Mohon tunggu...
Gunawan BP
Gunawan BP Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa. Hanya seorang pemuda yang berasal dari Desa Bumi Pajo, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, NTB. Mencoba belajar dan berbagi melalui untaian kata dan kalimat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gaji Terbatas, Tanggung Jawab Tanpa Batas

15 Juni 2017   22:50 Diperbarui: 15 Juni 2017   22:54 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Guru merupakan salah satu profesi yang sangat mulia. Sebab, gurulah yang mampu membimbing dan mendidik anak didiknya hingga bisa membaca, menulis, menghitung, dan lainnya. Ya, guru mempunyai andil besar dalam membangun peradaban bangsa ini.

Guru merupakan pencetak generasi bangsa. Gurulah yang menjadi tumpuan suatu bangsa untuk melahirkan generasi yang berakhlak dan berbudi luhur. Mereka merupakan panutan dan sosok yang menjadi teladan, tidak hanya di lingkungan sekolah, namun juga di lingkungan masyarakat.

Saya percaya, bahwa tanpa guru kita semua tidak bisa mengenal aksara. Tanpa guru, kita tidak akan bisa mengenal baca, tulis, dan hitung. Semuanya, tidak lain, karena ada keterlibatan guru.

Tidak ada yang namanya seorang profesor, tanpa seorang guru. Tidak yang namanya gubernur, tanpa ia belajar dan menimba ilmu dari seorang guru. Ya, semua orang hebat, yang kita lihat di negeri ini, pasti ada keterlibatan guru yang membimbing dan mendidiknya sebelum itu. Itu semua karena jasa guru.

Guru mempunyai tanggung jawab yang "tidak terbatas." Inilah, salah satu alasan, menurut saya, mengapa guru dikatakan sebagai profesi yang mulia.

Bila kita menengok ke belakang. Misalnya, ketika sekolah dasar. Senakal apa pun kita, guru tetap saja mau membimbing dan mendidik. Ketika kita menangis, guru dengan cepat-cepat bergegas untuk mendiamkan kita. Bahkan, ketika kita ingusan, guru rela membersihkan ingusan kita, tanpa ada rasa jijik.

Mereka (baca: guru) tidak pernah merasa mengeluh. Tidak ada dalam kamus kehidupan guru yang namanya rasa berat hati, apalagi sampai membiarkan anak didiknya tidak terurus. Tidak hanya berhenti sampai di sekolah, guru pun tetap mau mengontrol anak didiknya ketika bergaul di lingkungan masyarakat.

Andai saja kita mau mengelilingi sekolah-sekolah, khususnya yang ada di pelosok, pasti akan ditemukan, bagaimana perjuangan seorang guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Mereka tetap berusaha semaksimal mungkin, bagaimana supaya anak didiknya bisa menjadi orang yang sukses dan hebat, menggapai apa yang dicita-citakannya.

Walau gaji pas-pasan, mereka tetap mau meluangkan waktunya untuk memberikan pengetahuan kepada anak didiknya. Gaji dan honor yang tidak seberapa bahkan jauh dari kata cukup, bukanlah menjadi hambatan buat mereka (baca: bagi guru honorer atau sukarela) untuk mengabdikan dirinya, demi mencetak generasi bangsa yang berakhlak baik.

Betul memang, walau gaji terbatas, mereka tetap setia dengan tugas dan tanggung jawabnya. Bahkan, banyak di antara mereka sepulang sekolah/mengajar yang mencari nafkah tambahan dengan bekerja sebagai penjual keliling kampung, berladang, berkebun, tukang ojek, dan lainnya. Sebab, gaji atau honor yang mereka dapatkan dari mengajarnya tidak mencukupi, bahkan jauh dari kata cukup. Ini juga yang terjadi di kampung asal saya (desa Bumi Pajo, kecamatan Donggo, kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat).

Semoga para guru di tanah air ini selalu diberikan kesehatan oleh Yang Maha Kuasa. Sehingga, bisa terus mengabdi dan menjalankan tugas dan kewajibannya untuk mencetak generasi yang berakhlak terpuji dan cerdas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun