Mohon tunggu...
grover rondonuwu
grover rondonuwu Mohon Tunggu... Buruh - Aku suka menelusuri hal-hal yang tersembunyi

pria

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada DKI: Masyarakat Rational vs Masyarakat Emosional

17 April 2017   19:55 Diperbarui: 18 April 2017   16:22 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya masyarakat yang hidup dibantaran sungai, dipindahkannya kerumah susun yang layak. Masyarakat yang hidup dilokalisasi pelacuran ditatanya kemudian diubahnya lokalisasi mesum itu menjadi arena olah raga dan taman bermain yang menyehatkan.

Membelokkan arah masyarakat yang emosional kearah yang lebih rational, tentunya akan mendapat perlawanan yang hebat dari masyarakat yang sudah terlalu lama hidup dalam situasi emosional itu.

Timbul suatu antipati massal dari masyarakat yang emosional itu terhadap Ahok-Djarot. Tapi Ahok-Djarot tidak mau merubah kebijakan walaupun menghadapi PILKADA. Mereka tidak mau  membuat  program  menghibur atau memberi janji-janji palsu kepada rakyat. Mereka tidak mau simpati rakyat lahir dari program yang menghibur tapi  palsu.

Ahok-Djarot tetap bersikukuh pada program yang rational, yang bisa dipertanggung jawabkan secara empiris. Bersikap rational itu, memang  dingin. Rasanya sakit dan pahit ditelan.

Tapi saya pikir masyarakat Islam Jakarta adalah masyarakat yang lebih condong ke rationalisme dari pada emosionalisme. Buktinya pada putaran pertama PILKADA DKI Ahok - Djarot memenangkan pertarungan dengan 42,99%.

Siapakah penyumbang terbesar pada kemenangan Ahok Djarot pada putaran pertama itu. Tentu saja suara dari kelompok Muslim, bukan kelompok minoritas. Ini berarti kelompok Muslim Jakarta umumnya bersikap rational.


Bukankah Islam itu adalah agama yang rational?. Ketika Eropa masih hidup dalam masa kegelapan, didunia Arab sudah berkembang pesat ilmu matematika, astronomi, medis, kesusastraan dan filsafat.

Dunia mengenal Al-Khawarismi, Ibnu Sina, Al Jasari dan banyak lagi pakar ilmu-ilmu rational dari dunia Islam. Mereka memberi inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia moderen seperti sekarang ini.

Ketika dunia Islam meninggalkan rationalisme, maka pada saat itu kebudayaan tinggi didunia Islam runtuh. kemiskinan, kebodohan, permusuhan dan perang tanpa akhir terus berkecamuk sampai saat ini.

Saya yakin Indonesia punya peluang untuk maju setara dengan dunia barat, jika Islam diNusantara ini lebih mengutamakan politik yang rational dari pada politik identitas yang emosional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun