Mohon tunggu...
Gunawan Sriwibowo
Gunawan Sriwibowo Mohon Tunggu... profesional -

Insan biasa yg mencoba berbagi hal2 melingkupi kita walaupun kecil namun insyaAllah ada manfaatnya.....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tersadar "Tragedi" Masa SMA

25 Februari 2018   21:21 Diperbarui: 26 Februari 2018   13:44 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ini mungkin kejadian langka yang terjadi dalam kehidupan. Peristiwa unik. Satu dari seribu.

Mengapa? Peristiwa ini saya sadari ketika sudah menjelang lanjut usia. Padahal kejadiannya terjadi pada saat saya sedang mulai masuk ke jenjang sekolah menengah atas (SMA).

SMA nya, kala itu di tahun 1989, adalah salah satu sekolah negeri favorit di kota Surakarta, atau Solo.  Sekolahnya dekat dengan lapangan Manahan (sekarang sudah menjadi stadion nan megah) dan juga kampus jurusan olahraga Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).

Semantara saya adalah lulusan SMP negeri dari sebuah desa di Kabupaten Grobogan yang lumayan jauh dari Solo. Kebetulan, saat itu, nilai NEM (Nilai Ebtanas Murni) saya lumayan tinggi. Tertinggi kedua se Kabupaten.

Masa itu, nilai NEM menjadi syarat mutlak diterima siswa/siswi masuk ke sekolah di atasnya. Keinginan orang tua saya untuk menyekolahkan anaknya ke kota pun terdukung dengan NEM saya. Akhir ya saya mendaftarkan diri ke SMA Negeri di Solo. Mengapa di Solo?

Satu alasan kuat mengirim saya ke SMA di Solo karena semua kakak saya sudah sekolah di Solo. Tiga kakak saya sudah lebih dulu sekolah di SMA N dan kuliah di UNS.  

Karena kakak-kakak di kontrak kan sebuah rumah kecil  yang dekat dengan tempatnya kuliah, maka mau tidak mau saya sebagai adiknya harus ikut bergabung di rumah kontrakan tersebut.

Nah... saat saya harus memilih ke SMA Negeri mana harus mendaftar, maka dengan jarak rumah kontrakan ke sekolah menjadi pertimbangan utama. Kami (saya dan keluarga sedikit percaya diri dengan NEM) akhirmya memutuskan memilih SMA Negeri 4 karena paling dekat dengan kontrakan.

Setelah menyerahkan semua persyaratan, siang harinya diumumkan pendaftar yang diterima

 Alhamdulillah, saya diterima. 

Tiba saatnya masuk sekolah pertama kalinya. Dasar saya dari dusun, maka model celana panjang seragam pun beda dari semua teman-teman di kota. Saat itu modelnya baggy atau ketat/ramping, sementara model celana saya agak cutbray. Sepatunya pun beda dari yang lainnya. Hampir semua teman memakai sepatu cats. Saya justru memakai sepatu kulit dengan sedikit ada hak nya (sepatu kerja/kantoran).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun