Mohon tunggu...
Guıɖo Arısso
Guıɖo Arısso Mohon Tunggu... Insinyur - ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kalau Bukan Mereka, Siapa Lagi yang Mau Mengajar di Pelosok Negeri?

24 November 2020   22:36 Diperbarui: 25 November 2020   07:51 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak saya kedua dari kiri. Swafoto di depan halaman SDK Pacar, Kecamatan Pacar, Manggarai Barat, Flores. Foto diambil pada saat peringatan Hari Lahir Pancasila 2018 (Kompasianer/GUIDO REBA)

Kita semua tahu bahwa tugas seorang guru ialah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.

Bila ditilik dari tugasnya, menjadi seorang guru bukanlah tugas yang main-main, tentu saja. Selebihnya, seorang guru harus betul-betul mengemban tugasnya secara profesional. Ihwal menjadi seorang guru pasti mempunyai risiko. Namun, hal ini selalu bergantung pada relasi seorang guru dengan anak-anak didiknya.

Saya sendiri melihat profesi guru ini sebagai techne (guru teknikus). Dengan modalitas itu pulalah, mereka memiliki keterampilan khusus dalam mengajar, membimbing dan mengarahkan murid-muridnya kepada hal-hal yang baik dan benar.

Tentu saja keterampilan menjadi seorang guru ini sebelumnya mereka peroleh melalui latihan (baca: PPL sewaktu kuliah) dan pembiasaan dalam hal mengajar di sekolah sehari-harinya. Keterampilan dan kemampuan seorang guru ini pula dapat diteruskan kepada murid-muridnya.

Guru yang mengajar dengan baik di sini yang, menurut saya, dilihat sebagai techne karena dapat diteruskan kepada orang lain. Dalam hal ini kepada peserta didiknya.

Berbicara tentang guru sebagai profesi memang bukanlah pekerjaan yang mudah. Saya yakin tugas mereka tak kalah berat dibandingkan profesi lainnya dunia ini. Tanggung jawabnya sangat besar bagi pencerdasan kehidupan bangsa. Dari tangan mereka juga lahirlah generasi yang cakap dan berbudi pekerti.

Bila menghela narasi seputar guru, pasti kita punya guru favorit, iya kan? Demikian pun saya. Saya juga punya guru favorit sedari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Namun, kali ini saya ingin menyebutkan salah duanya saja dari nama-nama mereka itu.

Kedua guru favorit saya itu adalah Bapak dan Mama saya. Mereka berdua sampai saat ini masih mengajar di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Pacar, salah satu sekolah di wilayah terpencil bagian selatan Manggarai Barat, Flores.

Mereka berdua telah mengajar selama 30 tahun. Lebih tepatnya dari tahun 1990 hingga 2020 ini. Jika diperhatikan, walaupun secara usia sudah tidak muda lagi, semangat dan spirit mengajarnya tak pernah surut.

Padahal, mengajar di pelosok desa itu -aduh mama sayang ee- berat sekali kalau dipikir-pikir. Tak hanya soal lokasi gedung sekolah yang jauh, tapi juga soal beban administrasi keguruan dan sarana pra-sarana kegiatan belajar mengajar (KBM) yang kurang mendukung.

Tapi, lagi-lagi, karena mereka berdua terlanjur mencintai pekerjaan dan peserta didiknya, segala bentuk keterbatasan yang ada itu tidak dijadikan alasan untuk menyurutkan semangat berdedikasi.

Bapak saya kedua dari kiri. Swafoto di depan halaman SDK Pacar, Kecamatan Pacar, Manggarai Barat, Flores. Foto diambil pada saat peringatan Hari Lahir Pancasila 2018 (Kompasianer/GUIDO REBA)
Bapak saya kedua dari kiri. Swafoto di depan halaman SDK Pacar, Kecamatan Pacar, Manggarai Barat, Flores. Foto diambil pada saat peringatan Hari Lahir Pancasila 2018 (Kompasianer/GUIDO REBA)
Lebih lanjut, selain Bapak dan Mama, spirit mengajar itu pula diperlihatkan oleh semua guru-guru senior di tempat saya. Luar biasa memang, mereka tidak pernah goyah di hadapan realitas.

Pada galibnya, hampir semua sekolah di reksa wilayah Manggarai Barat itu tergolong sekolah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal) yang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. 

Sebagaimana sekolah-sekolah yang tergolong 3T tersebut dilihat dari akses, SDM, tingkat putus sekolah tinggi, minimnya tenaga pengajar, dan sarana pra-sarana yang kurang menunjang KBM.

Terkhusus untuk tenaga pengajar di tingkat sekolah dasar, misalnya, hampir setengah daripada guru senior ini lulusan D1 dan D2. Tapi bukan berarti mereka tidak bisa mengajar seperti lulusan S1. Tidak, tentu saja. Guru-guru senior ini tak kalah berkompeten.

Sampai di sini, saya jadi teringat akan materi stand up komedi Abdur Arsyad di KompasTV yang mengatakan: 

"Kalau bukan mereka (guru-guru senior) itu, siapa yang mau mengajar di pelosok NTT sana? Bahkan sinyal saja takut masuk ke desa"

Apa yang dikatakan oleh Abdur itu benar adanya memang. Lantaran ada kecendrungan, banyak sarjana muda yang setelah pulang enggan mengajar di desa. 

Penyebabnya antara lain karena soal keterbatasan aksesbilitas tadi. Meliputi jaringan, listrik dan sebagainya. Sehingga yang masih setia mengajar di sekolah 3T ini adalah wajah-wajah lama.

Di sinilah perlunya pemerintah hadir, melalui kementerian dan dinas-dinas terkait, agar supaya misteri yang membelenggu pendidikan di pelosok negeri ini bisa terpecahkan. Begitu kira-kira.

Akhir kata, Selamat Hari Guru 2020 untuk Bapak Ibu guru dari Sabang sampai Marauke. Semoga Bapak Ibu guru semuanya selalu sehat dan semangat dalam mencerdaskan generasi masa depan bangsa ini.

Terima kasih banyak untuk jasa-jasamu. Salam hormat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun