Mohon tunggu...
Gabriel Sujayanto
Gabriel Sujayanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

blogger penulisan efektif (djantobronto.wordpress.com), editor, freelancer, penyuka fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengapa Kita Wajib Percaya pada Epidemiologi Saat Pandemi?

15 Mei 2020   08:48 Diperbarui: 15 Mei 2020   08:53 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"The good thing about science is that it's true whether or not you believe in it" (Neil de Grasse Tyson)

Ketika muncul krisis dan bencana, masyarakat cenderung mengandalkan pada para ahli.  Saat terjadi gempa bumi, orang mendengarkan paparan ahli geologi (pakar lapisan bumi). Mereka dianggap paham soal pergerakan lempeng bumi. Atas pengetahuan mereka dan lewat Seismograf, kita jadi tahu di mana pusat gempa, juga lempeng mana yang bergeser dan jadi penyebab  gempa bumi tersebut.

Pada skala tertentu,  gempa akan meruntuhkan bangunan dan saat didirikan kembali kita  serahkan kepada ahli bangunan tahan gempa, insinyur teknik sipil. Mereka dibekali ilmu bagaimana membuat konstruksi tahan gempa.   

Dalam hal masyarakat yang tinggal di dekat gunung berapi, mereka mematuhi nasehat para pakar gunung api (vulkanolog). Lewat keahliannya, berbagai parameter gunung api diukur, untuk menentukan tingkat bahaya. Apakah dalam tingkatan siaga atau awas. Kepakaran mereka telah menyelamatkan puluhan ribu orang yang tinggal di daerah seputaran gunung berapi.

Dalam hal krisis ekonomi juga seperti itu. Masyarakat menyerahkan penyelesaian krisis tersebut pada para ekonom. Berkat sumbangsih para ekonom, kita bebas dari berbagai krisis ekonomi. Seperti hiperinflasi tahun 1950-1965 dan krisis keuangan tahun 1998.

Kini, di awal 2020 kita menghadapi krisis yang dahsyat dan berdampak luas yang menyerang sendi-sendi kehidupan, pandemi Covid-19. Virus yang hanya berukuran sepersatumiliar meter ini memporakporandakan kehidupan manusia. Hanya 5 bulan setelah kasus pertama di Wuhan pada Januari 2020, virus menular  ini telah menginfeksi  4,5 juta orang di 213 negara dan 303.345 ribu kematian hingga 15 Mei 2020 (worldometers.info/coronavirus).

Untuk kasus pandemi, kita bisa meminta saran pada para ahli epidemiologi. Mereka adalah para pakar yang mempelajari ilmu penyebaran penyakit dalam masyarakat.  

Sayangnya, kali ini pemerintah rupanya memilih untuk mengabaikan para ahli penyakit menular. Wacana pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) digaungkan dengan mengesampingkan kajian ilmu epidemologi. Sejumlah pernyataan pemerintah soal pelonggaran PSBB mengindikasikan hal tersebut.

Pada Senin (4/5) Menkopolhutkam Mahfud MD menyatakan akan memberikan sejumlah kelonggaran terutama untuk warga mencari nafkah selama PSBB di masa pandemi. Pelonggaran PSBB tersebut, bertujuan agar masyarakat bisa memutar kembali roda perekonomian, namun tetap dalam koridor protokol kesehatan.

Kemenko Kelautan dan Investasi juga mengeluarkan prediksi pada awal Mei yang diberi judul Indonesia's Economic Recovery from Covid-19. Salah satu kesimpulannya, penurunan kasus positif baru, di bawah 400 per hari, meskipun kapasitas tes naik secara signifikan. 

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR secara virtual, Rabu (6/5), mengatakan rencana pengoperasian semua moda transportasi.  kembali beroperasi mulai Kamis (7/5/2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun