Mohon tunggu...
Gunawan Mahananto
Gunawan Mahananto Mohon Tunggu... Freelancer - Ordinary people with extraordinary loves

From Makassar with love

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup di Kota, Negara, dan UMR yang Tidak Manusiawi

5 September 2019   08:02 Diperbarui: 5 September 2019   10:25 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 1993, 26 tahun lalu, saat saya mulai berdomisili di Jakarta, saya sudah rasakan kejanggalan hidup di Jakarta.

Standar gaji UMR saat itu ,sekitar 300 ribuan. Betul !  tidak manusiawi.  Jadi yang menetapkan standar UMR saat itu hingga kini , termasuk tidak berperikemanusiaan.

Mending, buang saja keharusan perusahaan terapkan standar UMR, biarkan saja perusahaan negosiasi sendiri sama pekerja nya. Ini lebih manusiawi. Kalau dianggap kurang manusiawi gajinya ,ya jangan masuk ke perusahaan itu. Ini hukum dasar ekonomi.

Bayangkan ,suatu perusahaan , mestinya bisa saja ,memberi upah 2 atau 3 kali lebih tinggi dari standar UMR. Tapi demi keuntungan lebih pemilik perusahaan , mereka pilih memberi gaji yang sesuai  UMR.  Tidak salah , tapi pemilik perusahaan itu jelas tidak manusiawi.
Benar sesuai aturan ,  belum tentu dianggap manusiawi . Sebaliknya , ada pengusaha yang modal , hoki dan kecerdasan pas pasan , kasih upah ke buruhnya juga aslinya nggak mampu .  Meski cuma sebatas UMR.  Apalagi kalau order nya tidak ada atau jarang. Asli rugi. Wadow.....😭


Kembali ke cerita saya , meski menerima upah sesuai UMR , saya putuskan mau hidup mandiri.  Sebenarnya ada keluarga yang bisa saya tinggali,untuk mengurangi ongkos bayar sewa kamar kos  . 

Tapi lokasi nya terlalu jauh dari tempat kerja. Padahal transportasi murah saat itu juga tidak manusiawi.   Pencopet ,penjambret, predator seks , penipu mencari lahan bisnis nya ya di transportasi umum itu. Korban nya ya kebanyakan orang orang cuek  dan naif  seperti saya.

Saat itu, saat sudah berhitung , dengan gaji 300 ribu ( include makan + transport), maka saya harus alokasikan dana maksimal  100 ribu  untuk sewa kamar kos. Di lokasi yang tidak jauh dari kantor di daerah Jakarta pusat.

Saat itu, mencari kos harga segitu adalah mission impossible. Kamar kos yang manusiawi saat itu sekitar 500 ribu. Sampai kemudian saya ketemu seorang  bapak pemilik usaha  kos ,dan ada ready 1 kamar kos seharga 100 ribu.  

Kemudian saya di tuntun, memasuki rumah kosnya  yang yang terbilang permanen dan modern. Wow...rumah kos nya 2 lantai ,dengan kamar kos nya tertapi rapi dan memberi kesan nyaman.  

Dalam hatiku, sungguh rezeki nggak lari kemana. Bapak ini adalah dewa penyelamat ku.  Tidak selalu ibukota lebih kejam dari ibu tiri. Selalu ada malaikat yang jadi pelindung kita.

Tapi saya kemudian mulia curiga , setelah bapak pemilik kos , tidak pernah berhenti di kamar kos . Nyelonong saja ke bagian belakang rumah.
Dia kemudian berhenti disuatu pintu kamar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun