Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Komunikasi Cendekia dengan Awam untuk Menjadi Pemilih Rasional

11 September 2020   19:27 Diperbarui: 11 September 2020   19:43 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dedy Rahmat Blogger

Dalam perenungan saya yang dalam, saya ingat-ingat jumlah saya mengikuti pelatihan menulis cukup banyak. Dari pengalaman itu,  hampir semua mengharapkan agar tulisan itu ringan, asyik dan enak dibaca.  Dalam bahasa kerennya adalah menulis ilmiah populer. 

Dalam menulis ilmiah populer  kita diharapkan menuliskan hal-hal yang rumit  menjadi mudah dicerna pembaca. Bagaimana tulisan atau komentar kita dalam tulisan itu membumi. Bagaimana membumikan  ilmu pengetahuan atau informasi yang rumit agar dimengerti  masyarakat awam.  

Ketika saya menulis di media konvensional, rasanya asyik-asyik saja. Para pembaca memberikan pujian-pujian yang membesarkan hati dan membakar semangat agar rajin membaca, mendengar, mengamati, berkeliling-keliling untuk bahan tulisan.

Selain itu, harus rajin menghadiri seminar, dialog, diskusi kelompok secara rutin, dan berkumpul dengan beberapa komunitas untuk mempertajam pengetahuan. Ketika kuliah, beberapa kali meminjam uang ke teman  untuk ongkos atau membayar biaya seminar hanya supaya ikut seminar.  Betapa hausnya mencari informasi agar menambah pengetahuan untuk bahan menulis.

Kegiatan petualangan  untuk menambah wawasan  seolah  seperti candu, karena  dalam pikiran, jika mengikuti seminar atau dialog dipastikan mendapatkan ilmu pengetahuan. Dan, tentunya akan menambah bahan tulisan. 

Kini, di era medsos ada yang  menjengkelkan. Dalam dialog-dialog medsos itu cukup banyak yang kasar.  Beda sekali dengan dialog-dialog dalam seminar seperti dulu. Peserta seminar  semua ingin menggali pengetahuan orang lain untuk menambah wawasan.  Dalam konteks media sosial sangat berbeda.

Apa yang membedakan  dialog dalam  seminar atau dialog komunitas secara nyata dengan maya? Perbedaannya adalah dialog dialog di medos sangat heterogen. Jika dialog di seminar atau dialog komunitas umumnya homogen  dan motivasi yang hampir sama yaitu saling menggali ilmu dari  narasumber yang satu dengan yang lain. Kalau di medsos, motivasi yang berbeda dan  mungkin ada yang iseng saja. Pertanyaannya adalah  mengapa orang iseng  menghabiskan waktu dan pulsa begitu saja?

Dua hari yang lalu, saya menuliskan tentang betapa pentingnya mengetahui rekam jejak seseorang untuk dipilih menjadi pemimpin di Pilkada  9 Desember  2020. Seorang ibu menjawab, "tidak perlu kepo", ngapain diurusi  urusan orang lain? Kemudian ibu itu melanjutkan, karena semua ingin mengetahui rekam jejak sesorang maka kita tidak pernah maju. 

Saya menjelaskan mengapa kita harus mengetahui rekam jejak seseorang untuk pemimpin? Rekam jejak itu penting agar kita mengetahui latar belakang pemimpin kita agar  kita tidak tertipu. Bagaimana mungkin kita memilih  si A ternyata rekam jejaknya koruptor? Bagaimana mungkin kita memilih pemimpin si B ternyata rekam jejaknya  penjahat?

Latar belakang seseorang sangat menentukan bagaimana seseorang mengeksekusi/mengerjakan pelayanan kepada rakyat. Hanya orang  yang latar belakangnya baik yang dapat dipercaya untuk melayani rakyat. Jadi, melihat rekam jejak seseorang mutlak kita ketahui agar jangan salah pilih. Saya sangat serius menjelaskan alasan-alasan mengapa pemilih harus mengetahui rekam jejak dalam memilih.

Setelah  saya menjelaskan, dengan mudah ibu itu membalas, "Nampak sekali tidak punya pengalaman, belajarlah dulu, tulisnya". Karena saya penasaran, saya mencari namanya di google. Nama ibu  itu muncul di facebook dan instagram. Isi/konten statusnya pun tidak mengandung pencerahan. Saya menilai, pengetahuan dan wawasannya minim tetapi sikapnya  menggurui, bahkan sombong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun