Saking luasnya yang mereka lihat, Thiago Motta pernah memberikan pandangan unik tentang rencana strategi sepakbolanya kala masih menukangi PSG U-19. Ia mengimajinasikan timnya akan menggunakan seorang penjaga gawang, yang juga akan berfungsi sebagai gelandang di formasi 2-7-2.Â
Apa betul ia menggunakan formasi ini? Nyatanya sampai sekarang belum pernah!Â
Formasi dasarnya adalah 4-2-3-1 dengan modifikasi spesial ala-Thiago Motta. Seorang penjaga gawang yang dibutuhkannya adalah yang bisa mengalirkan bola dengan baik, ball-playing Goalkeeper.
Kemudian empat bek belakang menjalankan peran yang sangat krusial. Bek kanan dan kiri harus bisa memainkan peran fullback sekaligus bek tengah. Lykogiannis dan Stefan Posch adalah andalannya.Â
Hal ini dikarenakan, ketika Bologna melakukan build up serangan, salah satu center-back nya naik ke tengah seperti John Stones di Manchester City musim lalu. Peran ini biasanya diambil Sam Beukema atau Riccardo Calafiori.
Jika salah satu dari bek tengah ini naik, maka formasi seketika berubah menjadi 3-3-3-1. Kreativitas dituntut dari para pemainnya untuk membongkar pertahanan lawan.Â
Dengan enam pemain di horizontal tengah lapangan, mereka punya banyak banyak opsi melakukan umpan pendek guna melepaskan diri. Apalagi striker utama Bologna, Joshua Zirkzee juga kerap mundur untuk meminta bola, plus ia mempunyai kemampuan ball-covering di atas rata-rata.
Lalu dua pemain sayap yang biasanya diisi Riccardo Orsolini dan Alexis Saelemaekers cenderung melakukan cut-in ke dalam kotak penalti. Alhasil banyak pula gol yang mereka lesakkan musim ini imbas kebebasan kreativitas dari Thiago Motta dalam menyerang.
Ini mengingatkan saya pada tim Atalanta-nya Gian Piero Gasperini musim 2020-2021 yang bisa cetak banyak gol di sebuah pertandingan. Thiago Motta melakukan copy-paste peran Josip Ilicic melalui Orsolini.
Lalu aspek keberanian ada pada di setiap transisi. Dirigennya adalah sang kapten Lewis Ferguson. Posisinya tepat di belakang Joshua Zirkzee sebagai gelandang menyerang, tetapi ia bisa turun ke bawah saat timnya bertahan, ataupun memulai counter-pressing saat kehilangan bola sewaktu menyerang.
Hampir pasti di setiap tendangan gawang, Bologna akan melakukan umpan pendek. Disini lawan pasti akan menekan mereka dengan high-press, sehingga Ferguson akan drop ke bawah. Kesalahan passing tentu masih sering Rossoblu lakukan, tetapi Thiago Motta jarang terlihat marah bila timnya kehilangan bola, karena ia memang menuntut keberanian dalam melakukan umpan.