Bagi para desainer secara global, menetapkan harga jasa desain bukan sekadar menentukan angka. Di dalam industri kreatif, harga yang diberikan pada klien mencerminkan kualitas, nilai tambah, dan positioning para desainer di pasar. Meskipun begitu, penetapan harga bukanlah proses yang berjalan seragam di setiap proyeknya.Â
Setiap proyek desain memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda, sehingga memerlukan strategi penetapan harga yang sesuai. Meskipun para desainer bukan orang yang terbentuk dengan pendidikan keuangan yang dominan, mereka tentunya perlu untuk mengetahui bagaimana penawaran yang baik sebagai bentuk praktek etis bahwa mereka paham dengan kondisi klien tapi tidak merusak harga pasar.
Dalam dokumen "Riset Standar Harga Jasa Desain di Indonesia"[1] yang diterbitkan oleh Kemenparekraf dan berafiliasi dengan asosiasi-asosiasi desain seperti Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia (ADPII), Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI), Asosiasi Profesional Desain Komunikasi Visual Indonesia (AIDIA), Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII), Himpunan Desainer Mebel Indonesia (HDMI), serta Indonesian Fashion Chamber (IFC), disebutkan bahwa setidaknya terdapat sebelas metode penetapan harga jasa desain yang dapat diterapkan oleh desainer secara pribadi maupun studio kreatif.
1. Cost to Price
Pertama, metode "Cost to Price". Metode ini digunakan ketika biaya produksi dapat dihitung secara jelas. Misalnya, proyek cetak majalah atau produk kemasan yang memerlukan bahan fisik.Â
Dalam kasus ini, desainer menghitung terutama biaya bahan, tenaga kerja, dan overhead, kemudian baru menambahkan margin keuntungan. Pada metode ini, desainer dapat menambahkan sumber daya yang dapat dihitung secara rinci, seperti bahan cetak, jam kerja, atau bahkan membebankan pembayaran perangkat lunak berlisensi pada klien. Metode ini cocok untuk proyek-proyek dengan struktur biaya yang jelas dan terukur.
2. Going Rate
Selanjutnya adalah metode "Going Rate". Metode ini sangat relevan bagi desainer yang bermain di pasar kompetitif dan padat (red ocean strategy), seperti layanan desain logo atau desain kemasan untuk UMKM. Harga yang ada ditetapkan berdasarkan standar pasar.Â
Dalam hal ini, desainer perlu menetapkan desainer atau studio mana saja yang dapat menjadi kompetitor. Desainer yang baru memulai atau ingin menjaga persaingan dapat menggunakan metode ini untuk menarik klien tetapi tanpa merusak pasaran.