnya.  Besoknya Dome menghubungi saya bahwa dia akan berangkat naik ALS.  Dia menuju  rumah saudaranya   tetapi saudaranya di Tangerang  yang  bekerja  di koperasi tidak setuju Dome kuliah karena tidak punya uang.  

Dalam kondisi lesu, Dome dengan saudaranya datang ke   rumah bersama seorang pendeta. Tiba di rumah langsung saya ajak ke kampus yang kami tuju.  Pendeta itu menanyakan akreditasi kampus  dan hal-hal yang terkait  akademik.  

Setelah melihat kampus dan penjelasan pihak kampus   maka  saudaranya Dome dan pendeta itu mendekati saya.  Lae,   adik kandungpun baru datang dari Sibolga.  Dia saja   tak saya buat kuliah.  Menurut saya Dome bekerja saja dulu.   Bagi saya lae,  kalau mau sukses kita kasih pancing bukan ikan.  Loh, beasiswa itu bukan pancing, bukan ikan tetapi kapal penangkap ikan, jawabku.  Apa masalahnya?   Dia beasiswa dan lae hanya menampung dia makan di rumah lae dan ongkos ke kampus. Dekat rumah lae  kampus.  Sederhana kan?

Melihat  saudaranya tidak setuju Dome kuliah maka saya ajak  Dome ke rumah kami.  Kami daftarakan dulu Dome ke kampus yang cukup dekat dengan rumah kami.  Ternyata setelah di rumah kami Dome tidak punya baju ganti.   Dome mengatakan bahwa di Lampung ada penumpang   yang salah bawa tas. 

Tas yang tinggal adalah  tas seorang ibu yang isinya pakaian anak balita.  Mendengar itu, istri saya membawa Dome membeli  pakaian termasuk  pakaian dalam.   Saya bilang Dome, bahwa  ceritamu cukup unik. Biasanya orang sukses itu pengalaman hidupnya unik. Ini ciri-ciri kamu akan suskes.  Terima kasih tulang, jawabnya.

Selama kuliah Dome tinggal di rumah kami. Dome rajin belajar dan nilainya sangat bagus.  Dome menjadi anak kandung di rumah kami.  Dalam perkuliahan Dome hanya kesulitan  ketika tugas akhir.  Dome agak sulit komunikasi dengan  dosen pembimbing  yang akhirnya saya telpon dosennya agar  dipermudah.  

Saya mengenal Dome secara pribadi dan akademik kataku ke dosen itu. Tolong jangan dipersulit anak saya.  Dosen pun mengiyakan walaupun Dome dimarahi di kampusnya. Dosen marah karena Dome dianggap cengeng.  Padahal, menurut saya  dosen yang tidak fokus.  Saya mengikuti kemampuan akademik Ternando  yang cukup bagus.  Saya pikir dosennya yang tidak fokus.

Tidak lama  setelah saya telpon dosennya Dome pun  lulus kuliah dan langsung bekerja di kantor sahabat istri saya.  Tiga bulan bekerja, istri saya  menganjurkan Dome pindah saja.  

Coba pilih tempat pekerjaanmu yang menambah wawasannmu secara luas dan potensi karirmu bagus.  Akhirnya Dome bekerja di sebuah bank swasta hingga kini.  Saya ingin Dome jadi ASN di kampungya di Tapteng. Karena saya pikir ASN cocok anak yang ulet, cekatan dan tulus bekerja.

Ketika Dome wisuda kedua orang tuanya datang ke Tangerang. Kami buat acara  syukuran di rumah kami. Dalam acara itu ayah dan ibunya berterima kasih kepada kami.   

Kedua orang tuanya berkata, "songon namarnipi do on dihami (ini bagaikan mimpi bagi kami). Ketika acara itu saya  tanya ibunya apakah Dome sudah mengirim uang  hasil jerih payahnya? Ibu itu mengatakan sejak bekerja Dome rajin mengirim uang.  Saya terharu mendengar kesaksian ibunya.  Saya melihat semua  yang dialami Dome karena doa ibunya.  Ibunya pasrah akan pertolongan Tuhan.

Beberapa waktu lalu, istri saya cerita bahwa Dome mengajak anak saya  Daniel yang berumur 15 tahun menonton bioskop.  Aku  terkagum-kagum mendengar anak saya  diajak  Dome menonton bioskop dan ditraktir sama Dome.  

Kok ditraktir menontop bioskop saja kok rasanya  bahagia ya? Kata istri saya, karena saya  merasa sukses  mendampingi Dome dari tuduhan penipu hingga  Dome kini bisa membantu keuangan keluarganya.   Analisis istri saya memang  selalu tajam dan akurat.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun