Kompasiana - Olimpico bergemuruh. Bukan hanya oleh puluhan ribu suporter yang memadati stadion kebanggaan ibu kota, tetapi juga oleh gelombang emosi yang meluap dari kubu Bologna.Â
Kamis (15/5/2025) dini hari  menjadi saksi bisu sebuah narasi yang ditulis dengan tinta keajaiban dan air mata kebahagiaan.
Setelah penantian panjang selama 51 tahun, dahaga trofi Rossoblu akhirnya terpuaskan. Bukan sekadar kemenangan biasa, melainkan sebuah statement keras yang mereka torehkan di hadapan AC Milan, tim bertabur bintang yang di atas kertas jauh lebih diunggulkan.Â
Skor 1-0 melalui gol tunggal Dan Ndoye di menit ke-53 bukan hanya mengantarkan piala Coppa Italia ke bumi Emilia-Romagna, tetapi juga meruntuhkan tembok keraguan yang selama ini mengelilingi mereka.
Bagi Vincenzo Italiano, malam itu adalah klimaks dari perjuangan dan pembuktian. Tiga final sebelumnya berakhir dengan pil pahit kekalahan. Namun, di Olimpico, takdir seolah berpihak padanya.Â
Gelar ini bukan hanya sekadar trofi, melainkan juga penawar luka dan penegas bahwa ia adalah nakhoda yang tepat untuk mengarungi musim yang penuh tantangan ini.Â
Kemenangan ini lebih dari sekadar raihan gelar; ini adalah tentang keyakinan, taktik cerdas, dan mentalitas baja yang berhasil menaklukkan prediksi dan meredam superioritas lawan.Â
Mari kita bedah lebih dalam drama yang tersaji di Olimpico dan bagaimana Bologna, di bawah komando Italiano, menuliskan babak baru dalam sejarah Rossoblu.
Kejutan di Olimpico dan Kontras dengan Pertemuan Akhir Pekan
Siapa sangka, Olimpico menjadi panggung antitesis bagi AC Milan. Akhir pekan sebelumnya, di panggung Serie A, Rossoneri dengan gagah perkasa menaklukkan Bologna dengan skor meyakinkan 3-1.Â
Banyak yang kemudian memprediksi laga final Coppa Italia akan menjadi ulangan dominasi Milan. Namun, sepak bola memang penuh kejutan dan intrik.Â