Metode Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM) adalah sebuah metode yang umum dikenal di Indonesia untuk mengistilahkan bagaimana sebuah produk baru dibuat dari modifikasi atas sebuah produk yang ada. Metode yang dilansir berasal dari prinsip Ki Hajar Dewantara yaitu niteni, niro’ake, nambahi, (mengingat, meniru dan menambah) ini adalah sebuah metode umum yang  dalam dunia bisnis dan industri kreatif di Indonesia bertujuan untuk memberikan peluang bagi bisnis untuk senantiasa menciptakan produk atau strategi yang segar, kreatif, unik dan berdaya saing.
Secara teoritis, metode ATM ini lebih dikenal sebagai incremental innovation. Ia melibatkan pengambilan inspirasi dari produk yang sudah ada, memahami kekuatan dan kelemahannya, dan kemudian membuat perubahan untuk menciptakan sesuatu yang lebih sesuai dengan kebutuhan atau pasar. Ini berbeda dengan radical innovation dimana memperkenalkan produk atau layanan baru yang dirancang untuk menggantikan produk atau layanan yang sudah ada, seperti contohnya mobil yang akhirnya menggantikan kereta kuda sehingga secara dramatis mengubah lanskap konsumen dan meninggalkan status quo jauh di belakang. Incremental innovation ini dalam pemasaran bisa menjadi strategi yang berharga, dimana ia memiliki keunggulan tidak harus melibatkan ide-ide yang sepenuhnya baru.
Meskipun begitu, terdapat sebuah pertanyaan menarik yang bisa kita ajukan: apakah metode Amati, Tiru, Modifikasi (ATM) ini pasti membuat sebuah produk baru menjadi "produk inovatif"?
Untuk menjawab pertanyaan itu, pertama-tama mari kita lihat definisi dari "inovasi" itu sendiri. Inovasi menurut kamus Merriam-Webster sendiri dapat merujuk pada "sesuatu yang baru atau perubahan yang dilakukan pada produk, ide, atau bidang yang sudah ada". Ini berbeda dengan "penemuan" (invention) yang justru merupakan sesuatu yang belum ada secara eksistensi dan definisi penemuan ini lebih linear dengan radical innovation. Definisi bahwa inovasi "datang dari kebaruan maupun pengenalan sesuatu yang baru berdasarkan tinjauan dari produk yang ada" ini amat penting karena akhirnya ada penekanan terhadap pembaharuan produk yang telah ada. Berkaca dari definisi tersebut, sebenarnya ciri khas dari suatu inovasi sendiri pada akhirnya membuat sebuah produk menjadi meningkat kualitas atau nilainya.
Jadi, apakah sebuah produk pasti dapat dikategorikan sebagai "produk inovatif" jika ia melalui proses ATM ini?
Salah satu hal yang sering menjadi momok dari sebuah inovasi adalah plagiarisme dimana kita terlihat menjiplak sebuah produk. Ini pada akhirnya mengurangi nilai dari "modifikasi" yang dilakukan. Sebenarnya terdapat banyak sekali pendalaman yang perlu dilakukan agar para calon inovator terhindar dari plagiarisme. Namun hal yang umum dapat digarisbawahi adalah:
Produk Dapat Disebut Inovatif, jika modifikasinya signifikan. Jika perubahan yang kita lakukan mengatasi keterbatasan utama dari produk asli, meningkatkan fungsinya dengan cara yang lebih bermakna, atau menargetkan segmen pasar yang baru, maka produk tersebut dapat dianggap sebagai produk inovatif.
Produk Tidak Dapat Disebut Inovatif, jika perubahan yang kita lakukan hanya bersifat "kosmetik" atau tidak menawarkan manfaat nyata apa pun dibandingkan produk aslinya. Perubahan ini umumnya sangat minor dan tidak signifikan. Adanya perubahan tersebut tidak akan membuat produk dianggap sebagai produk inovatif.