Paris Saint-Germain (PSG) melangkah ke semifinal dengan modal mental kepemimpinan yang merata di setiap lini. Skuad bertabur bintang mereka dihuni oleh para pemain yang telah mengemban tampuk kepemimpinan di level tim nasional, mulai dari kiper Gianluigi Donnarumma, bek tangguh Marquinhos dan Achraf Hakimi, gelandang kreatif Fabian Ruiz dan Khvicha Kvaratskhelia, hingga penyerang eksplosif Ousmane Dembele.Â
Rataan mentalitas pemenang di setiap posisi ini sangat membantu para pemain muda berbakat seperti Willian Pacho, Joao Neves, Bradley Barcola, dan Desire Doue untuk mengeluarkan potensi terbaik mereka tanpa merasa terbebani. Kehadiran para pemimpin ini menciptakan atmosfer kompetitif dan saling mendukung di dalam tim.
Namun, kelemahan PSG yang kerap menjadi sorotan adalah kerentanan mereka di laga tandang. Semifinal yang masih menganut format home and away menjadikan leg pertama di Emirates Stadium melawan Arsenal pada 30 April 2025 sebagai kunci krusial bagi ambisi mereka meraih quadruple.Â
Kekalahan 2-3 dari Aston Villa di leg kedua perempat final kemarin, meskipun tetap mereka lolos, menyisakan pekerjaan rumah besar bagi Luis Enrique untuk membenahi mentalitas tim saat bermain di depan publik lawan, terutama di pertandingan sepenting semifinal ini.
Barcelona: Magis Hansi Flick dan Jebakan Offside yang Naif
Barcelona di bawah komando Hansi Flick menjelma menjadi salah satu unggulan teratas di kompetisi ini. Pengalaman Flick meraih treble bersejarah bersama Bayern Munich pada musim 2019/2020 memberikan keyakinan besar bagi para Cules.Â
Pendekatan taktiknya yang brilian mampu menghidupkan kembali trisula maut Lamine Yamal, Raphinha, dan Robert Lewandowski, menjadikan lini depan Blaugrana sangat menakutkan. Barcelona saat ini masih berada di jalur yang tepat untuk meraih quadruple, menunjukkan betapa efektifnya sentuhan magis Flick di Camp Nou.
Kendati demikian, Barcelona memiliki kelemahan yang bagaikan pedang bermata dua: strategi offside trap lini belakang mereka.
Kesuksesan Sehrou Guirassy mencetak hattrick di leg kedua perempat final kemarin menjadi bukti betapa gegabah dan naifnya terkadang strategi perangkap offside yang diterapkan Ronald Araujo dan Pau Cubarsi.Â
Garis pertahanan yang relatif tinggi justru membuat garis pertahanan mudah dieksploitasi oleh para pemain lawan yang memiliki visi dan kecepatan tinggi. Di setiap momen ini, seakan mereka berharap VAR dan mereka memiliki garis yang sama!
Di babak semifinal, jika kembali mengambil resiko, kelemahan ini bisa menjadi mimpi buruk bagi Blaugrana.
Inter Milan: Soliditas Berpengalaman, Gangguan dari Napoli di Serie A
Inter Milan hadir di semifinal dengan stabilitas dan pengalaman yang matang. Sebagai tim yang paling dekat dengan pengalaman final (melawan Manchester City pada musim 2022/2023), skuad Nerazzurri relatif solid dan tidak banyak berubah, justru semakin kuat di bawah arahan Simone Inzaghi.Â