Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Keinginan (Belum Tentu) Pangkal Penderitaan

9 November 2022   06:01 Diperbarui: 9 November 2022   06:11 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keinginan (belum tentu) pangkal penderitaan (gambar: inc.com, diolah pribadi)

Jangan pernah meremehkan Dhamma, sekalipun dalam bentuk cerita anak-anak, pada satu kesempatan penulis sedang membacakan buku cerita untuk anak tersayang. Cerita ini menyentak dan menggelitik rasa penasaran penulis tentang Buddha Dhamma, hingga akhirnya memberikan paradigma baru pada penulis tentang keinginan. Selama ini penulis berpikir bahwa keinginan adalah sumber penderitaan, ternyata itu adalah pandangan keliru dan baru sadar setelah memasuki fase menjadi ayah.

Diceritakan Sang Buddha sedang berjalan Bersama dengan Y.A. Ananda di tepi sungai lalu memutuskan untuk duduk beristirahat di atas batu. Kemudian Sang Buddha meminta air untuk minum kepada Y.A. Ananda, "Ananda, aku haus, tolong ambilkan aku air untuk minum". Y.A. Ananda lalu melihat air sungai yang kotor kemudian memberitahu Sang Buddha "Bhante, air sungai ini sangat kotor dan tidak dapat diminum", kemudian Sang Buddha Kembali meminta minum untuk kedua kalinya, dutiyampi minta air untuk minum. Y.A. Ananda mengulang jawaban bahwa air sungai sangat kotor dan tidak dapat diminum. Permintaan ini Kembali diulang oleh Sang Buddha untuk ketiga kalinya dan akhirnya Y.A. Ananda mengambil air sungai sehingga Sang Buddha dapat melihat sendiri betapa air sungai ini kotor dan tidak dapat diminum.

Keajaiban terjadi, saat air sungai ini diambil untuk diminum oleh Sang Buddha, air kotor berubah menjadi air bersih sehingga dapat diminum oleh Sang Buddha.

Keajaiban Sang Buddha dalam banyak cerita bukanlah hal yang baru dan aneh, namun mengulang permintaan air minum hingga tiga kali adalah hal yang aneh (setidaknya bagi penulis). Bagaimana mungkin Sang Buddha yang sudah mencapai penerangan sempurna, tidak memiliki keinginan, tidak memiliki keterikatan, kok ngotot banget kepingin minum, bukankah menginginkan sesuatu yang tidak ada itu sumber penderitaan? Bukankah seharusnya apabila sudah tidak ada air minum yasudah, terima saja, sehingga bathin tidak menderita?

Pertanyaan ini memenuhi pikiran dan memantik rasa ingin tahu teramat sangat, selama ini penulis berpikir untuk mengurangi semua jenis keinginan. Sehingga sewaktu keinginan muncul, penulis merasa bersalah karena keinginan itu, yang tanpa sadar melakukan perbuatan (karma buruk) dengan pikiran (pikiran yang buruk, khawatir punya keinginan) dan secara tidak langsung membatasi diri sendiri. Namun secara ajaib semesta memberikan jawaban atas pertanyaan ini dengan sangat jelas, selama kita terus berbuat baik.

Apa hubungannya dengan berbuat baik? Pada satu waktu penulis mendapat kesempatan untuk memoderatori webinar online Bersama YM. Bhikkhu Santacitto, pada sesi tanya jawab ada pertanyaan dari peserta yang jawabanya turut menjawab pertanyaan penulis tadi mengenai keinginan. 

Dijelaskan bahwa ada 3 jenis keinginan, keinginan yang berkaitan dengan kesenangan indriya, keinginan wajar, dan keinginan yang berkaitan dengan kebaikan dan menjadi lebih baik. Pemaparan YM. Bhikkhu Santacitto berdasarkan Tipitaka membuka paradigma penulis, bahwa wajar memiliki keinginan seperti lapar ingin makan, haus ingin minum, mengantuk ingin istirahat dan tidur. Terpenting keinginan untuk menjadi lebih baik dan berkaitan dengan kebaikan, ingin berdoa, ingin membahagiakan orang tua, ingin membahagiakan keluarga, ingin bermanfaat bagi orang lain, bahkan mencapai Nibbana saja dimulai dengan keinginan (Chanda).

Jadi ingin hidup lebih baik berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga ternyata boleh. Buddha Dhamma memperbolehkan kita ingin hidup berkelimpahan sehingga bisa berbagi lebih banyak kepada orang lain, bahkan diperlukan selama tidak membuat kita larut dalam nafsu indriya (Lobha Dosa Moha).

Penulis merenungkan ucapan para senior tentang memiliki anak itu berkah, hoki, dan sejenisnya. Penulis sadar bahwa berkah bukan hanya tentang materi, namun lebih dari itu tentang pendewasaan diri dan penyadaran diri yang lebih baik. Pemahaman tentang keinginan yang selama ini membatasi penulis disadarkan oleh cerita anak-anak melalui seorang anak berusia 3 tahun.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun