Mohon tunggu...
Gunawan BP
Gunawan BP Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa. Hanya seorang pemuda yang berasal dari Desa Bumi Pajo, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, NTB. Mencoba belajar dan berbagi melalui untaian kata dan kalimat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Moral Diabaikan

2 Mei 2017   23:07 Diperbarui: 2 Mei 2017   23:33 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika kita menyaksikan berita setiap hari, baik melalui media elektronik maupun media cetak, maka bisa dipastikan bahwa salah satu berita yang disuguhkan adalah berita tentang kejahatan. Entah itu berita tentang pencurian, penipuan, kekerasan, pembunuhan, tawuran, narkoba, ketidakadilan, korupsi, kolusi dan nepotisme, dan berbagai berita kejahatan lainnya, salah satunya pasti ada. Bahkan, berita-berita yang dimaksud di atas sudah menjadi konsumsi publik. Pelaku-pelaku kejahatan pun tidak hanya orang biasa, tetapi juga orang-orang yang telah mengenyam pendidikan tinggi bahkan mempunyai segudang gelar.

Pertanyaan kemudian adalah apakah hal demikian sudah menjadi budaya masyarakat bangsa Indonesia? Jawabannya tentu tidak. Ini merupakan fenomena yang terjadi yang diakibatkan oleh oknum-oknum yang tidak kenal lagi yang namanya moralitas. Inilah akibatnya ketika moral tidak lagi dikedepankan alias diabaikan. Bukankah baik buruknya tindakan seseorang dapat dilihat dari sikap/moralnya?

Ketika seseorang sudah tidak lagi mengedepankan moral ketika bertindak, maka bisa dipastikan ia akan melakukan tindakan kejahatan (amoral). Jika hal demikian terjadi, maka efeknya tidak hanya dirasakan oleh oknum tersebut akan tetapi juga dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya.

Dahulu ketika saya masih duduk di bangku SD, saya pernah diingatkan oleh kakek saya. Beliau mengatakan, “nak, kamu harus hati-hati, ketika kamu nanti sudah dewasa, akan ada orang-orang yang di mana dalam bertindak atau melakukan aktivitas sehari-hari sudah tidak mengenal lagi etika atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Tindakan-tindakannya selalu meresahkan dan membuat orang lain tidak nyaman, dan bisa juga melebihi perilaku binatang.” Saya sendiri tidak mengetahui persis mengapa kakek saya bisa mengatakan hal demikian. Padahal saya sendiri saja belum tahu apa yang terjadi dengan pribadi saya sebentar, besok, lusa, apalagi berpuluh-puluh tahun kemudian. Ataukah mungkin beliau mempunyai daya terawang yang sangat tajam, sehingga bisa mengatakan demikian? Wallahu a’lam. Tetapi saya yakin beliau mengatakan hal demikian pasti ada landasannya. Dan nyatanya ramalan beliau terbukti juga seperti yang saya sampaikan pada awal tulisan ini.

Mungkin inilah yang disebut dengan zaman jahiliah modern, seperti yang dikatakan oleh sebagian orang. Orang jahiliah modern maksudnya adalah bukan orang bodoh seperti arti secara harfiah dari kata jahil, tetapi orang yang kelihatannya memang cerdas secara akademik tetapi dalam tindakannya selalu ceroboh dan dianggap bodoh. Tidak mengenal mana yang baik dan mana yang buruk, tidak mengenal mana yang halal dan mana yang haram; di matanya semua sama saja, yang buruk dianggap baik apalagi yang sudah jelas buruk, dan yang halal dianggap haram apalagi yang sudah jelas haram.

Seperti yang saya paparkan di awal, kejadian amoral seperti itu ironisnya terjadi juga di lingkungan pendidikan (sekolah maupun perguruan tinggi). Inilah yang menyebabkan hancurnya moral generasi penerus. Kita ketahui bersama bahwa salah satu tugas daripada sekolah/perguruan tinggi adalah membimbing masyarakatnya (siswa/mahasiswa) menjadi manusia yang beradab, mengajarkan mereka agar mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak harus dilakukan. Bukankah arti pendidikan itu sendiri adalah memanusiakan manusia?

Para pembaca yang budiman, kapasitas saya di sini bukan untuk mencari kambing hitam, siapa yang harus bertanggung jawab kepada siapa, akan tetapi dengan adanya kejadian seperti ini paling tidak kita bisa berbenah diri, mengevaluasi diri, dan saling mengingatkan satu sama lain. Kita harus mulai dari diri dan keluarga kita, mulai dari hal-hal yang kecil, dan mulailah dari sekarang.

Kita yang mengaku cinta akan bangsa ini harus ambil bagian. Minimal saling mengingatkan satu sama lain kepada jalan yang bisa membuat bangsa kita semakin bermoral. Kita tidak boleh menyerahkan sepenuhnya tugas ini kepada lembaga yang berwewenang. Ini adalah tugas kita bersama. Semoga tindakan-tindakan kejahatan tidak lagi terjadi seperti yang kita saksikan akhir-akhir ini.

Wallahu a'lam.

Oleh: Gunawan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun