Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Metta, Semut, dan Kecoa yang Selalu Menguji Kejantananku

27 April 2022   06:17 Diperbarui: 27 April 2022   06:36 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Metta, Semut, dan Kecoa (gambar: cnnindonesia.com, diolah pribadi)

Badan bisa besar, suara bisa berat, gaya bisa bengal, tapi setiap pria pasti punya kelemahan. Begitu pula diriku yang perkasa.

Jika Anda berpikir bahwa kelemahanku adalah istriku, maka Anda salah. Adalah sesosok mahluk imut dengan tubuh mulus mengkilap yang telah menaklukkanku. Membuatku mampu melupakan dosa, dan ia adalah kecoa.

Ah, kecoa ini memang binatang menjijikkan. Warnanya coklat mengkilap, kakinya banyak dan berbulu. Bisa terbang pula.

Sebagai seorang Buddhis, tentu saya paham jika membunuh mahluk hidup adalah salah satu pelanggaran sila. Tapi, terhadap kecoa, saya tidak pernah khwatir melanggar sila ini. Sebabnya, diriku sudah duluan lari terbirit-birit sebelum sempat menghafal penerapan Pancasila Buddhis.

Lain lagi dengan semut. Serangga ini tidaklah menjijikkan, mereka hanya menjengkelkan. Tidak tahu diri. Sudah tahu badannya kecil masih macam-macam pula.

Mereka paling sering menyapaku di pagi hari. Pada saat aku duduk di teras rumah, sambil minum kopi.

Tentunya, bukanlah diriku yang menarik minat mereka. Wajahku tidak semanis gula. Iya, semut-semut ini hanya tertarik dengan kopiku yang segar.

Kurang ajar bukan? Makanya saya tidak pernah segan-segan melenyapkan mereka.

Cara terpraktis adalah dengan melap kain basah. Sekali usap, meja bersih dari sosok hitam kecil yang memenuhi permukaan. Begitu menghibur hatiku yang terbakar api cemburu. Mampus Lu!

Ketika melihat semut, nafsu membunuhku begitu membara, sehingga saya memang harus berhati-hati mengembara. Tapi kemudian aku menyadari jika itu salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun