Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada Bukan Lomba Doa tapi Lomba Merebut Hati Rakyat

17 Oktober 2020   06:22 Diperbarui: 17 Oktober 2020   07:20 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu sore saya berbincang dengan pendeta. Pendeta itu menceritakan bahwa ada jemaat datang pagi-pagi hari ke rumahnya meminta pendapat apakah Tuhan masih berkenan terhadap dirinya. 

Pendeta itu bertanya apa yang terjadi? Jemaat itu mengakui bahwa lahan sawitnya itu diperoleh dengan cara-cara curang. Bagaimana sikap saya agar harta kekayaan saya berkenan di hati Tuhan? Di lahan sawit saya itu sudah saya bangun gereja dan saya berusaha agar karyawan saya perlakukan dengan taat hukum Undang-Undang ketenagakerjaan. Pagi hari sebelum matahari terbit meminta pendeta agar Tuhan mengampuni kecurangan yang pernah dia lakukan. Jemaat itu meminta dukungan doa agar batinnya sejahtera. 

Meminta dukungan doa ke pimpinan gereja sangatlah baik. Tetapi dalam konteks Pilkada tentu harus bijaksana. Pilkada bukanlah perhelatan lomba doa tetapi lomba merebut hati rakyat dengan cara menyampaikan gagasan agar rakyat keluar dari persoalan hidupnya.

Pilkada adalah pesta dialog dalam bentuk kampanye agar terjadi transformasi. Pilkada adalah momentum Pendidikan politik rakyat sebab Pendidikan politik rakyat tidak kontinu. Pendidikan politi rakyat hanya berjalan secara kontinu bagi rakyat yang aktif organisasi. Selama ini gerejapun tidak melakukan pendidikan politik rakyat dengan baik.

Pengalaman empirik kita selama ini bahwa acara dukungan doa menjadi polemik dan berujung kepada batu sandungan. Doa bukanlah alat untuk memenangkan Pilkada. Sebab, pengalaman selama ini mereka yang biasa acara-acara meminta dukungan doa banyak yang kalah. Mereka yang menang adalah yang kerja keras merebut hati rakyat. Mintalah dukungan doa kepada pimpinan gereja, kolega, keluarga dan sahabat  secara pribadi. Dan dukungan doa itu membuatmu jujur, menjaga integritas, menolak politik uang dan tidak berbuat curang.

Jikalaupun ada kompromi-kompromi dalam hal teknis, meminta maaflah kepada Tuhan secara pribadi. Tidak ada polemik  apapun jika meminta dukungan doa agar diampuni Tuhan secara pribadi. Berdoa bukanlah meminta legitimasi perbuatan-perbuatan kompromistis dalam hal politik. Kompromi itu wajar tetapi tidak dibenarkan. Tingkat kompromi wajar saja tetapi tidak kehilangan prinsip, khususnya prinsip bergereja, berbangsa dan bernegara.

Semua kita butuh doa. Doa agar diampuni, doa untuk sehat dan doa agar Pilkada lancar. Tetapi, sangat tidak etis ketika kesan acara doa dukungan pimpinan gereja dengan pesan sudah mendapat restu dari pimpinan gereja. Jika hal itu terbersit dalam pikiran kita, maka terjadi reduksi doa. Bahkan cenderung kemunafikan bertingkat.

Pilkada adalah momentum bagi kita untuk mengejawantahkan pergumulan iman kita. Jika kita menyukseskan Pilkada karena pergumulan iman kita untuk berbakti kepada rakyat maka kalah dan menang dalam Pilkada kita memiliki kontribusi memajukan rakyat. Dengan demikianlah kita menjadi berkat bagi sesama. Doa itu  mensejahterakan batin. Selama ini acara meminta dukungan doa selalu saja menghasilkan polemik. Jika acara dukungan doa menghasilkan polemik, maka acara itu menjadi renungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun