Mohon tunggu...
Gunoto Saparie
Gunoto Saparie Mohon Tunggu... Penulis

Sastra dan kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Seni

Surat Budaya Buat Gubernur Jawa Tengah

6 Oktober 2025   13:52 Diperbarui: 6 Oktober 2025   13:52 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Surat Budaya buat Gubernur Jawa Tengah

Oleh Gunoto Saparie

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, yang baik.

Di sebuah desa di lereng Merapi, ada seorang kakek yang setiap malam masih menembang macapat di beranda rumahnya. Tidak ada penonton. Tidak ada sorot lampu. Hanya bulan yang tergantung di langit dan suara jangkrik yang menimpali. Apa yang ia lakukan bukan sekadar hiburan. Ia menjaga ingatan, merawat warisan yang tidak pernah diminta tapi diwariskan. Seperti benih yang dititipkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Kita sering lupa bahwa kebudayaan, pada dasarnya, adalah cara manusia mengingat dirinya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menyebut kata-kata yang indah: perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, pembinaan. Peraturan Daerah Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2024 mengulanginya, kali ini dengan wajah lebih dekat: agar provinsi ini, dengan sejarah panjangnya, tidak kehilangan arah dalam derasnya arus zaman.

Tetapi pertanyaan pun muncul, Pak Gubernur. Apakah semua itu hanya akan menjadi kata yang tersimpan dalam lembaran perda? Ataukah ia sungguh-sungguh hidup, berdenyut, dan mengatur irama kebijakan?

Perda itu menyebut lembaga yang penting: Dewan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah. Sebuah wadah yang diharapkan menjadi ruang musyawarah, percakapan, sekaligus penjaga nalar kolektif tentang arah kebudayaan kita. Tetapi hingga kini, Dewan itu belum terbentuk. Seakan-akan ia hanya nama yang tertera, belum menjadi tubuh yang bernyawa. Bukankah setiap kebijakan butuh suara lain, suara kritis, yang bisa menjadi mitra dialog pemerintah? Bukankah kebudayaan selalu tumbuh dalam pertemuan, bukan dalam sunyi birokrasi?

Kita juga bisa bertanya: sudahkah ada sertifikasi tenaga kebudayaan di Jawa Tengah? Apakah pemerintah secara rutin menyiapkan ahli yang kompeten, yang tidak hanya pandai menyalin arsip, tetapi juga mampu menghidupkan makna dari warisan budaya itu? Tanpa tenaga yang mumpuni, pemajuan kebudayaan akan mudah tergelincir menjadi sekadar seremoni: festival yang meriah, tetapi hampa.

John Maynard Keynes, ekonom yang jarang dibaca dari sisi kemanusiaannya, pernah menulis: "The difficulty lies not so much in developing new ideas as in escaping from old ones." Kesulitan terbesar bukanlah membuat gagasan baru, tetapi melepaskan diri dari kebiasaan lama. Barangkali, dalam kebijakan kebudayaan kita, kebiasaan lama itu adalah melihat kebudayaan hanya sebagai tontonan, bukan sebagai pengetahuan. Hanya sebagai hiburan, bukan sebagai sumber daya yang strategis.

Bukankah kebudayaan adalah fondasi dari pembangunan itu sendiri? Tanpa kebudayaan, pembangunan hanya akan menghasilkan jalan raya yang mulus tapi tidak tahu ke mana akan dituju. Pengarusutamaan kebudayaan, sebagaimana diamanatkan, seharusnya hadir di setiap bidang: dalam tata ruang, dalam pendidikan, dalam kesehatan, bahkan dalam politik anggaran. Pertanyaannya, apakah ini sudah benar-benar dilakukan di Jawa Tengah? Ataukah kebudayaan masih diperlakukan sebagai "sisa", yang baru diingat setelah rencana pembangunan selesai disusun?

Albert Hirschman, seorang pemikir pembangunan, menulis bahwa pembangunan yang sejati bukan hanya mengukur hasil ekonomi, tetapi juga membuka kemungkinan bagi kreativitas manusia. Dalam pengertian itu, kebudayaan bukanlah ornamen pembangunan, melainkan inti. Ia yang membentuk rasa percaya diri masyarakat, memelihara solidaritas, dan membangun daya lenting menghadapi krisis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun