Kurikulum sejatinya melayani kebutuhan murid dan masyarakat daerah setempat. Masyarakat pada tempat yang berbeda membutuhkan kurikulum yang berbeda yang dapat menjawab kebutuhan murid dan juga kebutuhan masyarakat daerah tempat berlangsungnya pendidikan.
Kurikulum tidak memiliki tujuan dalam dirinya, sebaliknya tujuan kurikulum adalah untuk memenuhi kebutuhan murid dan masyarakat setempat. Karena itu pantaslah jika Nadiem berujar kurikulum pendidikan di Indonesia belum memerdekakan siswa.
Disparitas mutu pendidikan
Pengukuran PISA (Programme for International Student Assessment) bertujuan mengevaluasi sistem pendidikan di indonesi dengan mngukur kinerja siswa pendidikan menengah pada bidang matematika, sians dan literasi.
Pengukuran PISA itu melibatkan 12.098 siswa  dari 399 sekolah di beberapa wilayah Indonesia yang dianggap mewakili. Jika mengacu pada hasil PISA maka dapat diketahui belum meratanya kemampuan baca, matematika dan sain. Berdasarkan penilaian PISA hanya 30 persen siswa Indonesia yang memenuhi kompetensi kemampuan baca minimal.Â
Sedang untuk matematika, 71 persen berada di bawah kompetensi minimal. Dan untuk sains, sebanyak 40 persen siswa Indonesia berada di bawah kemampuan minimal yang diharapkan.
Berdasarkan hasil PISA itu dapat diketahui masih tingginya disparitas (jarak) mutu dan hasil pendidikan tiap daerah. Capaian siswa di Jakarta dan Yogyakarta berada di mendekati nilai rata-rata dan dapat disejajarkan dengan Malaysia dan Brunei untuk seluruh bahan uji PISA literasi baca, matematika, dan sains.Â
DKI dan Yogyakarta meraih skor 410 dan 411 untuk baca, 416 dan 422 untuk matematika, serta 424 dan 434 untuk sains. Dengan total hasil seluruh wilayah Indonesia yang rata-rata beradas di skors 371. Peringkat pertama China (skor 555), Singapura (549), dan makau (525). Itu menunjukkan masih tingginya gap/jarak mutu pendidikan antarwilayah di Indonesia.
Pembaruan kurikulum
Tepatlah apa yang dikatakan Nadiem Makarim bahwa keberagaman Indonesia begitu besar, sehingga menurutnya penetapan standar tertentu untuk semua pendidikan di Indonesia justru berdampak buruk.Â
Lebih lanjut dia menjelaskan, Indonesia  tidak bisa diatur dengan satu standar dan satu cara. Pengaturan pendidikan di Indonesia harus memerhatikan keragaman yang ada, dan tidak bisa diseragamkan. Kurikulum menurut Nadiem itu harus kontekstual.