Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... Wiraswasta - FOOTBALL ENTHUSIAST

Learn Anything, Expect Nothing

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Taktik Malice, Humanisme Wasit dan Koreksi Terpenting Kekalahan Timnas U-23

16 April 2024   13:08 Diperbarui: 17 April 2024   07:08 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas U23 Indonesia sebelum melawan Qatar dalam fase Grup A Piala Asia U23 (15/4/2024).(Dok. PSSI) via kompas.com

Mengikuti jejak Timnas di era Coach STY, pemain Timnas menurut saya lebih memilih untuk punya sifat santun di lapangan. Which is tidak menjadi masalah. Tetapi di laga ini, mata pemain Timnas akan tercerahkan, bahwa di belahan dunia lain ada tim yang ingin menang dengan sejumlah cara (sah), melalui taktik Malice.

Humanisme Nasrullo Kabirov Tampak Goyang

Nah, entah karena disebabkan taktik "protes melulu" pemain Qatar, tekanan suporter ataupun hal teknis lainnya, wasit Nasrullo Kabirov jadi protagonis kontroversi di laga ini. Tidak adil jika hanya menyalahkannya seorang, ada perangkat lain yang juga pegang peran. Mari kita bahas secara timeline.

Penalti Qatar sebenarnya tidak diberikan langsung oleh Kabirov! Ini jelas terlihat di layar kaca. Keputusan wasit asal Tajikistan sebenarnya memberikan Indonesia bola atas pelanggaran yang dilakukan Mahdi Salem karena mengganjal Rizky Ridho.

Namun VAR melakukan call, hingga sempat terlibat perdebatan sengit via telekonference dengan Kabirov. Kita tahu setelahnya, Kabirov akhirnya menggunakan haknya mengecek monitor VAR dan pelanggaran menjadi berbalik atas pukulan Rizky Ridho kepada Salem.

Di poin ini saya menilai ada "goyang-nya" humanisme Sang Pengadil. Saya tidak mengkritisi keputusannya, karena meski debatable, Rizky Ridho memang melakukan pukulan aktif. Tapi poinnya adalah bagaimana mimik wajah Kabirov yang seakan tidak menerima komunikasi apapun dari pemain Indonesia.

Usai di kartu kuning, tentu Rizky Ridho sebagai kapten berhak mendapat penjelasan. Kabirov dengan wajah tegasnya hanya menunjukkan gestur sikutan, meski Rizky berulang memberikan argumennya. Ini tipikal, ada wasit bertipe komunikatif, ada yang memang "saklek".

Terulang lagi perangai "saklek" wasit usai memberi kartu kuning kedua bagi Ivar Jenner. Ia dengan tegas menunjuk arah keluar lapangan, serta tidak mendengarkan atau menggubris protes pemain Indonesia. VAR tidak melakukan call? Harus ditelusuri jelas apakah memang demikian yang terjadi.

Sebagai pengadil di lapangan tentu memiliki beban berat, apalagi di laga yang mempertandingkan tuan rumah seperti ini. Tetapi jika mempunyai pendekatan lebih komunikatif, potensi kontroversinya akan bisa direduksi. Pemain menjadi paham alasan wasit, dan bisa punya pandangan berbeda.

Di titik itulah pemain Timnas Indonesia seperti kehilangan kepercayaan kepada wasit di lapangan. Coach STY seusai laga bahkan menyebut laga semalam bukanlah pertandingan sepakbola, namun sebuah pertunjukan komedi. Berikut artikelnya.

Koreksi Terpenting Bagi Garuda Muda, Gol!

Nah ini lebih utama dibandingkan menyalahkan pihak luar. Stoisisme diajarkan untuk lebih mengontrol apa yang ada pada diri sendiri, dibandingkan dengan kondisi di luar.

Maka dari itu masalah paling besar Garuda Muda adalah kegagalan mencetak gol! Jika kamu kebobolan tiga gol, tapi kamu bisa cetak empat gol, you still win the game! Ingat kan petuah ini sering diucapkan siapa?

Inilah masalah Coach STY selama menangani Timnas di Piala Asia 2023 lalu. Angka satu gol per laga pada fase grup tidaklah cukup membanggakan, karena prosesnya kebanyakan lahir dari skema set-piece.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun