Mohon tunggu...
G Tersiandini
G Tersiandini Mohon Tunggu... Lainnya - Mantan guru di sekolah internasional

Mantan guru, penikmat kuliner dan senang bepergian.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menikmati Panorama Alam dari Ciwidey sampai ke Pantai Jayanti di Cianjur Selatan

19 Mei 2014   15:42 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:22 6067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu sekitar jam 5:30, penulis dan teman-teman pergi meninggalkan kota Bandung. Tujuan hari itu adalah ke Sinumbra, sebuah perkebunan teh. Karena masih pagi jalan menuju Ciwidey masih sepi jadi kami bisa menikmati perjalanan tersebut tanpa terganggu kemacetan.

Sebelum sampai ke Sinumbra, kami memutuskan untuk bebelok sebentar ke arah Kawah Putih. Tempat itu masih sepi karena masih terbilang pagi. Pengunjung yang mengunjungi tempat itu masih bisa dihitung dengan jari. Saat itu kawah sedang tertutup uap sehingga memberi kesan miterius. Uap itu juga membuat mata terasa perih. Setelah puas menikmati keindahan Kawah Putih di pagi hari, serta tidak ingin mengalami sesak napas, kami pun kembali ke area parkir dan mengisi perut di warung yang ada di sana.

Saat bercakap-cakap dengan pemilik warung dan beberapa orang yang ada di sana, salah satu dari mereka mengatakan bahwa kalau kami mau pergi ke pantai, jarak untuk menuju ke sana hanya 60 km. Nama pantai itu pantai Jayanti dan terletak di kecamatan Cidaun, Cianjur Selatan. Merasa bahwa jarak tersebut tidaklah jauh, salah satu teman kami tergerak untuk mencobanya.

Segera kami melanjutkan perjalanan ke Sinumbra. Di sana kami melihat perkebunan teh dan juga melihat-lihat penginapan yang tersedia. Karena hujan tiba-tiba turun dengan cukup lebat, kami pun duduk-duduk di penginapan tersebut yang pada saat itu sedang tidak disewa. Petugas di sana menyuguhi kami teh yang ternyata merupakan teh dengan kualitas nomor satu. Teh tersebut tidak dijual di Indonesia, melainkan diekspor ke negara lain. Hmmm kasihan sekali ya, negara produsen teh tidak mendapat kesempatan menikmati teh nomor satu yang berasal dari negara sendiri. Kalaupun mau membeli teh-teh kualitas nomor satu tersebut, kita harus membeli teh impor dengan label asing yang harganya cukup mahal, padahal itu hasil dari negara kita sendiri.

Setelah hujan reda, perjalanan kami teruskan lagi. Kami sudah bersepakat untuk menuju pantai Jayanti. Kami mengambil jalur Ciwidey-Naringgul-Cidaun. Saat itu kabut masih cukup tebal, dan jalur yang kami pilih ternyata cukup sulit dengan jalan sempit dan berkelok-kelok cukup tajam. Kami hanya berpapasan dengan beberapa minibus (mobil elf) dan mobil bak terbuka. Sepi sekali. Namun pemandangan yang disuguhkan di sepanjang jalur tersebut sangat menakjubkan. Kami sempat berhenti di suatu tempat yang tinggi dan memandang ke bawah. Indah sekali, seperti sedang berdiri di negeri di atas awan. Pemandangan di daerah Jawa Barat memang indah sekali.

Kami merasa sangat senang ketika melihat air terjun kembar di kejauhan. Cantik sekali. Pemandangan yang disuguhkan selalu menimbulkan decak kagum kami. Sulit sekali menggambarkannya dengan kata-kata. Kami juga melewati curug Cireret yang airnya jatuh ke jalan. Setelah itu, kami juga menemukan banyak sekali air terjun kecil. Awalnya ketika melihat beberapa air terjun, kami masih sangat antusias, tetapi lama kelamaan reaksi kami menjadi biasa saja karena mungkin sudah terlalu banyak melihat air terjun.

Menjelang siang hari perut kami mulai minta untuk diisi, tetapi sayang kami harus menahan lapar karena di sepanjang jalan tidak ada warung. Karena perjalanan ke arah Cidaun ini terjadi secara spontan dan tanpa rencana, jadi kami tidak membawa bekal apa-apa. Untung seorang teman selalu membawa marie regal ketika sedang bepergian, jadi kami pun terpaksa harus berpuas hati menyantap marie regal yang dibawanya.

Ternyata jarak 6 km itu harus ditempuh dalam waktu yang cukup lama sekitar 4 jam. Ini karena jalan yang kami lalui sempit dan berkelok-kelok. Selain itu ada bagian jalan yang retak dan nyaris ambles (mungkin akibat gempa atau pergeseran tanah), jadi kami harus sangat berhati-hati ketika melewatinya. Juga karena kami sering berhenti untuk mengabadikan pemandangan yang spektakuler tersebut.

Setelah cukup lama berada di kendaraan, akhirnya kami melihat pantai. Senang sekali rasanya. Kami pun mengarah ke pantai Jayanti. Pantai itu sepi dari pengunjung. Banyak terlihat kapal nelayan di tepi pantai. Mengingat perut sudah melilit, kami pun segera meninggalkan pantai tersebut dan mencari tempat makan. Ternyata susah sekali mencari restoran. Akhirnya kami menemukan sebuah warung yang cukup sederhana. Makanan yang ditawarkan hanya ikan goreng dan sambal, tetapi nikmat sekali rasanya karena kami sangat lapar ditambah lagi saat itu hujan turun cukup deras. Tanpa banyak bicara, kami habiskan makanan yang kami pesan.

Setelah kenyang, kami memutuskan untuk kembali ke Bandung. Mengingat hari sudah sore dan jalur yang kami pilih untuk mencapai Cidaun cukup berat, ditambah lagi kami tidak tahu apakah ada penerangan jalan di jalur tersebut, akhirnya kami memutuskan untuk mengambil jalur lain. Kami mengambil jalur yang melewati Pameungpeuk-Cikelet-Cipatujah ke arah Garut menyusuri pantai. Kami akhirnya sampai di Bandung sekitar jam 10 malam. Penat sekali rasanya setelah berkendaraan untuk waktu yang lama seperti itu, tapi kepuasan dan pengalaman yang kami dapatkan mengalahkan semua rasa penat tersebut.

sumber foto: pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun