Mohon tunggu...
guinensajingga
guinensajingga Mohon Tunggu... mahasiswa hubungan internasional Universitas Jember

saya adalah mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Globalisasi 2.0 : Dinamika Perang Dagang, E-Commerce, dan Tantangan Ekonomi Masa Kini

26 April 2025   11:28 Diperbarui: 28 April 2025   12:21 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita saat ini sedang memasuki sebuah tahap baru dalam proses globalisasi, yang sering disebut sebagai "Globalisasi 2.0". Berbeda dengan globalisasi sebelumnya, era baru ini ditandai oleh peran dominan digitalisasi yang menghubungkan negara-negara secara lebih intensif. Hubungan antarnegara kini tidak hanya terjadi dalam bidang ekonomi, tetapi juga merambah politik, teknologi, budaya, bahkan kehidupan sosial sehari-hari. Ketergantungan satu negara terhadap negara lain pun semakin dalam, menciptakan dunia yang saling terhubung lebih kuat daripada sebelumnya.

Fenomena-fenomena baru bermunculan sebagai ciri khas Globalisasi 2.0. Perang dagang antara kekuatan ekonomi besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, misalnya, menjadi salah satu bentuk persaingan global yang mencerminkan betapa kompleksnya dinamika hubungan internasional saat ini. Selain itu, platform-platform e-commerce global seperti Amazon, Alibaba, dan Shopee semakin menguasai pasar dunia, mengubah cara manusia bertransaksi dan berinteraksi secara ekonomi lintas batas negara.

Perubahan global ini bukan hanya dirasakan oleh negara-negara maju saja. Negara berkembang, termasuk Indonesia, juga merasakan dampaknya secara langsung. Di satu sisi, Globalisasi 2.0 membuka peluang baru. Teknologi digital memberi kesempatan bagi negara berkembang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, memperluas pasar, dan meningkatkan inovasi. Namun di sisi lain, muncul pula tantangan baru yang tidak bisa diabaikan, seperti kesenjangan akses teknologi antar wilayah, persaingan yang semakin ketat di perdagangan internasional, serta ketergantungan yang lebih besar terhadap kekuatan ekonomi global yang fluktuatif.

Salah satu dampak besar yang kini banyak disorot adalah perang dagang antara negara-negara besar, khususnya antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Persaingan ini mendorong munculnya kebijakan proteksionisme, di mana negara-negara memberlakukan tarif impor tinggi, membatasi ekspor barang-barang tertentu, serta memperketat kontrol terhadap teknologi strategis. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, situasi ini membawa konsekuensi serius. Stabilitas rantai pasok global menjadi terganggu, yang berdampak langsung pada sektor industri dalam negeri.

Kenaikan harga bahan baku impor, kelangkaan produk tertentu, serta ketidakpastian investasi adalah sebagian kecil dari banyak dampak yang ditimbulkan. Daya beli masyarakat bisa melemah karena harga barang impor yang naik, sedangkan industri dalam negeri harus menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan produktivitasnya. Dalam situasi seperti ini, ketergantungan terhadap pasar global tertentu menjadi risiko besar yang harus segera diatasi.

Oleh karena itu, negara berkembang dituntut untuk membangun daya tahan ekonomi yang lebih kuat. Salah satu caranya adalah dengan memperkuat sektor domestik, memperluas diversifikasi pasar ekspor, serta mengurangi ketergantungan terhadap satu atau dua negara mitra dagang utama. Mengembangkan hubungan dagang dengan berbagai kawasan dunia menjadi semakin penting agar negara tidak terlalu terdampak ketika satu pasar mengalami krisis.

Di sisi lain, revolusi di bidang e-commerce telah mengubah wajah perdagangan global dalam waktu yang relatif singkat. Platform-platform digital kini memungkinkan konsumen dari berbagai negara untuk berbelanja lintas batas dengan mudah dan cepat. Ini membuka peluang besar, terutama bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), untuk mengakses pasar global yang sebelumnya sulit dijangkau.

Namun seperti perubahan besar lainnya, kemajuan ini juga membawa tantangan. Produk-produk asing kini membanjiri pasar domestik dengan harga yang kompetitif, sehingga meningkatkan tekanan terhadap produk lokal. Pelaku usaha dalam negeri dituntut untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan teknologi agar tidak tertinggal. Tanpa strategi yang tepat, pelaku UMKM bisa tergilas oleh persaingan global yang ketat.

Bagi pelaku usaha lokal yang mampu beradaptasi, Globalisasi 2.0 justru menjadi peluang emas. Dengan memanfaatkan teknologi digital, para pelaku UMKM bisa memperluas jangkauan bisnisnya, meningkatkan efisiensi operasional, serta membangun brand yang dapat bersaing di pasar internasional. Contohnya adalah semakin banyaknya produk Indonesia yang kini bisa ditemukan di platform-platform besar seperti Shopee International Platform atau Amazon.

Dalam menghadapi kompleksitas Globalisasi 2.0, pemerintah negara berkembang seperti Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis. Penguatan sektor UMKM menjadi salah satu kunci utama. Hal ini bisa dilakukan melalui pelatihan literasi digital, pemberian akses ke platform perdagangan global, hingga bantuan pembiayaan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas produk.

Selain itu, perlindungan terhadap produk lokal juga perlu diperhatikan. Kebijakan yang mendukung promosi produk dalam negeri tanpa harus melanggar aturan perdagangan bebas bisa menjadi strategi jangka panjang untuk menjaga kedaulatan ekonomi. Diversifikasi mitra dagang juga perlu terus didorong, misalnya dengan mempererat hubungan perdagangan dengan kawasan Asia Selatan, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin.

Pemerintah juga harus mendorong investasi dalam bidang teknologi, baik dalam infrastruktur digital seperti jaringan internet cepat maupun dalam pengembangan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi. Hanya dengan meningkatkan daya saing digital, negara berkembang dapat bersaing di ekonomi global yang kini semakin berbasis pada teknologi.

Penting untuk disadari bahwa globalisasi bukanlah sesuatu yang bisa dihindari. Dunia saat ini sudah begitu saling terhubung, sehingga menarik diri sepenuhnya dari jejaring global bukanlah pilihan yang realistis. Yang dapat dilakukan adalah menyiapkan strategi yang cerdas dan adaptif untuk menghadapi dinamika global.

Kolaborasi internasional menjadi hal yang tak terelakkan. Dalam menghadapi masalah-masalah global seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan ekonomi, dan ketidakpastian rantai pasok, kerja sama antara negara-negara menjadi kunci. Melalui forum-forum multilateral seperti G20, ASEAN, dan WTO, negara-negara berkembang bisa memperjuangkan kepentingan mereka agar tercipta sistem global yang lebih adil dan inklusif.

Globalisasi 2.0 telah membuka banyak peluang baru bagi dunia, menawarkan berbagai manfaat seperti percepatan inovasi, kemudahan akses terhadap berbagai produk dan layanan, serta pertumbuhan ekonomi yang lebih luas dan cepat. Konektivitas global yang semakin erat mendorong pertukaran ide, teknologi, dan budaya lintas negara dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, di balik semua kemajuan itu, Globalisasi 2.0 juga membawa tantangan besar yang tak bisa diabaikan begitu saja. Ketidakstabilan pasar global, risiko ketergantungan terhadap teknologi asing, hingga ketimpangan ekonomi yang makin melebar menjadi ancaman nyata yang harus dihadapi dengan strategi yang cermat dan kebijakan yang bijaksana. Negara-negara yang mampu membaca arah perubahan ini, bergerak cepat dalam beradaptasi, serta mampu mengelola risiko secara efektif, akan memiliki peluang lebih besar untuk tampil sebagai pemenang di tengah persaingan global yang semakin kompetitif. Kemampuan untuk terus berinovasi, memperkuat daya saing, serta membangun kolaborasi internasional menjadi kunci dalam menavigasi era baru yang penuh tantangan ini.

Bagi Indonesia, sebagai negara berkembang yang memiliki potensi besar baik dari sisi sumber daya alam maupun demografi, Globalisasi 2.0 seharusnya tidak dipandang semata-mata sebagai ancaman yang mengkhawatirkan. Sebaliknya, era ini perlu dilihat sebagai momentum penting untuk melompat lebih jauh. Indonesia memiliki kesempatan besar untuk memperkuat perekonomian domestiknya dengan membangun fondasi industri yang lebih kokoh, memberdayakan sektor UMKM melalui transformasi digital, serta memperluas jaringan perdagangan global dengan menjalin kemitraan strategis di berbagai kawasan. Di samping itu, investasi di bidang teknologi, infrastruktur digital, dan pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan yang berbasis pada kebutuhan masa depan, harus menjadi prioritas utama. Dengan upaya tersebut, Indonesia tidak hanya mampu bertahan di tengah dinamika global yang semakin kompleks, tetapi juga berpeluang menjadi pemain kunci di kancah internasional. Masa depan Indonesia di era Globalisasi 2.0 akan sangat ditentukan oleh seberapa cepat dan seberapa cerdas negara ini mampu membaca perubahan, beradaptasi, serta mengoptimalkan potensi yang dimiliki.

Pada akhirnya, Globalisasi 2.0 menuntut setiap negara, perusahaan, dan individu untuk menjadi semakin adaptif, inovatif, serta mampu membangun kolaborasi lintas batas. Era ini penuh dengan perubahan yang dinamis dan ketidakpastian, sehingga hanya mereka yang cepat beradaptasi dengan teknologi baru, perubahan pasar, dan pola hubungan internasional yang akan mampu bertahan, berkembang, bahkan memimpin di tengah persaingan global yang semakin intens. Fleksibilitas dalam menghadapi tantangan, kreativitas dalam mencari solusi, serta kemampuan untuk bekerja sama secara strategis dengan berbagai pihak, kini menjadi modal utama untuk memenangkan kompetisi di masa depan yang penuh dengan dinamika.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun