Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masalah Itu Berkah, Bukan Musibah

11 Mei 2023   05:55 Diperbarui: 11 Mei 2023   05:52 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masalah Itu Berkah Bukan Musibah (gambar: nationaltrust.co.uk, diolah pribadi)

Apakah ada di antara kita yang merasakan hidup serasa berada di antara pilihan yang bukan pilihan? Hidup terasa sumpek, penuh rintangan dan sangat membuat kita gelisah, susah dan payah. Walau anda sudah berbuat bajik, sudah sering melakukan kebajikan namun ada saja aral melintang yang terus bersama anda dimana pun dan kapan pun. Anda pun sudah melakukan praktek tertinggi dalam kehidupan seorang umat Buddha seperti meditasi, namun masalah seakan tak pernah mau menjauh dari kehidupan anda.

Penjelasan perihal kondisi kehidupan ini dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang, seperti sudut pandang sebagai cobaan, atau sudut pandang sebagai buah perbuatan masa lampau, atau sudut pandang  dari sisi metafisika. Semua sudut pandang ini sangat berarti jika memberikan solusi agar hidup lebih baik, namun jika hanya memperburuk kondisi maka sudut pandang ini dapat dijadikan pilihan terakhir.

Ketika kehidupan kita berada dalam situasi, sudah jatuh tertimpa tangga lalu masuk ke sumur ketemu buaya, maka tugas kita mungkin sulit sekali menemukan solusi untuk keluar dari situasi tersebut. Cara kita berpikir untuk menjauh dari masalah tersebut semakin membuat kita dekat dengan masalah yang hadir ini. Semakin kita memberontak untuk melepaskan tali masalah ini, ikatan tali itu malah semakin mengencang hingga membuat sesak kehidupan kita yang tak berujung.

Lalu apa yang perlu kita lakukan terhadap kondisi yang hadir seperti ini? diam saja kah atau abaikan atau bagaimana?. Menjawab pertanyaan ini penulis teringat analogi sederhana dari kehidupan seorang pengusaha sampah yang tinggal di sekitar sampah. Walau sampah itu adalah sesuatu yang dibuang jauh-jauh oleh masyarakat, namun ada seorang yang malah mendekatinya dan malah mendapat berkah dari sampah ini. Jika sampah itu adalah masalah dan jika kita itu adalah orang yang dapat melihat masalah sebagai berkah, maka kita layak mendekatinya, mempelajarinya, memilahnya, dan mengelolanya hingga masalah menjadi berkah.

Cara melihat masalah sebagai berkah memerlukan kekuatan pikiran yang luwes dan tentu kuat dalam cinta dan kasih sayang khususnya terhadap kehidupan sendiri. Ketika anda tidak sepenuhnya mencintai dan sayang dengan diri anda, tentu anda akan sulit memiliki pikiran yang kuat dan luwes untuk melihat masalah sebagai berkah. Pahamilah seburuk-buruknya kehidupan anda, selama anda masih bernafas tidak koma, anda memiliki kesempatan untuk bangkit, dan berupaya lagi dan lagi.

Melihat masalah sebagai berkah dapat dilakukan setelah cinta dan kasih sayang mengalir selanjutnya mulailah belajar menerima kehadiran sang masalah. Masalah hadir tentu memberikan kita banyak pelajaran, jika tidak maka kita tidak memahami kehadiran masalah tersebut. Saat kita mulai paham, bahwa masalah telah memberikan kita pelajaran berharga, di sanalah kita memahami kehadiran masalah. Tanpa kehadiran masalah kita tidak pernah memahami bagaimana musim berganti, bagaimana terjadi gempa bumi, bagaimana dapat melewati gravitasi bumi dan lainnya.

Semua ilmuwan hadir karena mereka menerima kehadiran masalah yang mereka hadapi. Ilmuwan menghadapi masalahnya bukan dengan berpikir keras, namun mengijinkan buah pikiran untuk rileks dan memanggil kekuatan pikirannya untuk dekatkan mereka dengan solusi. Ya... ini sebuah pendekatan yang baik, menerima kehadiran masalah, lalu ditanggapi dengan rileks tidak terburu-buru, tidak reaktif, namun rileks atau tenang sehingga buah pikiran lainnya mendekatkan kita ke solusi-solusi praktis.

Kita tidak perlu mencari sebab dari luar yang terlalu banyak yang diurus untuk sebuah masalah yang hadir, kita cukup melihat ke dalam diri kita, apa yang sudah kita lakukan sehingga masalah ini bisa kita pahami sebagai masalah. Ketika kita belum menemukan sebab dari kita, maka itu bukan masalah seharusnya tetapi sebuah musibah. Musibah jauh lebih buruk dari masalah, dan ini terjadi karena kita tidak mengijinkan diri kita untuk menerima masalah dan menjauhkannya dari kita seakan beranggapan "Ini bukan karena saya tetapi karena dia, dia dan dia".

Masalah sebagai berkah mengandung makna bahwa masalah yang hadir itu dapat membawa kebaikan kepada kita saat itu juga dan tentu setelah itu. Masalah sebagai berkah senantiasa membuat kita lebih kuat, lebih berani, lebih siap dan tentu lebih bahagia. Kita dapat belajar dari perjuangan pertapa Gautama yang menyiksa diri di Hutan Uruwela, beliau bahkan hampir mati dikarenakan terlampau menyiksa diri dan terus melihat masalah sebagai musibah. Namun syukurlah di saat paling kritis, beliau menemukan berkah, beliau menyadari bahwa derita itu patut dipahami, ditemukan sebabnya yang bersarang dalam diri, selanjutnya derita itu pasti padam tentu dengan melatih diri di jalan yang penuh berkah.

Inilah jalan membawa masalah menjadi berkah dan bukan menjadikannya sebagai musibah. Semoga kita semua dapat belajar menerima kehadiran masalah kita dengan cinta kasih dan kasih sayang sehingga melahirkan buah pikir yang dapat membantu kita melihat musibah sebagai berkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun