Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hore! Aku Tidak Jadi Mati

12 Februari 2023   05:55 Diperbarui: 12 Februari 2023   06:00 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horeeee .... Aku Tidak jadi Mati. (gambar: huffingtonpost.co.uk)

Suatu pagi di bulan Agustus 2019, aku lupa tanggal persisnya, tetapi saat itu matahari belum mau menampakkan dirinya. Sepertinya dia masih asik diam di peraduannya berselimut awan kelabu. 

Keadaan di dalam Dhammasala Buddha Metta-pun masih sunyi senyap, hanya temaram pelita di altar yang memberikan secercah cahaya. Saat itu jam masih menunjukkan pukul 5:30, tetapi aku sudah selesai menyiapkan makanan yang kuperuntukkan untuk dana makan pagi bagi para Bhante. Aku kepagian.

Tak ada yang dapat kukerjakan selain mencoba untuk bermeditasi dan kali ini aku merasakan suasana yang lain dari biasanya. Aku bisa duduk tenang dalam hening, anggota tubuhku diam, tidak mengeliat-geliat penuh keinginan, seperti belatung nangka kepanasan. Suasana seperti ini belum pernah kualami. Dalam keheningan yang khusyuk itu tiba-tiba aku seperti melihat sinar terang dalam keadaan mata terpejam dan tubuhku terasa nyaman sekali.

Selagi enak-enaknya menikmati kenyamanan itu, tiba-tiba aku mendengar suara, seolah mengajakku bercakap-cakap:

Suara: "Kamu akan mati setelah menjalani ritual Sangha Dana di ulang tahunmu yang ke 60, ini adalah Sangha Dana yang terakhir. Dari kebiasaan yang biasa kamu lakukan di setiap hari ulang tahunmu. Kamu akan terjatuh di depan altar, dihadapan para Bhante. Itu terjadi pada saat kamu hendak berdiri untuk menuangkan air pelimpahan jasa ..."

(suara itu mengantung seolah-olah menunggu jawaban dariku).

Sebagai catatan, aku memang selalu mengambil cuti satu hari untuk merayakan ulang tahunku di Vihara dengan cara berdana makan pagi kepada anggota Sangha, setelah para Bhante selesai makan pagi, aku melakukan Sangha-Dana kepada minimal lima orang Bhante, sesuai permintaanku kepada pengurus Vihara. Lebih boleh kurang jangan.  

Setelah itu kuundang para Bhante ke restoran untuk dana makan siang, dan ini sudah kulakukan selama sepuluh tahun tanpa jeda. Malah perayaan ulang tahunku di tahun 2018 pernah dihadiri oleh seorang Bhante senior dari Thailand. Tentu saja itu merupakan kejutan bagiku.  Sebuah kesempatan langka, bisa mengundang beliau yang berkunjung ke Indonesia dengan jadwal yang sangat padat. Tidak banyak orang bisa memiliki kesempatan yang sama seperti itu.

Wah jadi ngelantur nih, yuk kita balik lagi ke suasana pagi itu.  

Aku langsung membuka mata dan melihat  kesekeliling, mencari arah suara itu disertai penuh rasa ingin tahu, Dhammasala masih tetap temaram, dan sepi tidak ada siapa-siapa selain diriku. Lalu, tiba-tiba suara itu muncul lagi.

Suara: "Kamu akan mati sesuai dengan permintaanmu sendiri..."

Aku: "Permintaanku? Kapan? Lalu siapakah kamu? memangnya kamu bisa menentukan kematianku? "

Suara: "Waktu ibumu terdeteksi kanker rahim, dimana beberapa orang dokter sudah angkat tangan dan dua diantaranya sudah memvonis usia ibumu hanya tersisa sekitar enam bulan saja. Lalu, setiap hari engkau membaca Paritta-Paritta Suci memohon kesembuhan untuk ibumu. Bahkan di depan altar, engkau berucap tekad merelakan, menukar sisa umurmu dengan kesembuhan ibumu. Dan semua itu sudah terkabul, ibumu sembuh dan dapat perpanjangan waktu sekitar lima belas tahun lagi, sampai ajal benar-benar memanggilnya. Bagaimana kamu bisa melupakannya begitu saja?"         

Aku tergagap, bukan karena aku takut mati, tapi bagaimana aku bisa lupa akan nazarku sendiri? Kejadian ini kuceritakan ke seorang Bhante senior. Beliau hanya terdiam sejenak untuk kemudian memintaku untuk terus selalu berbuat baik.

Waktu terus berjalan, kejadian itu menjadi pengingat untukku, kalau yang dikatakan "suara" itu benar, berarti sisa hidupku hanya tinggal sembilan bulan lagi, persis seperti usia kandungan. Aku juga berusaha untuk menjalani nasehat Bhante senior tersebut. Berusaha untuk selalu menanam kebajikan di setiap tarikan nafasku, walau ini bukanlah hal yang mudah bagiku yang malas mendengarkan khotbah Dhamma, malas bermeditasi, dan juga dana makan pagi yang masih bolong-bolong; kalau hari libur, berdana juga libur.

Siapa sangka, pandemi melanda Indonesia, dengan sendirinya kantorku ikut melaksanakan WFH, dimulai pada tanggal 27 Maret 2020. Pembatasan sosial terjadi dimana-mana, termasuk kegiatan di Vihara.

Ulang tahunku 18 April. Yang berarti pada 2020 aku tidak bisa merayakan ulang tahunku di Vihara. Ada kekecewaan bagiku, tetapi ada juga sedikit perasaan "Bahagia."

Mengapa?

Karena drama kematianku tidak terpentaskan sesuai dengan petunjuk dari "suara" itu. Artinya, aku lolos dari kematian. Aku tidak jadi mati.

Akan tetapi, sebagai gantinya aku diganjar tidak bisa tidur selama tiga hari tiga malam. Dimulai pada malam tanggal 18 sampai tanggal 20 april, aku tidak dapat tertidur walau hanya sekejab. Mungkin ini kompensasi alam terhadap diriku yang seharusnya sudah tertidur untuk selamanya, jadi melek berhari-hari.

Kejadian itu sangat menggangguku, tensi melonjak tinggi mencapai angka sekitar 190/100, gula darahpun mendesak ke angka 500an, pokoknya sangat-sangat tidak enak sampai-sampai aku diresepkan obat penenang dosis tinggi oleh dokterku. Itu pun kuminum dengan dosis doble (tentunya tanpa setahu dokterku).

Sekarang sudah hampir tiga tahun aku menikmati bonus usiaku, aku masih diberi kesempatan untuk berbuat baik, dan berkesempatan pula untuk bergabung di komunitas Mettasik, wadah untukku menuangkan kisah hidupku yang penuh dengan romantika yang sarat dengan pelajaran hidup keseharian, membuatku semakin dapat memahami Dhamma sesungguhnya.

Semoga saja aku dapat memanfaatkan sisa umurku untuk melipat gandakan pundi-pundi karma baikku untuk bekal perjalananku pada kehidupan di alam lain.

Aku harus berterima kasih pada pandemi, yang menyebabkan aku dapat mendengarkan ceramah-ceramah Dhamma melalui YouTube, sehingga aku mengenal Thavaradana dari khotbah Bhante Panna yang sebaiknya kita lakukan sebelum kita meninggal.

Aku benar-benar beruntung, selain tidak jadi mati, malah dapat petunjuk untuk berdana Thavara Dana yang bermanfaat jangka Panjang seperti:

  • Membangun Vihara (kalau ini aku belum sanggup),
  • Berdana Rupang Buddha
  • Delapan keperluan Bikkhu yang akan diberikan pada saat pentahbisan yang terdiri dari: Bowl, jubah luar, jubah dalam, ikat pinggang, sarung, alat cukur, benang dan jarum, serta saringan air.

Semoga saja aku mempunyai bekal yang cukup agar dapat terlahir di alam yang menyenangkan, bahkan kalau mungkin aku tidak lagi terlahir di alam mana pun juga. Weleh... weleh... Lana... oh... Lana, kamu pede banget, meditasi aja ga pernah, jalani Sila-pun masih bolong-bolong. Mimpi kali ye

Udah dulu ya dan doaku selalu: Semoga Semua Mahluk Berbahagia

**

Jakarta, 12 Februari 2023
Penulis: Sumana Devi, Kompasianer Mettasik

Hidup Harus Penuh Sati, Setiap Saat Diamati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun