Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilihan Kata (Diksi) yang Membangun dan Melumpuhkan Buzzer Politik

2 Oktober 2020   04:57 Diperbarui: 2 Oktober 2020   05:02 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Elyoenaiblog.Net 

Pengalaman empirik saya selama bergerak di dunia pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)  seperti pelatihan guru dan siswa untuk tingkat Olimpiade Sains adalah melihat para trainer yang umumnya bergelar doktor itu adalah mereka memilih kata yang menyemangati.

Beberapa kali pelatihan  siswa di daerah terpencil  yang kualitas siswanya sangat jauh dari yang diharapkan, pilihan kata yang disampaikan adalah kamu bisa, kamu pintar, semangat, mengerjakan soal itu mudah.  

Saya  menyimpulkan  kiat Prof.Yohanes Surya, Ph.D menjadikan anak Papua yang berulangkali tinggal kelas menjadi juara olimpiade  sains tingkat dunia dan hingga meraih gelar Ph.D adalah diawali dari pilihan  kalimat, " kamu bisa, kamu pintar, mengerjakan soal itu gampang sekali".

Dari pengalaman empirik Prof. Yohanes Surya, Ph.D yang menjadikan siswa Indonesia langganan juara dunia dibidang sains  menghasilkan rangkaian kalimat, "tidak ada siswa yang bodoh, hanya mereka belum menemukan guru yang tepat".  Bagaimana solusi (jalan keluar)  ketika siswa menemukan guru yang belum tepat?

Jawabannya adalah guru-guru dilatih kembali agar memilih kata-kata yang membangun dan membenahi diri  (di up grade). Prof. Yohanes Surya  melatih guru agar menjadi guru yang mengajar dengan metode, "Gampang, Asyik dan Menyenangkan (Gasing)".  Metode  Gasing telah terbukti membangkitkan siswa daerah mampu bersaing di Olimpiade tingkat nasional dan tingkat internasional.

Pilihan kata dan dirangkai dengan baik telah menjadi energi dahsyat untuk menyemangati  setiap orang.  Saya menjadi ingat sahabat saya almarhum Dr.Victor Silaen, M.A seorang dosen yang giat menulis di  jurnal, media nasional, media lokal, media komunitas dan dimana saja yang selalu menyemangatiku untuk menulis. Rasanya, tidak mampu untuk mengikuti kehebatanya dalam tulis menulis.  

Tetapi, Victor Silaen selalu menyemangatiku. Kamu itu memiliki keunikan dalam menulis,  kamu orisinal dan kalau kesulitan  tata  bahasa akan saya edit. Memang harus  ada editor, katanya.  

Kemudian, setelah dibaca tulisanku  diberikan pilihan dikirim ke media mana saja. Ini bagus tulisanmu, cocok dikirim ke media A atau B atau C.  Hubungan itulah membuat  saya membatin dengannya. Pilihan kata untuk membangkitkan semangat luar biasa.

Dalam kehidupan sehari-hari acapkali kata-kata  atau kalimat yang muncul adalah  menekan , menyengat atau melemahkan, bahkan melumpuhkan.  Sikap menekan dan melemahkan itulah yang membedakan guru yang baik dan kurang baik. Pengamatan saya,  indikator guru sebelum dan setelah dilatih (up grade) adalah sikapnya yang memberi semangat ke siswa atau menekan.  

Kadang, guru menekan siswa karena wawasan dan pemahaman yang kurang  luas. Guru yang pemahamannya  luas  secara terus menerus  kreatif dan berinovasi agar cara mengajarnya dan esensi mata pelajaran dijadikan  menarik bagi siswa.

Memilih kata atau diksi yang membangun membutuhkan latihan secara kontinu. Tetapi ada kalanya seolah kontradiksi. Mislanya, apa pilihan kata bagi koruptor dan penjahat?

Pilihan kata apa yang membangun untuk mantan narapidana yang calon Bupati, Walikota, Gubernur yang belum menunjukkan tanda-tanda kemauan untuk berubah?

Sebagai contoh,  setiap  Bakal Calon (Balon) di Pilkada 2020 harus mengumumkan di media. Tetapi, dipilih  media yang oplahnya sedikit, itupun langsung dibeli semua agar tidak ada yang mengetahui isi pengumuman itu.  

Artinya, tidak ada niat mau berubah. Balon itu masih mempertahankan hidupnya yang lama. Andaikan kelihatan ada niat serius bahwa pernah narapidana dan diyakinkan bahwa akan berubah maka rakyat akan simpati.

Pilihan kata yang membangun memang harus mutlak, tetapi harus kontekstual.  Di berbagai media ada pendapat yang mengatakan kit acari kata yang keras soal korupsi.   

Kata korupsi itu semacam kata yang lembut, mungkin kata yang pas adalah mencuri.  Pilihan kata  uang komisi juga  sangat lembut, padahal uang komisi ini telah merusak kehidupan berbagsa dan bernegara. Misalnya, pejabat negara mendapat uang komisi dari pelaksana proyek.  Kalau dulu, jika uang komisi yang banyak disebutlah di tempat basah.  

Padahal, jika kita keras bicara uang komisi itu adalah sebuah kejahatan. Dalam Undang-Undang kita disebut gratifikasi. Nah, apa bedanya upeti, uang komisi, gratifikasi?. 

Ketika saya kuliah tahun 2000 an, saya pernah membaca   pejuang 45 yang tinggal di Jerman menulis, "bangsa  Indonesia itu sulit maju karena bangga dengan uang komisi, uang komisi sama dengan upeti".   

Pejuang 45  itu  melanjutkan bahwa budaya uang komisi membuat  anak-anak bangsa tidak produktif. Bangsa yang maju jika produktivitas warganya tinggi.  

Seorang yang produktivitasnya tinggi akan memberikan kontribusi besar bangi bangsa. Akumulasi produktivitas tinggi itulah membuat bangs aitu maju dengan baik. Sebaliknya, akumulasi  kebanggan uang komisi  akan merusak produktivitas. Bagaimana mungkin seseorang produktif jika komisi tinggi. Sebab, modal kerja sudah habis untuk komisi.

Ketika sekolah SD, SMP, SMA hingga kuliah, saya tidak suka pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Ternyata, setelah lulus kuliah tersadar bahwa Bahasa sangat penting untuk membangun negeri. 

Betapa pentingnya pilihan kata untuk melakukan perubahan untuk membangun.  Dua kata, kamu bisa yang disampaikan trainer kami di pelatihan Olimpiade Sains Nasional (OSN) yang kini berubah menjadi Kompetisi Sains Nasional (KSN)  telah terbukti ajaib melahirkan siswa yang handal dibidang sains. 

Perubahan nama Olimpiade Sains Nasional (OSN)  menjadi Kompetisi Sains Nasional (KSN) saja sudah mengubah paradigma.  Berubahnya kata Olimpiade menjadi Kompetisi  mengubah makna yang sangat tajam.

Olimpiade Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)  didefenisikan sebagai kegiatan festival. Kegiatan festival itu menunjukkan inovasi, kreativitas dan analisis dengan menggunakan ilmu matematika dan IPA. 

Kompetisi didefenisikan sebagai  persaingan pengatahuan siapa yang menang.  Jika menggunakan kata kompetisi fokusnya adalah kalah atau menang. Tetapi olimpiade adalah fokusnya kreatifitas dan inovasi. Betul, bahwa sama sama ada yang menang dan kalah. Tetapi fokusnya sudah berbeda.   

Kita melatih siswa agar semangat dan kelak mampu mengintegrasikan berbagi ilmu pengetahuan untuk menjawab kebutuhan rakyat. Kelak, ilmu pengetahuan menjawab persoalan-persoalan rakyat. Kini kita menghadapi Covid19,  karena itu ilmu pengetahuan yang akan menjawabnya.

Menyadari bahwa pilihan kata bisa membangkitkan semangat kreatif dan inovasi dan bisa pula melumpuhkan atau melemahkan semangat, maka komitmen kita untuk melatih diri membahasakan hal-hal yang tepat menjadi mutlak. Bahasa yang kita gunakan membangun diri kita dan orang lain. 

Dan, Bahasa yang buruk menyakiti diri kita dan orang lain.  Dalam hal, pilihan kata untuk kejahatan perlu juga dipilih agar mampu membangkitkan semangat kita melawan kejahatan itu. Mungkin ada benarnya kita ganti korupsi menjadi pencuri agar maknanya tajam menghentikan kejahatan luar biasa itu.

Bagimana dengan musim Pilkada diakhir tahun?. Apakah kita dapat memilih kata yang membangun terhadap diri kita, pendukung yang sama?

Pilihan kata apa yang tepat agar kita dengan orang lain yang pilihan yang berbeda tetap memilih Bahasa yang saling membangun?. Pilihan kata kita menunjukkan kedewasaan kita dalam politik.  

Dalam konteks Pilkada inilah kita dituntut matang dalam berargumentasi. Kendal akita memilih kata yang teapt adalah kehadiran buzzer politik yang secara sembrono menyerang. Sikap terbaik terhadap buzzer politik adalah diblokir. Mengapa? 

Karena buzzer politik telah sengaja menyerang. Mengajak para buzzer untuk lembut adalah kesiasiaan, karena tidak akan bisa. Buzzer politik memang hal yang disengaja seperti mesin  penggilas.  Karena buzzer adalah semacam mesin, maka dimatikan saja dengan cara blokir.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun