Fakta lain juga menyuguhkan bahwa, terdapat 2.697 warga yang sedang dirawat akibat demam berdarah. Sementara itu jumlah penderita DBD yang tertinggi berada di Kabupaten Sikka, yakni sebanyak 1.145 jiwa, dengan korban meninggal sebanyak 13 orang.
Untuk melihat rincian penderita DBD yang meninggal dunia hingga yang masih menjalani perawatan di masing-masing Kabupaten di NTT, sila klik dan/ baca pada tautan berita Kompas.com berikut: Demam Berdarah di NTT Sebabkan 32 Orang Tewas dan Ribuan Dirawat.
Atau Anda juga bisa simak dalam video Kompas TV berikut ini:
DBD Susah Diberantas
Seperti yang saya utarakan diawal bahwa penyakit Demam Berdarah memang sudah menjadi penyakit menahun di NTT. Bila membedah data, pada 2019 kemarin tercatat 1.169 kasus DBD yang diantaranya 14 orang meninggal dunia.
Tren kasus DBD ini kian menanjak memasuki awal tahun hingga periode Maret 2020. Dengan 2.697 kasus dan 32 orang di antaranya meninggal dunia. Ada kecenderungan akan ada lagi korban meninggal dunia akibat DBD hingga akhir tahun mendatang.
Lalu apa saja langkah kongkrit pemerintah provinsi hingga pemerintah daerah selama ini?
Selama ini memang sudah ada langkah kongkrit, namun tidak merata sampai ke pelosok. Begitu pun untuk pembagian pupuk abate dan fogging untuk pembasmian nyamuk. Namun fakta yang ada justru kasus dilapangan terus menjamur dan menggurita.
Sehingga saya berkesimpulan bahwa, langkah ini kurang tepat dalam membasmi nyamuk Aedes Aegypti dan atau mencegah penyakit DBD.
Berkesadaran dari hal ini sudah sepatutnya pemerintah mencari cara lain dalam penuntasan penyakit ini. Menanjaknya kasus DBD didaerah yang saat ini menjadi bukti kuat bahwa harus ada langkah lain sehingga tidak menambah deretan korban.
Dan yang pasti masyarakat juga harus ikut berpartisipasi dengan menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan tempat tinggal. Mari saling berbenah agar penyakit ini tak lagi menjadi momok yang menakutkan dan mencekik leher di NTT.