Oktober 2024 silam, setelah transit di Istanbul, kami tiba di Salzburg sekitar pukul 19.00. Bandara sepi. Rupanya ini flight terakhir yang mendarat di kota itu. Toko-toko  sudah tutup. Namun petugas imigrasi dan bandara, masih giat. Taksi di parkiran hanya satu dua. Dijemput anak perempuan, saya dan istri lalu naik taksi online menuju tempat menginap. Rencananya, kami habiskan seminggu sembari menengok anak kami yang sedang studi di kota ini. Sebelum berangkat, kami sudah merancang bakal kemana saja selama di Salzburg. Dari aneka sumber termasuk buku Jalansutera, Pak Bondan "Mak Nyus" Winarno, dan tentu saja film The Sound of Music yang dibintangi Julie Andrews, kota  tempat kelahiran Mozart ini sungguh elok. Â
Salzburg sering disebut sebagai "Roma dari Utara" karena kota ini bergaya barok  dan pada masa lalu, banyak arsitek dan seniman hebat dari Italia sengaja didatangkan ke kota ini  membangun gereja megah dan indah. Seperti juga Vienna, kota ini merupakan bagian dari negara Austria yang dikenal masih kuat dengan tradisi katholik. Data 2022 menunjukkan jumlah penganut Katholik 4.73 juta atau kira-kira  52% dari populasi. Kuatnya tradisi ini tercermin dari hari libur nasional nya. Selain libur Natal dan Paskah, ada libur nasional terkait perayaan Katholik. Misalnya  Heilige Drie Konige atau Epifani yang jatuh pada Januari. Juga Fronleichnam, hari raya Tubuh dan Darah Kristus di bulan Juni.  Dan 1 November hari raya Semua Orang Kudus,  Allerheiligen atau All Saints Day untuk menyebut beberapa contoh.
LoretokircheÂ
Tempat pertama yang kami kunjungi  adalah Loretokirche, gereja St Maria Loreto. Hanya 10 menit naik bus dari tempat kami menginap. Lokasinya dekat Mozarteum University dan taman cantik Mirabell, salah satu lokasi film The Sound of Music. Tepatnya gereja ini di Paris-Lodron-Strasse.  Interior Loretokirche bergaya barok. Meski kecil, tempatnya sangat indah. Di altar ada ornamen yang berasal dari abad ke-17. Kami beruntung bisa mengikuti misa Tridentin pukul 8 pagi. Misa ini warisan spiritual dan liturgis dalam gereja Katholik. Banyak dipraktekkan sebelum Konsili Vatikan II. Selama misa, imam yang memimpin misa menghadap altar dan  membelakangi umat. Salah satu yang khas dari gereja St Maria Loreto adalah Loretokindl, sebuah patung kecil Yesus yang dihormati dan menjadi sarana devosi bagi umat setempat.
Kapuzinerkloster
Tak jauh dari gereja St Maria Loreto, ada gereja Kapuzinerkloster. Tempatnya di atas bukit. Untuk ke sana, kami berjalan kaki. Melewati deretan kafe dan pertokoan, kami tiba di mulut jalan bergapura. Ini semacam penanda sebelum melewati jalan mendaki. Kurang dari 10 menit, kami sudah tiba di depan gereja. Ada salib besar di depan gerbang. Di sampingnya ada taman terbuka. Dari sanalah,  kami melihat kota Salzburg yang indah. Sayang sekali gereja sedang direnovasi sehingga kami tak berkesempatan masuk. Hingga saat ini gereja masih dipakai sebagai biara dan terbuka bagi umat yang akan mengikuti kebaktian atau sekadar mengunjunginya.
Stille Nacht Kapelle
Satu tempat lagi yang tak kami lewatkan adalah Stille Nacht Kapelle atau Kapel Malam Kudus. Lokasinya  di luar kota Salzburg, yaitu Obendorf bei Salzburg. Dari stasiun besar Hauptbahnhof (Hbf), Salzburg, kami naik kereta. Mudah sekali aksesnya. Dalam 20 menit kami sudah tiba di kota kecil perbatasan dengan Jerman ini. Dari tempat pemberhentian kereta, kami lanjutkan berjalan kaki. Menyusuri kota kecil dan pinggir sungai Salzach. Waktu itu, tengah hari, kami sempatkan duduk-duduk sejenak sambil menikmati makan siang dan pemandangan indah tepi sungai. Tak jauh dari tempat duduk kami, ada semacam tap water. Orang-orang yang bersepeda atau pejalan kaki bisa mengisi ulang air minum yang mereka butuhkan. Dekat tempat itu ada jembatan penghubung wilayah Jerman dan Austria. Orang lalu lalang dua negara tanpa melewati pemeriksaan imigrasi.
Sebelum masuk kapel, kami mendapati taman indah dengan bangunan-bangunan klasik. Asri, resik, rapi tertata sekaligus tenang dan teduh. Kami masuk kapel kecil. Mungkin hanya bisa menampung kurang dari 20 orang. Ada altar, pigura berisi catatan mengenai lagu Malam Kudus: Melodi komposisi ini  oleh  Franz Xaver Gruber dan liriknya ditulis  Joseph Mohr. Konon lagu ini sudah diterjemahkan dalam 300 bahasa dan pertama kali dinyanyikan tanggal 24 Desember 1818 di Gereja St. Nicholas  yang dulu berada di lokasi ini, namun hancur karena terjangan banjir. Kapel Malam Kudus  dibangun untuk mengenang warisan lagu ini. Persis di tengah kompleks. Di depan kapel ada penginapan seperti rumah retret jika pengunjung ingin berkontemplasi di sana. Tersedia pula museum dan toko souvenir. Kebersihan fasilitas sangat terjaga termasuk toilet yang bisa diakses dengan menggunakan uang koin
Â
Franziskanerkirche dan Salzburger Dom
Pada kesempatan lain, kami mengunjungi Franziskanerkirche, gereja Fransiskan, salah satu gereja tertua di kota itu. Kami mengikuti  misa yang jadwalnya  pukul 7 malam. Suhu dingin di bulan Oktober tak menghalangi umat datang ikut kebaktian.  Gereja dengan menara bergaya gotik ini sangat megah sekaligus sederhana. Awalnya dibangun pada abad ke-7 ini dan menjadi bagian biara Benediktin, gereja ini kemudian diserahkan ke  Ordo Fransiskan dan dikelola hingga sekarang. Dari lokasi ini hanya 3 menit jalan kaki menuju Salzburger Dom, katedral Salzburg. Bergaya barok,  tempat Mozart dibaptis ini mempunyai catatan perjalanan panjang. Didirikan tahun 774 oleh St Rupert, dan pada 1184 dibangun kembali setelah alami kebakaran.
Â
Baik Franziskanerkirche maupun Salzburger Dom terletak di kawasan Altstadt atau Kota Tua, jantung kota Salzburg. Letaknya di tepi Sungai Salzach, kota tua ini sarat dengan tempat wisata ikonik. Tak hanya rumah tempat Mozart dilahirkan, deretan pertokoan seperti layaknya di mall tersedia di sini. Tertata rapi dengan jalan berbatu. Selain  berbelanja, wisatawan bisa menikmati makanan minuman di resto yang ada sembari tentu saja mengunjungi situs-situs warisan dunia
Basilika St Mikael, Mondsee
Selanjutnya kami kunjungi kota Mondsee. Jaraknya kurang lebih 24 km. Hari itu lalu lintas lancar, perjalanan kami dengan bus kurang dari sejam. Dari tempat pemberhentian bus,  selanjutnya kami berjalan kaki sekitar 10 menit menuju bangunan megah dengan dua menara kembar berwarna kuning. Itulah gereja St Mikael , Mondsee.  Awalnya  dibangun pada 739 ini merupakan bagian Biara Benediktin. Pada 2005 oleh Paus Yohanes Paulus II gereja ini diresmikan sebagai basilika (minor). Setelah dilakukan restorasi besar-besaran, Basilika St. Mikael dibuka kembali pada 2009. Menurut catatan, setiap tahun tempat ini dikunjungi setidaknya 200.000 orang untuk berdevosi  atau sekadar berwisata.
Memasuki gereja ini kami langsung menjumpai keindahan dan kemegahan interior bergaya barok. Ada altar berukir, patung dan lukisan yang sangat menakjubkan. Di bagian balkon ada orgel besar. Saat ke sana, kami bertemu dengan rombongan wisatawan yang menapak tilas tempat film The Sound of Music. Di akhir film tersebut, ada scene tokoh utama, Maria, menikah dengan Kapten von Trapp yang diambil di gereja ini.
Kurang lebih 10 menit  jalan kaki dari Basilika St Mikael, ada danau Mondsee dengan pemandangan elok.  Perpaduan kemegahan basilika dan keindahan alam Mondsee, membuat kota ini banyak dipilih sebagai tempat orang melangsungkan pernikahan.
Â
Augustiner Brau - Kloster Mulln
Menutup perjalanan Salzburg ini kami mengunjungi Augustiner Brau - Kloster Mulln. Lokasinya di kawasan Mulln. Bisa ditempuh dengan naik bus trem dari Altstadt, atau jika mau, sembari menikmati keindahan kota tua, Anda bisa berjalan kaki. Kurang lebih 30 menit. Memasuki tempat ini, suasana interior biara masih sangat terasa. Ada 8 ruang besar seperti aula, tempat pengunjung biasa menghabiskan waktu makan siang atau sekadar sosialisasi bersama keluarga dan teman. Di dalam ruangan masih terpajang ornamen dan pajangan khas biara Katholik. Jika ingin suasana terbuka dan udara segar, pengunjung bisa ke taman yang teduh dengan pepohonan yang bisa menampung hingga 1300 orang. Memang dulunya Augustiner Brau merupakan biara. Saat ini sudah beralih menjadi Braustble, semacam kedai bir dilengkapi dengan Schmankerlgang atau lorong kuliner tempat pengunjung bisa menikmati berbagai hidangan tradisional yang spesial. Menurut salah satu situs resmi Salzburg - Stage of the world, Salzburg bisa dikatakan sebagai ibukota bir di Austria. Produksi bir dimulai sejak akhir abad ke-14. Augustiner Brau - Kloster Mulln sendiri mulai memproduksi minuman beralkohol ini sejak tahun 1621.
Siang itu kami datang pukul 14.45. Rupanya Augustiner Brau baru buka pukul 15.00. Banyak pelanggan sudah menunggu di depan gerbangnya. Kami tak melewatkan menikmati hidangan khas setempat. Sekaligus melihat dari dekat keindahan interior tempat ini. Semakin sore semakin ramai pengunjung datang. Sepertinya tempat ini menjadi tempat favorit wisatawan dan warga lokal.
Seminggu mengunjungi Salzburg rasanya berlalu begitu cepat. Kali lain, kami teruskan mengeksplore tempat-tempat indah  di kota "Roma dari Utara" yang pada 1997 masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI