Ia memang dikenal dengan patron formasi 4-3-3 yang sukses ia terapkan di Fiorentina. Namun, di Bologna, ia menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dan mengasimilasi warisan taktik Motta, terutama dalam hal ball-playing defender.
Kunci sukses Italiano terletak pada kemampuannya untuk tidak terpaku pada satu ideologi. Ia mampu menggabungkan struktur 4-3-3 yang ia usung dengan fleksibilitas bek tengah yang dapat maju menjadi gelandang saat transisi menyerang.Â
Hal ini memberikan opsi umpan vertikal lebih banyak dan membuat Bologna sulit ditebak. Pemain-pemain seperti Jhon Lucumi dan Sam Beukema tampak nyaman dengan peran ini, melanjutkan apa yang sudah mereka lakukan di bawah Motta.
Gelar Coppa Italia ini menjadi bukti bahwa Italiano memiliki kapasitas untuk membawa tim meraih prestasi, bahkan di tengah tantangan dan perubahan.Â
Ia berhasil menjaga ritme positif Bologna, membuktikan bahwa kesuksesan mereka musim ini bukan sekadar fenomena satu musim.Â
Kemampuannya dalam memotivasi pemain, meracik taktik yang tepat untuk setiap lawan, dan yang terpenting, keterbukaannya terhadap ide-ide baru, menjadi fondasi utama keberhasilan Rossoblu.
Usai kalah di Final Coppa Italia 2023, Final Conference League 2023 dan 2024, di mana semuanya bersama Fiorentina, akhirnya trofi perdana sebagai pelatih itu berhasil ia koleksi juga.
Awan Gelap dan Potensi Evaluasi Besar AC Milan
Di sisi lain, kekalahan di final Coppa Italia menambah daftar panjang kekecewaan bagi AC Milan musim ini.Â
Kegagalan berprestasi di liga domestik, ditambah performa yang kurang memuaskan di Liga Champions, menempatkan masa depan pelatih Sergio Conceicao dalam sorotan tajam.Â
Meskipun berhasil meraih trofi Supercoppa Italiana di tengah musim, ekspektasi besar yang menyertai kedatangannya belum sepenuhnya terpenuhi.
Saat ini, Milan terpuruk di posisi ke-8 klasemen Serie A dan terancam gagal lolos ke kompetisi Eropa musim depan.Â